Mohon tunggu...
Verlandi Putra
Verlandi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Film

Mengupas Keunikan Monster: Film Thriller Eksperimental Tanpa Dialog

27 Mei 2024   19:00 Diperbarui: 27 Mei 2024   19:05 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.instagram.com/p/CzgHmHUPsMW/?utm_source=ig_web_button_share_sheet 

Dalam dunia perfilman Indonesia yang seringkali didominasi oleh genre horor dan romansa, jarang sekali kita menemukan film thriller yang berani keluar dari jalur mainstream. Namun, sutradara Rako Prijanto tampaknya ingin mengubah narasi tersebut dengan film terbarunya, Monster. Film ini mengambil konsep yang cukup eksperimental, yakni meminimalkan dialog hingga hampir tidak ada.

Memang, ide untuk membuat film tanpa dialog bukanlah hal baru dalam dunia sinema. Karya-karya ikonik seperti A Quiet Place dan 2001: A Space Odyssey telah lebih dulu bereksperimen dengan pendekatan ini. Namun, Monster tampaknya belum sepenuhnya berhasil menangkap esensi dan urgensi di balik minimalisasi dialog tersebut.

Monster mengisahkan dua anak kecil, Alana (diperankan oleh Anantia Kirana) dan Rabin (diperankan oleh Sultan Hamonongan), yang diculik dan disekap oleh seorang pria misterius bernama Jack (diperankan oleh Alex Abad). Dalam situasi yang mengerikan ini, Alana berhasil melarikan diri dan berusaha menyelamatkan Rabin dari cengkeraman Jack.

Meskipun premisnya sederhana, film ini berusaha menciptakan ketegangan dan suspense dengan meminimalkan dialog dan lebih mengandalkan ekspresi wajah, gerakan tubuh, serta elemen-elemen sinematik lainnya.

Salah satu aspek yang paling menonjol dalam Monster adalah akting tanpa dialog yang dilakukan oleh para pemainnya, terutama Anantia Kirana sebagai Alana. Dalam banyak adegan, Kirana berhasil menghidupkan karakternya melalui ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang meyakinkan. Ketakutan, kecemasan, dan ketegangan yang dialami Alana tersampaikan dengan baik melalui akting non-verbal Kirana.

Namun, di sisi lain, minimalisasi dialog juga menimbulkan beberapa masalah. Pada beberapa momen, justru terasa janggal ketika karakter-karakter tidak mengeluarkan sepatah kata pun, padahal situasinya seolah menuntut adanya percakapan atau reaksi verbal.

Misalnya, ada adegan di mana Alana seharusnya berteriak meminta tolong atau memanggil nama seseorang, tetapi ia hanya diam saja. Hal ini mengurangi kesan realistis yang seharusnya dibangun oleh sebuah film thriller.

Meskipun terdapat kekurangan dalam pengembangan cerita dan minimalisasi dialog, Monster tampil dengan sinematografi yang cukup mengesankan. Sutradara Rako Prijanto berhasil menciptakan berbagai shot yang kreatif dan dinamis, mulai dari drone shots hingga penggunaan refleksi air.

Angle kamera yang beragam dan penggunaan cahaya yang efektif membantu membangun suasana tegang dan mencekam. Adegan-adegan di mana Alana bersembunyi dari Jack menjadi lebih menegangkan berkat sinematografi yang solid.

Namun, di sisi lain, keputusan untuk menggunakan sedikit sekali dialog juga membuat aspek suara menjadi sangat penting. Film ini harus mengandalkan desain suara dan scoring yang kuat untuk membangun ketegangan dan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh minimnya dialog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun