[caption id="attachment_392299" align="aligncenter" width="570" caption="ilustrasi dari situs UP4B"][/caption]
Mungkin pikiran Kompasianer segera terarah kepada sumber daya alam nan melimpah di Papua, seperti emas, tembaga, minyak, gas dan sebagainya. Tetapi sesungguh bukan, dan memang seharus bukan itu. Lalu apa...? Jawabannya: MANUSIA!
Ini bukan kata saya, tetapi kata professor Anies Baswedan yang sekarang menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Anies mengatakan, investasi yang paling baik bukan sumber daya alam, melainkan investasi manusia, dengan meningkatkan mutu dan kualitas manusianya.
Memang untuk mengubah kualitas manusia dan pendidikan tidak berefek dengan cepat seperti speed boat, namun seperti kapal tanker. Baru dapat dilihat dalam satu dekade," paparnya saat menyampaikan materi tentang Revolusi Mental Bidang Pendidikan Menyongsong MEA, di Medan 10 Januari 2015 lalu.
Mendikbud mengatakan, dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan siswa, peningkatan mutu guru juga harus diutamakan. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar dan pendidik, tetapi juga harus bisa menjadi sumber inspirasi siswa.
"Dari orang tua dan guru, karakter atau akhlak murid terbentuk. Karakter dan akhlak menentukan bagaimana nantinya anak-anak ke depannya," ujar inspirator 'Indonesia Mengajar' ini.
Kaitannya dengan peningkatan kualitas manasia di Papua, Anis masih mewarisi kebijakan lama yang dikenal dengan nama program ADIK dan ADEM. ADIK atau afirmasi pendidikan tinggi, sedangkan ADEM untuk pendidikan menengah.
[caption id="attachment_392301" align="aligncenter" width="600" caption="Petonella Livelin Worumi (kiri) Janet Jeane Pandori, dua dari ribuan peserta program ADIK Papua. Keduanya sedang kuliah di Undip Semarang (Foto: suarapapua.org)"]
Sejak pertama kali digulirkan pada 2012, kedua program afirmasi pendidikan ini telah menyekolahkan lebih dai 2.000 pelajar. Mereka saat ini tersebar di 39 perguruan tinggi negeri dan puluhan sekolah menengah terbaik di seluruh Indonesia. Program ini adalah bukti kesungguhan Pemerintah Pusat memberikan investasi terbaik bagi masa depan Papua.
Di Universitas Lampung (Unila) misalnya, ada Febriani I.Y. Rumere dan Melia Priskila Thica Karano di fakultas kedokteran, Fidelis Saflessa, Melda Vani Rumbewas, dan Rina Balyo di teknik sipil, Magrita P.B. Sada (agribisnis), Yosep Papua Nus Iyai ( bahasa inggris), dan Helton Wopari (teknik geofisika). Di Undip Semarang ada Petonella Livelin Worumi (kedokteran) dan Janet Jeane Pandori di Fakultas Kesehatan Masyarakat. Itu hanya contoh kecil dari sekian ribu mahasiswa Papua yang sedang giat belajar di luar Papua dengan bantuan beasiswa 100 % dari Pemerintah.
”Mereka mendapatkan biaya hidup dari Dikti sebesar Rp6 juta per orang per semester. Dana dikirim langsung ke rekening mereka via Bank Mandiri,” terang Eny Mariani, Kasubbag Kesejahteraan Mahasiswa Unila.