Mohon tunggu...
Veronika Nainggolan
Veronika Nainggolan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Baru selesai kuliah, sdg mengadu nasib di ibukota. \r\n\r\nMotto : "MENGAMATI lalu MENULIS" \r\n \r\nuntuk KEDAMAIAN NEGERI......\r\n \r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mereka yang Telah Kembali dari Pengasingan

2 Desember 2014   19:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:14 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_379941" align="aligncenter" width="515" caption="Foto: http://archief.rnw.nl/"][/caption]

Kesungguhan Pemerintah Indonesia membenahi pembangunan di Papua membuat sejumlah tokoh Papua yang selama ini hidup dalam pengasingan di negeri seberang kembali ke Tanah Air. Di antaranya adalah Nicholaas Jouwe, Franzalbert Joku, dan Nick Messet. Mereka memutuskan pulang karena yakin Papua dan Indonesia telah mengalami transformasi.

Keyakinan mereka kian bertambah setelah melihat kesungguhan Pemerintahan Jokowi dengan Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Komitmen Pemerintahan Jokowi untuk membenahi pembangunan dan berbagai masalah di Papua sangat tampak di awal-awal masa pemerintahannya. Potongan tumpeng pada acara Syukuran Rakyat yang diberikan Presiden Jokowi kepada tiga Mama-Mama Papua yang sehari-hari berjualan di pasar Papua adalah simbol kesungguhan Jokowi untuk membangun Papua. Presiden Jokowi juga sudah memastikan akan ikut hadir dalam perayaan Natal Bersama warga Papua di Jayapura bulan Desember ini.

Program tol laut yang dicanangkan Pemerintahan Jokowi juga akan dimulai dengan membangun pelabuhan laut dalam (deep sea port) di Pelabuhan Sorong, Provinsi Papua Barat. Dukungan terhadap aktivitas ekonomi orang asli Papua dimulai dengan Perbaikan fasilitas pasar tempat Mama-Mama Papua berjualan setiap hari. Dan yang tak kalah penting adalah rencana pengembangan transportasi kereta api yang menghubungkan provinsi Papua dan Papua Barat sehingga daerah-daerah yang selama ini terisolasi karena kendala transportasi akan dibuka.

Program-program inilah yang kiranya dapat membangkitkan minat tokoh-tokoh Papua di luar negeri untuk kembali ke Tanah Air dan ikut bersama Pemerintah menata kemajuan Papua. Sementara ini baru Nicholaas Jouwe dan beberapa rekannya yang sudah kembali. Tahun 2010 Jouwe memutuskan kembali tanah air dan hingga kini ikut memperjuangkan dialog agar Pemerintah lebih bersungguh-sungguh membangun Papua.

Tokoh kelahiran Jayapura pada 24 November 1923 ini merupakan salah satu pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM). Jouwe mulai menetap di Belanda pada 1961 pada saat Indonesia di bawah pemerintahan Bung Karno sedang gencar-gencarnya memperjuangkan kembalinya Papua ke pangkuan Ibu Pertiwi. Bahkan Jouwe lah yang membuat bendera Bintang Kejora yang pertama kali dikibarkan pada 1 Desember 1961.

“Pada saat itu saya adalah salah satu anggota Dewan New Guinea (Nieuw Guinea Raad) yang konon dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan saya terpilih secara demokratis di seluruh wilayah Papua,” begitu penuturan Jouwe.

[caption id="attachment_379942" align="aligncenter" width="425" caption="Nick Messet (kiri), Eni Faleomavaega, dan Franzalbert Joku (kanan) dalam sebuah pertemuan dengan Kongres AS tahun 2010. (Foto: komisikepolisianindonesia.com)"]

1417497013207659023
1417497013207659023
[/caption]

Sebelumnya, Franz Albert Joku yang bermukim di Papua Nugini (PNG) sejak remaja bersama rekannya seperjuangannya Nicholas Messet yang mengasingkan diri ke Swedia dan sempat menjadi warga negara Swedia sudah lebih dahulu kembali ke Tanah Air.

“Saya tinggalkan Papua untuk pergi keluar negeri tapi hasilnya tidak ada. Lalu saya kembali ke Indonesia untuk membangun Papua di dalam bingkai NKRI karena saya lihat (pembangunan) sudah jalan. Satu-satunya itu harus kerjasama dengan (pemerintah) Indonesia untuk memperbaiki kehidupan, kesejahteraan sosial Papua,” kata Messet.

Berbeda dengan Messet, Benny Wenda, tokoh muda yang sudah 12 tahun mengasingkan diri di Inggris masih mencurigai janji-janji Pemerintah Indonesia untuk membenahi Papua.

"Saya melihat dari presiden ke presiden tidak pernah membawa perubahan. Saya hanya mungkin bisa mengatakan presiden yang dulu seperti Gus Dur, itu mungkin orang yang moderat," kata Benny Wenda dari Oxford.

Kepada rekan-rekannya yang masih terus berjuang di luar negeri, Messet berujar agak sinis.

“Silakan saja mereka mau berjuang sampai akhir dunia kiamat. Silakan saja. Itu hak-hak mereka. Tapi saya pikir kalau berjuang dari sana dan orang Papua dalam negeri pikir bahwa sudah baik tinggal dengan Indonesia, apa guna mereka berjuang di sana,” ujarnya.

Otonomi Khusus

Franzalber Joku dan Nicholas Messet menyambut otonomi khusus yang diperluas untuk Provinsi Papua. Melalui UU Otsus Papua pemerintah pusat mendelegasikan kewenangan besar kepada pemerintah daerah. Dalam rangka status khusus itu pula, jabatan gubernur dan bupati/walikota sudah diberikan kepada putra-putri asli Papua.

Menurut Velix Wanggai, mantan staf khusus Presiden di era SBY, pendelegasian wewenang itu disertai kucuran dana otonomi khusus dalam jumlah sangat besar.

“Saat ini pemerintah mengalokasikan sekitar Rp7 triliun kepada Provinsi Papua dan Papua Barat. Selain dana otonomi khusus bagi Papua, pemerintah juga mengalokasikan dana infrastruktur sekitar Rp2,5 triliun kepada Papua,” kata Velix.

Titik berat dana otonomi khusus itu adalah untuk pembenahan pendidikan, pelayanan kesehatan dan ekonomi rakyat.

“Pemerintah menyadari bahwa akses jaringan infrastruktur harus didorong dan ditingkatkan karena aspek infrastuktur sering kali menyebabkan kemahalan harga,” tutur Velix Wanggai.

Selain dana otonomi khusus, Papua juga masih mendapat dana-dana lain termasuk dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Bila ditotal, dana pusat yang mengucur ke Papua sekitar Rp30 triliun setahun. Namun, apa yang terjadi dengan otonomi khusus di Papua setelah berjalan dalam tempo lebih dari 10 tahun terakhir?

“Orang Papua sendiri juga salah mempergunakan otonomi khusus itu, khususnya orang asli Papua,” kata Messet yang menjadi pilot pertama asal Papua ini.

Messet berharap kesalahan pengelolaan dana otsus itu masih bisa dibenahi bersama Pemerintahan Jokowi. Namun yang lebih penting adalah tokoh-tokoh Papua punya satu niat untuk memajukan daerahnya dalam koridor NKRI. Tidak ada pikiran lain lagi untuk meminta merdeka dan lain sebagainya, tetapi bangunlah Papua bersama Pemerintah Indonesia.

“Bila saat ini ada yang mempersoalkan masalah Papua dan memimpikan kemerdekaan, itu hanya pekerjaan sia-sia yang tidak akan pernah membawa hasil,” tegas Messet pada kesempatan lain.

Referensi :

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/12/141128_papua_separatis_pembangunan

http://www.indopos.co.id/2014/03/nicolaas-jouwe-menginspirasi-pimpinan-mpr.html

http://archief.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/nicolaas-jouwe-akui-papua-bagian-nkri

http://timoroman.com/mantan-menlu-opm-papua-bagian-nkri-sudah-final/

http://news.detik.com/read/2014/10/16/002608/2720017/10/tokoh-papua-barat-bahas-kerjasama-dengan-uni-eropa-dan-belgia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun