Pendahuluan :Â
Praktik Farmasi Sosial 2023 kelompok 5 yang diselenggarakan di RW 06 kelurahan Ketapang kecamatan Cipondoh Kota Tangerang. Kegiatan diselanggaran pada 07- 20 Agustus 2023.Â
Dengan judul Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih, Tanaman Obat Keluarga dan Swamedikasi Kepada Masyarakat Rw 006 kelurahan Ketapang kecamatan Cipondoh Kota Tangerang.Â
Anggota Kelompok : Ketua : Vernant Surjana; Dewi Sartika Ayuni; Ayu Limas; Catur Anantya; Ersa Salsabilla; Hanifah Nur Azzuhra ; Niken Tri Rachmah AtilahÂ
Dosen Pembimbing Lapangan: apt. Hermanus Ehe Hurit, S.Si., M.Farm; Yonatan Eden, S.Si., M.Sc,Â
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2023
Praktik Farmasi Sosial (PFS) merupakan kegiatan belajar mahasiswa yang dilakukan di luar kampus, khususnya bagi mahasiswa semester 6 program studi farmasi fakultas ilmu -- ilmu kesehatan Universitas Esa Unggul Jakarta. Menurut Peraturan Menteri Kemdikbud No. 38 Tahun 2021 pada Pasal 1 Ayat 4 bahwa Tri Dharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tri Dharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat (Kemendikbudristek, 2021). Salah satu tujuan dari dilaksanakannya kegiatan praktik farmasi sosial adalah untuk merealisasikan Tri Dharma perguruan tinggi poin ketiga yaitu wujud dari pengabdian kepada masyarakat.Â
Analisis Situasi :Â
Berdasarkan hasil analisis situasi melalui survei awal yang dilakukan oleh tim PFS pada tanggal 25 - 26 Juli 2023, tim PFS dapat mengetahui informasi tentang kondisi hidup dan kondisi lingkungan masyarakat di RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang dan dari temuan tersebut, tim PFS Kelompok 5 menjadikan temuan tersebut menjadi program kerja untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Diantara permasalahan-permasalahan yang ada, terdapat 5 permasalahan utama yang menjadi target dari kegiatan PFS yang akan dilaksanakan pada tanggal 7-20 Agustus 2023.Â
Lima permasalahan yang menjadi fokus kegiatan PFS meliputi permasalahan sistem pembuangan sampah yang kurang baik, kurangnya kesadaran masyarakat terkait cara mencuci tangan yang benar, pengolahan tanaman obat keluarga yang masih tradisional dan kurang higienis, Â serta rendahnya minat masyarakat dalam memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan.
Permasalahan pertama terdapat pada Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang, terutama pada budaya membuang sampah yang dapat dikatakan kurang baik. Berdasarkan hasil pengamatan langsung, tim PFS menemukan bahwa jumlah tempat sampah umum yang tersedia di daerah RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang masih terbatas dan belum menerapkan pemisahan antara sampah organik dan non organik dan akibatnya, cukup banyak sampah-sampah kecil yang berserakan di pinggir jalan, terutama di daerah rerumputan.Â
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, setiap pemukiman warga harus memiliki tempat sampah yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Direktorat Pengelolaan Sampah, 2020). Namun, tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah optimal tempat sampah dalam pemukiman warga.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW. 006, tim PFS mengetahui bahwa sistem pembuangan sampah di lingkungan RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang tidak menerapkan pemisahan antara sampah organik dan non organik disertai dengan belum adanya upaya pengolahan sampah. Permasalahan lain terdapat pada sistem retribusi/pemungutan sampah rumah di lingkungan RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang hanya dilakukan oleh 2 rekanan ketua RW setempat dengan sistem tagihan iuran.Â
Banyak masyarakat yang tidak mau membayar iuran retribusi sampah tersebut dan lebih memilih untuk menimbun sampah di pekarangan rumahnya, membakarnya sendiri, atau membuangnya tidak pada tempat yang seharusnya. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kemampuan ekonomi masyarakat RW. 006 dan proses pemungutan sampah yang memakan waktu yang lama. Akibatnya, sampah yang dibakar dapat menyebabkan polusi udara dan sampah yang tertimbun dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah
Permasalahan kedua yaitu kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan tangan dan kurangnya pengetahuan cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan benar, terutama pada kalangan anak-anak membuat permasalahan PHBS menjadi salah satu tujuan dari program PFS.Â
Perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga, dengan memberikan informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, serta perilaku sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat. Melalui PHBS diharapkan masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalah sendiri dan dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo S, 2007). Sehingga, dengan dilakukan sosialisasi cara mencuci tangan yang benar dapat meningkatkan pemahaman dan kebiasaan cuci tangan di masyarakat.
Permasalahan ketiga yakni cara pengolahan TOGA (Tanaman Obat Keluarga) masyarakat RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang yang masih kurang efektif. Berdasarkan pengamatan lingkungan dan hasil wawancara dengan ketua RW. 006, tim PFS mengetahui bahwa masyarakat di lingkungan RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang sudah banyak menanam TOGA di halaman rumahnya dan bahkan sudah menggunakannya untuk mengobati berbagai penyakit yang dialaminya.Â
Akan tetapi, cara pengolahan dan penggunaan yang diterapkan masih sangat tradisional dan kurang higienis, misalnya beberapa masyarakat yang masih mengkonsumsi TOGA seperti daun sirih dengan cara langsung memakannya tanpa membersihkannya atau merebusnya terlebih dahulu. Oleh sebab itu, tim PFS juga akan memfokuskan tujuan program PFS pada permasalahan pengolahan TOGA tersebut.
Permasalahan terakhir terletak pada rendahnya minat masyarakat dalam memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara, tim PFS mendapatkan informasi bahwa masih banyak masyarakat RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang yang tidak berminat memeriksakan kesehatan ke dokter atau fasilitas meskipun sudah tersedia fasilitas kesehatan seperti klinik dokter dan puskesmas di daerah Kelurahan Ketapang.Â
Masih banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi dan menggunakan obat yang belum tentu sesuai dengan diagnosis. Swamedikasi merupakan bagian dari self-care dimana merupakan, usaha pemilihan dan penggunaan obat bebas oleh individu untuk mengatasi gejala atau sakit yang disadarinya (WHO, 1998). Swamedikasi hanya terbatas pada gejala penyakit yang disadari dan tidak efektif terhadap penyakit-penyakit yang sulit dideteksi.
Permasalahan ini merupakan permasalahan terbesar karena swamedikasi yang salah dapat menyebabkan kesalahan diagnosis penyakit, keterlambatan dalam mencari pengobatan yang diperlukan sehingga penyakit dapat menjadi lebih berat, cara pemberian yang salah, dan dosis yang salah (Ahmed et al., 2020). Ketersediaan obat-obatan dengan mudah tanpa resep dokter menjadi faktor utama yang bertanggung jawab atas penggunaan obat-obatan yang tidak rasional dalam swamedikasi (Pagane et al., 2007).
Dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang melakukan swamedikasi, maka cara perolehan, penggunaan, dan penyimpanan obat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Terkait dengan hal ini, di RW. 006 terdapat SMK yang memiliki jurusan farmasi, yaitu SMK Bangun Nusantara Tangerang. Tim ini bertekad memberikan sosialisasi DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang) obat kepada para siswa-siswi yang sedang menempuh pendidikan di jurusan farmasi SMK Bangun Nusantara Tangerang.Â
Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan siswa-siswi SMK Bangun Nusantara Tangerang sebagai calon tenaga kesehatan dan perpanjangan tangan dari tim PFS yang diharapkan dapat mengedukasi masyarakat, dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, tim PFS menyusun program-program kerja sebagai upaya menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di lingkungan RW. 006.
Realisasi Pemecahan Masalah :Â
Berdasarkan analisis situasi yang berada di lingkungan Rw 06 kelurahan ketapang kecamatan cipondoh kota tangerang tim mahasiswa Praktik Farmasi Sosial (PFS) kelompok 5 merealisasikan pemecahan masalah dengan tindakan berikut:
1) Â Melakukan penyediaan tempat sampah di lingkungan RW. 006, khususnya di setiap lingkungan RT.
2) Â Melakukan sosialisasi dan edukasi cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan benar kepada anak-anak.
3) Â Melakukan sosialisasi dan mempraktikkan pengolahan TOGA dengan bantuan brosur pengolahan TOGA dan pembagian hasil olahan TOGA
4) Â Melakukan penyuluhan swamedikasi dengan narasumber dosen pembimbing dan melakukan cek kesehatan gratis.
5) Â Melakukan sosialisasi terkait DAGUSIBU untuk siswa-siswi SMK Bangun Nusantara Tangerang
Hasil :Â
1. Penyediaan Tempat Sampah di Lingkungan RW. 006, Khususnya di Setiap Lingkungan RT
Hasil Kegiatan
Kegiatan pembagian tempat sampah dilakukan pada hari Sabtu, 12 Agustus 2023 dan sasaran dari kegiatan ini yaitu masing-masing ketua RT di lingkungan RW. 006 (RT. 001 - RT. 006). Kegiatan dilakukan dengan cara mengantarkan dan memberikan tempat sampah langsung kepada setiap ketua RT atau perwakilannya. Masing-masing ketua RT diberikan 2 buah tempat sampah, masing-masing berlabelkan "sampah organik" dan "sampah non organik"; kegiatan berjalan dengan lancar. Tempat sampah yang digunakan memiliki kapasitas 20 L dengan ukuran tinggi 42 cm, diameter atas 30 cm, dan diameter bawah 27,5 cm. Tempat sampah yang telah diserahkan kemudian diletakkan oleh masing-masing ketua RT di tempat yang strategis dan mudah dijangkau masyarakat di lingkungannya.
Dalam mengukur indikator tercapainya tujuan dari kegiatan tersebut diukur dengan mengamati kondisi riil pembuangan sampah di RW. 006 sebelum dan sesudah pembagian tempat sampah. Sebelum dilakukannya pembagian tempat sampah, terlihat di lingkungan RW. 006 masih hanya terdapat sedikit tempat sampah tanpa adanya pemilahan antara sampah organik dan non organik sehingga masih banyak terdapat sampah yang berserakan di pinggir jalan. Berdasarkan hasil survei, jumlah tempat sampah umum yang terdapat di lingkungan RW. 006 berjumlah 1 tempat sampah setiap 500m. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, setiap pemukiman warga harus memiliki tempat sampah yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Direktorat Pengelolaan Sampah, 2020). Namun, tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah optimal tempat sampah dalam pemukiman warga. Sebuah penelitian menyebutkan  bahwa jumlah tempat umum yang ideal adalah sekitar 3 tempat sampah untuk setiap 100 m jalan (Torang, et al., 2017). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah tempat sampah umum yang tersedia di lingkungan RW. 006 belum optimal.
 Beberapa hari setelah dilakukannya pembagian tempat sampah, mulai terlihat tempat sampah yang dibagikan telah diletakkan di tempat yang mudah dijangkau masyarakat dan telah digunakan dengan cukup baik. Tempat sampah yang berlabelkan "organik" terisi dengan sampah berupa daun-daun, sisa sayur dan buah, sedangkan tempat sampah yang berlabelkan "non organik" terisi dengan sampah berupa botol, plastik, kertas, dan sebagainya. Hal ini sudah sesuai dengan pengelompokkan sampah organik dan non organik menurut Taufiq (2009), dimana sampah organik merupakan limbah yang berasal dari sisa makhluk hidup (alam) seperti hewan, manusia, tumbuhan, yang dapat diurai oleh bakteri secara alami dan berlangsungnya cepat, sementara sampah non organik adalah sampah yang berasal dari sisa manusia yang sulit untuk diurai oleh bakteri, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama (hingga ratusan tahun) untuk dapat diuraikan. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan pada perilaku masyarakat yang mulai sadar untuk memilah sampah.
Namun, karena sedikitnya jumlah tempat sampah yang diberikan oleh tim PFS, jumlah tempat sampah umum yang tersedia di lingkungan RW. 006 dan jumlah sampah yang masih berserakan di lingkungan tidak mengalami perubahan yang signifikan dari sebelum pemberian tempat sampah. Untuk mencapai target berkurangnya sampah yang berserakan di pinggir jalan, diperlukan kolaborasi antara masing-masing ketua wilayah, masyarakat, dan petugas sampah untuk menyediakan lebih banyak tempat sampah, menurunkan biaya retribusi sampah, dan/atau meningkatkan kualitas proses retribusi sampah.Â
2. Sosialisasi dan Edukasi Cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan Benar kepada Anak-anakÂ
Hasil Kegiatan
Kegiatan sosialisasi cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang baik dan benar dilakukan pada hari Kamis, 17 Agustus 2023 dan sasaran dari kegiatan ini adalah anak-anak di lingkungan RT. 004. Kegiatan dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi tentang cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) kepada anak-anak di lingkungan RT. 004 setelah mereka melakukan perarakan sepeda dan berjalan dengan lancar. Sosialisasi tentang CTPS yang baik dan benar dijelaskan dengan bantuan poster serta diperagakan oleh anggota mahasiswa dengan bantuan lagu agar dapat lebih mudah diingat oleh anak-anak.Â
Prosedur CTPS yang baik dan benar meliputi 6 langkah berikut (Kemenkes RI, 2020):
 Gosok kedua telapak tangan hingga merata.
Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
Gosok ibu jari secara berputar, dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya.
Letakkan ujung jari kanan ke telapak tangan kiri, gosok memutar ke belakang dan kedepan, dan sebaliknya.
Pengukuran indikator tercapainya tujuan kegiatan dilakukan dengan cara memberikan pre-test secara lisan dengan cara memanggil 5 perwakilan anak sebagai sampel dari populasi dan memberikan mereka kesempatan untuk mempraktikkan kebiasaan mereka dalam mencuci tangan. Dari kelima perwakilan anak, hanya 1 anak yang sudah dapat mempraktikkan cara CTPS yang baik dan benar sehingga dapat dikatakan bahwa hanya 20% dari sampel populasi yang mengetahui cara CTPS yang baik dan benar. Post-test dilakukan setelah kegiatan sosialisasi berakhir dengan cara yang sama, yaitu dengan memanggil kembali 5 perwakilan anak sebagai sampel populasi dan memberikan mereka kesempatan untuk mempraktikkan CTPS sesuai dengan prosedur yang telah dijelaskan. Semua anak yang dipanggil dapat mempraktikkan CTPS dengan benar sehingga dapat dikatakan 100% dari sampel populasi sudah mengetahui prosedur CTPS.
Kenaikan persentase anak-anak yang mengetahui cara mencuci tangan sesuai dengan CTPS dari 20% menjadi 100% menunjukkan adanya perubahan pada tingkat pengetahuan populasi. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari kegiatan penyuluhan cara CTPS yang baik dan benar, yaitu untuk meningkatkan kesadaran anak-anak terkait pentingnya kebersihan tangan dan cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan benar telah tercapai. Namun, untuk memastikan bahwa anak-anak di lingkungan RT. 004 tetap menerapkan CTPS dalam kehidupannya sehari-hari, diperlukan edukasi yang terus menerus baik dari orang tua, guru, maupun dari pihak lainnya.
3. Sosialisasi dan Edukasi Pengolahan TOGA dengan Bantuan Brosur Pengolahan TOGA dan Pembagian Hasil Olahan TOGA
Hasil Kegiatan
Kegiatan sosialisasi dan edukasi pengolahan TOGA dengan bantuan brosur pengolahan TOGA dan pembagian hasil olahan TOGA dilakukan pada hari Rabu, 9 Agustus 2023 dan sasaran dari kegiatan ini adalah Ibu-ibu pengajian di Mushola Al-Barkah. Kegiatan dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi tentang pengolahan TOGA dengan menggunakan bantuan poster dan brosur disertai dengan pemberian contoh praktik pengolahan TOGA, dilanjutkan dengan pemberian sample berupa produk olahan TOGA kepada peserta sosialisasi; kegiatan berjalan dengan lancar.Â
Kegiatan sosialisasi pengolahan TOGA dilakukan sebagai upaya pemecahan masalah yang terdapat di RW. 006, yaitu masih kurang efektifnya pengolahan TOGA, misalnya beberapa masyarakat masih menggunakan TOGA dengan cara memetik dan memakannya secara langsung. Sosialisasi pengolahan TOGA melibatkan 3 jenis tanaman herbal yang banyak ditanam di lingkungan RW. 006, yakni jahe, kunyit, dan jeruk nipis.
Kegiatan sosialisasi dilanjutkan dengan pemberian contoh praktik pengolahan TOGA dengan memanfaatkan ketiga tanaman herbal tersebut. Berikut adalah langkah pengolahan TOGA yang didemonstrasikan:
Setelah dilakukan sosialisasi, tim PFS membagikan sample kepada peserta sosialisasi berupa hasil olahan TOGA yang terbuat dari jahe, kunyit, jeruk nipis, dan madu yang telah disiapkan dari hari sebelumnya.
Pengukuran indikator tercapainya tujuan kegiatan dilakukan dengan cara memberikan pre-test berupa kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan mengenai pengetahuan tentang TOGA. Setelah dilaksanakannya sosialisasi dan edukasi pengolahan TOGA, peserta sosialisasi diberikan post-test berupa kuesioner dengan pertanyaan yang sama dengan kuesioner awal. Dari kuesioner yang diberikan oleh tim PFS kepada peserta sosialisasi, didapatkan data sebagai berikut.Â
Dengan pertanyaan kuesioner sebagai berikut :Â
Apakah anda mengetahui tentang TOGA?
Apakah TOGA singkatan dari Tanaman Obat Keluarga?
Apakah TOGA merupakan bahan yang terbuat dari bahan herbal?
Apakah TOGA efektif digunakan sebagai pencegahan penyakit pada keluarga?
Apakah anda mengetahui langkah pengolahan TOGA yang baik?
Apakah anda pernah melihat tanaman obat di lingkungan tempat tinggal?
Apakah anda mengetahui salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat?
Apakah tanaman obat harus dicuci terlebih dahulu sebelum dikonsumsi?
Apakah Jeruk nipis dapat digunakan sebagai bahan obat untuk meredakan batuk?
Apakah Jahe dapat digunakan sebagai bahan obat untuk membantu mengurangi perut kembung atau mual?
Apakah Kunyit dapat digunakan sebagai bahan obat untuk mengurangi mual dan meredakan maag?
Apakah Madu dapat digunakan sebagai peningkat daya tahan tubuh?
Data yang didapatkan dari pertanyaan di atas, perbandingan responden yang mengetahui tentang TOGA sebelum dan sesudah sosialisasi berturut-turut adalah 13,33% dan 100%. Responden yang mengetahui tentang manfaat TOGA sebagai pencegah penyakit sebelum sosialisasi adalah 20%, sementara sesudah sosialisasi meningkat menjadi 100%. Tingkat pengetahuan responden terkait pengolahan TOGA meningkat dari 54% menjadi 100% setelah dilakukannya sosialisasi. Sebanyak 86% dari responden sudah mengetahui tentang jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai obat bahkan sebelum dilakukannya sosialisasi dan meningkat menjadi 96% setelah dilakukannya sosialisasi. Sebanyak 70% responden sudah mengetahui manfaat dari masing-masing TOGA yang digunakan pada saat demonstrasi (jahe, kunyit, dan jeruk nipis) sebelum dilakukannya sosialisasi, yang kemudian meningkat menjadi 100% setelah sosialisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi dan edukasi pengolahan TOGA berhasil mencapai tujuan program kerja, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait cara pengolahan TOGA yang baik dan benar.
4. Penyuluhan Swamedikasi dengan Narasumber Dosen Pembimbing disertai Cek Kesehatan Gratis
Hasil Kegiatan
Kegiatan penyuluhan swamedikasi dengan narasumber dosen pembimbing dan cek kesehatan gratis dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 Agustus 2023 dan sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat RW. 006 dan guru-guru SMK Bangun Nusantara. Kegiatan dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan dan diskusi terbuka dengan dosen pembimbing apt. Hermanus Ehe Hurit, S.Si., M.Farm. sebagai narasumber; kegiatan berjalan dengan lancar. Kegiatan dihadiri oleh ketua-ketua RT dan RW, masyarakat RW. 006, serta guru-guru SMK Bangun Nusantara.
Kegiatan penyuluhan swamedikasi dilakukan sebagai upaya pemecahan terhadap salah satu permasalahan di lingkungan RW. 006 yang terkait dengan rendahnya minat masyarakat dalam memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan. Berdasarkan survei awal berupa wawancara yang dilakukan pada 26 juli 2023 dengan ketua RW. 006, tim PFS mengetahui bahwa masih banyak masyarakat di lingkungan RW. 006 yang melakukan pengobatan secara mandiri (self-care), termasuk membeli dan memperoleh obat sendiri. Hal tersebut dapat menyebabkan beberapa permasalahan, misalnya terjadinya salah diagnosis, keterlambatan pengobatan, dan salah obat (salah jenis, salah dosis, salah rute, dsb.). Dengan begitu, edukasi terkait swamedikasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan terhadap masyarakat RW. 006.
Penyuluhan dan diskusi terbuka terkait swamedikasi yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat RW. 006 agar dapat memilih obat dengan tepat dan mengubah pola pikir mereka terkait pentingnya memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan lainnya. Akan tetapi, untuk mengubah pola perilaku masyarakat RW. 006 agar lebih sering memeriksakan diri ke dokter, diperlukan penyuluhan dan edukasi yang terus menerus dan berkelanjutan untuk membentuk suatu kebiasaan yang baru.
5. Sosialisasi Terkait DAGUSIBU untuk Siswa-siswi SMK Bangun Nusantara Tangerang
Hasil Kegiatan
Kegiatan sosialisasi terkait DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang) dilakukan pada hari Jumat, 11 Agustus 2023 di sekolah SMK Bangun Nusantara dan sasaran dari kegiatan ini adalah siswa-siswi farmasi kelas 10 SMK Bangun Nusantara. Kegiatan dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi  tentang DAGUSIBU dengan menggunakan bantuan materi dalam bentuk berupa power point; kegiatan berjalan dengan lancar.Â
Pengukuran indikator tercapainya tujuan kegiatan dilakukan dengan cara memberikan pre-test berupa kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan seputar topik DAGUSIBU obat. Setelah dilaksanakannya sosialisasi DAGUSIBU obat, peserta sosialisasi diberikan post-test berupa kuesioner dengan pertanyaan yang sama dengan kuesioner awal. Dari kuesioner yang diberikan oleh tim PFS kepada peserta sosialisasi, didapatkan data sebagai berikut.Â
Dengan pertanyaan kuesioner sebagai berikut :Â
Apakah anda sudah mengetahui DAGUSIBU?
Apakah DAGUSIBU singkatan dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, Buang?
Apakah Apotek merupakan tempat yang tepat untuk mendapatkan obat?
Apakah dari kemasan obat kita mendapatkan petunjuk penggunaan obat?
Obat diminum sebelum makan artinya obat diminum dalam keadaan perut kosong atau 1 jam sebelum makan?
Apakah obat yang harus diminum 3 kali sehari artinya obat harus diminum tiap 8 jam sekali?
Apakah obat antibiotik harus diminum sampai habis?
Apabila terjadi perubahan bau dan warna pada obat masih dapat dikonsumsi?
Apakah obat boleh terkena sinar matahari langsung?
Apakah obat sirup setelah dibuka masih dapat digunakan sampai batas kedaluwarsa?
Untuk obat dalam bentuk sediaan cair seperti sirup apakah boleh dibuang langsung ke tempat sampah?
Apakah obat dalam bentuk padat seperti pil boleh dibuang langsung tanpa menghancurkan isinya?
Data yang didapatkan dari pertanyaan di atas, perbandingan responden yang mengetahui tentang DAGUSIBU sebelum dan sesudah dilakukannya sosialisasi secara berturut-turut adalah 12% menjadi 98%. Sebanyak 96% responden yang mengetahui aspek "dapatkan" dalam DAGUSIBU obat bahkan sebelum dilakukannya sosialisasi, yang kemudian meningkat menjadi 100%. Responden yang mengetahui aspek "gunakan" dalam DAGUSIBU obat sebelum dilakukannya sosialisasi adalah sebanyak 50% responden dan setelah sosialisasi menjadi sebanyak 87%. Tingkat pengetahuan responden terkait aspek "simpan" dalam DAGUSIBU obat meningkat dari 42,67% menjadi 65,33% setelah dilakukannya sosialisasi. Responden yang mengetahui aspek "buang" dalam DAGUSIBU obat adalah 10%, sementara sesudah sosialisasi meningkat menjadi 74%. Adanya peningkatan yang signifikan pada persentase peserta sosialisasi yang menjawab kuesioner dengan benar menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada pola pikir peserta sosialisasi yang mengarah pada peningkatan pengetahuan terkait DAGUSIBU obat sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan tersebut telah berhasil mencapai tujuan program kerja, yaitu untuk menambah wawasan dan meningkatkan pemahaman siswa-siswi farmasi SMK Bangung Nusantara Tangerang terkait DAGUSIBU obat.
Kesimpulan :Â
Pelaksanaan Praktik Farmasi Sosial (PFS) Kelompok 5 pada tanggal 07 – 20 Agustus 2022 yang berlokasi di RW. 006, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang mendapatkan sambutan yang cukup baik dari masyarakat.
Selama pelaksanaan program kegiatan, mahasiswa dapat terjun langsung dalam masyarakat, selain itu mahasiswa maupun masyarakat juga dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih banyak. Selama pelaksanaan program kegiatan kami melakukan pendekatan langsung dengan warga, hal ini dilakukan dengan tujuan sosialisasi yang diinginkan antara mahasiswa PFS dengan penduduk setempat dapat tercapai.
Saran :Â
Program kerja penyuluhan swamedikasi yang telah dilaksanakan tim PFS di wilayah RW. 006 kelurahan Ketapang hanya dapat mengubah pola pikir masyarakat terkait swamedikasi sehingga diperlukan penyuluhan swamedikasi yang terulang dan berkelanjutan untuk mengubah pola perilaku masyarakat sehingga meningkatkan minatnya untuk memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan lain dan mengurangi perilaku self-medication (pengobatan mandiri) yang berpotensi menyebabkan kesalahan pengobatan.
Link Akun Instagram : https://instagram.com/pfsueu_05?igshid=MzRlODBiNWFlZA==
Link Vidio Kegiatan : https://youtu.be/qc2ydNYrMAc?feature=shared
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H