Mohon tunggu...
Verlyta Iskandar
Verlyta Iskandar Mohon Tunggu... -

vamos

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK Jangan Dibuat Batu Loncatan

13 Mei 2014   22:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:32 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abraham Samad, pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 47 tahun lalu itu kini sedang menjadi buah bibir pemberitaan. Semua berawal dari masuknya sosok ini sebagai salah satu orang yang bakal menjadi pendamping Jokowi nanti di Pilpres. Seperti kita ketahui bersama, Gubernur DKI Jakarta ini telah ditetapkan partainya seblum Pileg lalu menjadi bakal calon presiden. Kini, publik menunggu siapa kira-kira nama yang akan mendampinginya kelak di kontestasi Juli mendatang. Laki-laki yang kini menjadi Ketua KPK itu menjadi salah satu nama yang diperhitungkan oleh PDIP untuk menjadi calon wakil presiden mendatang.

Pada tanggal 3 Desember 2011 melalui voting pemilihan Ketua KPK oleh 56 orang dari unsur pimpinan dan anggota Komisi III asal sembilan fraksi DPR, Abraham mengalahkan Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja. Abraham memperoleh 43 suara, Busyro Muqoddas 5 suara, Bambang Widjojanto 4 suara, Zulkarnain 4 suara, sedangkan Adnan 1 suara. Ia dan jajaran pimpinan KPK yang baru saja terpilih, resmi dilantik di Istana Negara oleh Presiden SBY pada tanggal 16 Desember 2011.

Perdebatan soal laik tidaknya seorang Samad menjadi cawapres tentunya membuahkan polemik. Ada yang beranggapan sebaiknya Samad mengumumkan dengan resmi bahwa dia tidak bersedia dengan alasan akan tetap melanjutkan karir di KPK. Di pihak lain tentunya yang setuju dirinya maju mendampingi Jokowi adalah saatnya Samad membuktikan diri menjadi cawapres yang diharapkan publik akan membuat hukum makin adil di negeri ini.

Meski demikian, Samad belum juga menanggapi kebenaran kabar itu. Padahal, Jokowi secara terang-terangan menyebut bila cawapres-nya berasal dari Makassar. Samad dikonfirmasi kebenaran tersebut dia belum mau memberikan kepastiannya. Namun, Samad mengisyaratkan lembaga yang dipimpinnya saat ini tidak tergantung pada dirinya. Seperti diberitakan, munculnya nama Samad jadi Cawapres Jokowi lantaran adanya permintaan dari Jokowi sendiri dan beberapa pihak PDIP. Namaun baik Samad, Jokowi atau pihak PDIP sendiri belum mengumumkan secara resmi siapa cawapresnya.

Saya berpendapat sebaiknya Samad berkonsentrasi saja menyelesaikan tugasnya di KPK yang tinggal setahun lagi. Banyak pekerjaan rumah dengan berbagai kasus yang ditangani dan ribuan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang mesti dituntaskan. Artinya, dengan kekuatan lima pimpinan saja KPK sebenarnya kewalahan, bagaiman kalau kemudian Samad keluar KPK dan menerima pinangna Jokowi otomatis dia mundur dari KPK. Konsentrasi dan perhatian komisioner KPK mesti dicurahkan semua disini. Samad pun tidak boleh terlalu sombong dengan popularitasnya saat ini sebagai Ketua KPK yang telah melakukan banyak sekali pengungkapan kasus-kasus dan orang-orang besar yang diduga korupsi. Bagaimana pun itu terjadi bukan karena Samad seorang tapi karena jerih payah penyidik KPK.

Jadi, Samad tidak boleh menjadikan KPK sebagai batu loncatan untuk meniti karir yang lebih tinggi. Hal demikian akan berdampak pada tindakannya yang tidak etis. Tidak hanya itu, publik harus tahu bahwa Samad banyak membuat janji kepada publik via seleksi menjadi anggokta KPK waktu ditu du DIPR. Diantaranya adalah bila dalam setaun dia tidak mampu membawa KPK mengungkap kasus besar dia akan mengundurkan diri. Ingat janji itu terlewati oleh Samad, dia baru bisa berhasil menuntaskan janjinya setelah satu tahun setengah menjabat.

Belum lagi kontroversi Sprindik palsu yang dibocorkan oleh orangnya Samad waktu itu terhadap sebuah kasus. Hal itu pastinya Samad tahu dan sepantasnya Samad hari itu diberhentikan oleh Komite Etik KPK karena dia melanggar. Tapi ya karena nafsu kekuasaan yang besar membuat Samad bergeming tidak merasa melakukan kesalahan. Padahal publik sudah tahu kalau Samad melangar kala itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun