Mohon tunggu...
Veronika Nainggolan
Veronika Nainggolan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Baru selesai kuliah, sdg mengadu nasib di ibukota. \r\n\r\nMotto : "MENGAMATI lalu MENULIS" \r\n \r\nuntuk KEDAMAIAN NEGERI......\r\n \r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aksi Peduli Papua yang Patut Dicontoh

12 November 2014   19:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:58 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14157688151061098508

[caption id="attachment_374568" align="aligncenter" width="533" caption="ilustrasi: negeritimur.com"][/caption]

Buku adalah gudang ilmu dan jendela dunia. Tetapi tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk membacanya lantaran berbagai keterbatasan. Bagi anak-anak yang tinggal di kota, mereka memiliki banyak pilihan untuk membaca buku apa saja. Tetapi tidak demikian dengan anak-anak yang tinggal di desa, terlebih anak-anak yang tinggal di belahan timur, khususnya Papua.

Merasa prihatin dengan kondisi yang demikian, sejumlah anak muda asal Papua yang sedang mengenyam pendidikan tinggi di Jawa, khususnya di Kota Semarang, merasa terpanggil melakukan aksi peduli dengan cara mengumpulkan buku-buku bacaan lalu mengirimkannya ke berbagai wilayah di Papua.

Cara mereka mengumpulkannya tergolong unik dan layak dicontoh. Dua tahun lalu mereka membentuk sebuah komunitas, namanya Komunitas Buku untuk Papua”. Tidak hanya orang Papua yang berhimpun di dalamnya tetapi juga melibatkan generasi muda dari kelompok etnis lain yang memiliki kepedulian yang sama.

Salah seorang pegiat Komunitas Buku tersebut, Ario Ivano menuturkan, minat baca anak-anak di Papua cukup tinggi. Semangat belajar mereka pun tak kalah dari anak-anak yang tinggal di kota disertai dukungan dari orangtuanya yang mulai sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.

‘’Sayang sekali, anak-anak di Papua kesulitan mengakses bahan bacaan yang bisa menunjang proses belajar mereka, lebih-lebih yang masih tinggal di pedalaman. Buku di sana menjadi harta karun yang teramat mahal,’’ ungkap mahasiswa Teknik Sipil Undip Semarang asal Papua itu.

Menurut Ario, harga buku di Papua bisa dua kali lipat dari harga buku di Jawa. Belum lagi biaya pengiriman buku yang kadang lebih mahal dari harga buku itu sendiri. Itu sebabnya, para anggota komunitas gencar melakukan kampanye donasi buku untuk anak-anak Papua. Buku-buku hasil donasi akan dikirim ke sekolah, perpustakaan atau rumah baca yang dibuat oleh komunitas mereka, seperti di Wamena, Nabire, Biak, Jayapura, Sorong, Timika, hingga ke Merauke.

‘’Di sana ada anggota komunitas yang siap mengurus buku-buku yang masuk ke rumah baca kami. Para anggota komunitas di sana juga akan membantu anak-anak untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung. Anak-anak bisa kapanpun membaca di rumah baca milik komunitas dan belajar secara gratis,” terang Ikhsanti Syafaati, anggota komunitas asal Sorong.

Kelas Cerdas

Kelas cerdas adalah teknik yang mereka gunakan untuk mengumpulkan para donatur. Sebuah forum yang rutin digelar setiap bulan dengan mendatangkan seorang pakar di bidang tertentu. Para donatur buku yang datang ke forum tersebut dapat berdiskusi dan sharing pengalaman dengan pakar tersebut.

“Tiket agar bisa mengikuti Kelas Cerdas itu adalah membawa satu buku bacaan anak-anak untuk disumbangkan,” jelas Ikhsanti.

Sehingga para donatur tidak hanya datang untuk menyumbangkan buku tetapi juga mendapatkan ilmu baru melalui para narasumber ahli yang didatangkan oleh Komunikas Buku tersebut.

Komunitas ini sudah berkembang hingga ke Jakarta dengan tujuan yang sama, yakni mengimpun buku dari orang-orang yang peduli untuk disumbangkan bagi perkembangan intelektual anak-anak Papua. Dayu Rifanto, Herlina Yulidia dan sejumlah rekannya terus giat mencari donatur buku di ibukota Jakarta. Herlina dkk juga memanfaatkan sosial media untuk mengorganisir pengumpulan buku.

Melalui situs http://bukuntukpapua.org/about Herlina dkk ingin menggerakkan hati masyarakat, menghimpun kepedulian berbagai lapisan masyarakat, serta menyerukan isu pendidikan di Papua yang selama ini belum banyak diketahui masyarakat.

"Papua menyumbang 40 persen angka buta huruf di Indonesia, karena memang media bacanya tidak ada. Inilah yang kemudian mendorong lahirnya program 'Buku untuk Papua'. Teman-teman tergerak untuk membuka akses, dengan harapan apa yang dipelajari anak-anak di pulau Jawa bisa sama dengan yang dipelajari anak-anak di Papua," ungkap Herlina.

Jenis buku yang disumbangkan cukup beragam, misalnya majalah anak-anak, buku bacaan seperti cerita rakyat atau dongeng anak, cerita bergambar, ensiklopedia, dan kamus bergambar.

‘’Sebelum dikirim ke Papua, buku-buku yang didonasikan kami sortir lebih dulu. Buku yang nggak sesuai kriteria biasanya kami jual, lalu uangnya kami gunakan untuk membeli buku yang memang sesuai untuk anak-anak di sana,’’ jelas Manggala Saning, mahasiswa Teknik Arsitektur Undip asal Merauke.

Nah, bagi kompasianer yang peduli, bisa menghubungi Herlina dkk di Jakarta, Manggala Saning di Semarang atau jaringan mereka di kota-kota lainnya. Satu buku dari Anda sangat bernilai bagi masyarakat Papua. Cara menyumbangkannya bisa dibaca di link ini : http://bukuntukpapua.org/about

[Disadur dari beberapa sumber]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun