Sebuah buku yang ditulis Drs. Jusach Eddy Hosio,M.Si,M.Th (Kepala Diklat Prov. Papua Barat) berjudul “Papua Barat Dalam Realitas Politik NKRI”(terbitan Maret 2009) mengungkap sebuah data menggembirakan tentang pencapaian pembangunan bidang kesehatan di wilayah Papua. Disebutkan bahwa pada 2008 beberapa program baru sedang dikerjakan oleh Pemda-pemda setempat dan memberikan dampak positif, seperti pelayanan ibu hamil mencapai 85 %, penurunan angka kematian bayi 25 %, serta menurunnya angka kematian akibat DBD, TBC, diare dan ISPA. Ketika Menteri Kesehatan masih dijabat oleh Siti Fadilah Supari, kita pernah mendengar adanya program "Selamatkan Papua" (Save Papua) yang dijalankan oleh Departmen Kesehatan. "Seluruh rakyat Papua dan Papua Barat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemeriksaan dokter, berobat, dan perawatan inap dan rawat jalan di kelas 3. Pemerintah pusat yang membayar seluruh biaya tersebut. Apabila ada yang menarik biaya, rakyat berhak melaporkannya ke polisi," tegas ibu Menkes kala itu. Untuk itu pelayanan Jamkesmas di Papua dan Papua Barat, tidak lagi membutuhkan pembuatan kartu Jamkesmas. Karena seluruh biaya kesehatan bagi masyarakat Papua dan Papua Barat dari pukesmas sampai rumah sakit dibayar oleh pemerintah pusat. Demikian pernyataan Siti Fadilah. Mari kita komparasikan tekad dan angka-angka pencapaian di atas dengan pengalaman Dr. Antie Soleman yang sudah 25 tahun membantu orang Papua di daerah pedalaman, sebagaimana dipublikasikan The Jakarta Post hari ini. Dokter wanita berusia 60 tahun ini hingga masih menemukanperempuan Papua menggunakan metode "tradisional" melahirkan tanpa bantuan. Di wilayah Arfak misalnya, seorang ibu yang siap melahirkan akan pergi ke pondok dan berjuang sendiri untuk melahirkan. Dua minggu kemudian, dia akan muncul dengan bayinya atau tanpa bayi. Jika ia datang sendirian, itu berarti anaknya sudah meninggal dan sudah dikuburkan. [caption id="attachment_161699" align="alignright" width="265" caption="dr. Antie Soleman, 25 tahun di pedalaman Papua"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H