Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, setiap pemukiman warga harus memiliki tempat sampah yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Direktorat Pengelolaan Sampah, 2020). Namun, tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah optimal tempat sampah dalam pemukiman warga.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW. 006, tim PFS mengetahui bahwa sistem pembuangan sampah di lingkungan RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang tidak menerapkan pemisahan antara sampah organik dan non organik disertai dengan belum adanya upaya pengolahan sampah. Permasalahan lain terdapat pada sistem retribusi/pemungutan sampah rumah di lingkungan RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang hanya dilakukan oleh 2 rekanan ketua RW setempat dengan sistem tagihan iuran.Â
Banyak masyarakat yang tidak mau membayar iuran retribusi sampah tersebut dan lebih memilih untuk menimbun sampah di pekarangan rumahnya, membakarnya sendiri, atau membuangnya tidak pada tempat yang seharusnya. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kemampuan ekonomi masyarakat RW. 006 dan proses pemungutan sampah yang memakan waktu yang lama. Akibatnya, sampah yang dibakar dapat menyebabkan polusi udara dan sampah yang tertimbun dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah
Permasalahan kedua yaitu kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan tangan dan kurangnya pengetahuan cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan benar, terutama pada kalangan anak-anak membuat permasalahan PHBS menjadi salah satu tujuan dari program PFS.Â
Perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga, dengan memberikan informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, serta perilaku sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat. Melalui PHBS diharapkan masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalah sendiri dan dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo S, 2007). Sehingga, dengan dilakukan sosialisasi cara mencuci tangan yang benar dapat meningkatkan pemahaman dan kebiasaan cuci tangan di masyarakat.
Permasalahan ketiga yakni cara pengolahan TOGA (Tanaman Obat Keluarga) masyarakat RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang yang masih kurang efektif. Berdasarkan pengamatan lingkungan dan hasil wawancara dengan ketua RW. 006, tim PFS mengetahui bahwa masyarakat di lingkungan RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang sudah banyak menanam TOGA di halaman rumahnya dan bahkan sudah menggunakannya untuk mengobati berbagai penyakit yang dialaminya.Â
Akan tetapi, cara pengolahan dan penggunaan yang diterapkan masih sangat tradisional dan kurang higienis, misalnya beberapa masyarakat yang masih mengkonsumsi TOGA seperti daun sirih dengan cara langsung memakannya tanpa membersihkannya atau merebusnya terlebih dahulu. Oleh sebab itu, tim PFS juga akan memfokuskan tujuan program PFS pada permasalahan pengolahan TOGA tersebut.
Permasalahan terakhir terletak pada rendahnya minat masyarakat dalam memeriksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara, tim PFS mendapatkan informasi bahwa masih banyak masyarakat RW. 006, Ketapang, Kec. Cipondoh, Kota Tangerang yang tidak berminat memeriksakan kesehatan ke dokter atau fasilitas meskipun sudah tersedia fasilitas kesehatan seperti klinik dokter dan puskesmas di daerah Kelurahan Ketapang.Â
Masih banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi dan menggunakan obat yang belum tentu sesuai dengan diagnosis. Swamedikasi merupakan bagian dari self-care dimana merupakan, usaha pemilihan dan penggunaan obat bebas oleh individu untuk mengatasi gejala atau sakit yang disadarinya (WHO, 1998). Swamedikasi hanya terbatas pada gejala penyakit yang disadari dan tidak efektif terhadap penyakit-penyakit yang sulit dideteksi.
Permasalahan ini merupakan permasalahan terbesar karena swamedikasi yang salah dapat menyebabkan kesalahan diagnosis penyakit, keterlambatan dalam mencari pengobatan yang diperlukan sehingga penyakit dapat menjadi lebih berat, cara pemberian yang salah, dan dosis yang salah (Ahmed et al., 2020). Ketersediaan obat-obatan dengan mudah tanpa resep dokter menjadi faktor utama yang bertanggung jawab atas penggunaan obat-obatan yang tidak rasional dalam swamedikasi (Pagane et al., 2007).
Dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang melakukan swamedikasi, maka cara perolehan, penggunaan, dan penyimpanan obat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Terkait dengan hal ini, di RW. 006 terdapat SMK yang memiliki jurusan farmasi, yaitu SMK Bangun Nusantara Tangerang. Tim ini bertekad memberikan sosialisasi DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang) obat kepada para siswa-siswi yang sedang menempuh pendidikan di jurusan farmasi SMK Bangun Nusantara Tangerang.Â