Mohon tunggu...
Verlandi Putra
Verlandi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurikulum Merdeka, Antara Mimpi dan Mimpi Buruk

10 Oktober 2023   11:01 Diperbarui: 10 Oktober 2023   12:05 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kurikulum Merdeka. Dua kata yang mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Kurikulum ini digadang-gadang sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini juga diklaim sebagai salah satu bentuk inovasi dan revolusi dalam dunia pendidikan. Namun, apakah Kurikulum Merdeka benar-benar memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sesuai minat dan bakat mereka? Ataukah sebaliknya, Kurikulum Merdeka justru menindas siswa dengan memaksakan standar yang tidak realistis dan tidak sesuai dengan kondisi nyata di Indonesia?

Apa itu Kurikulum Merdeka?

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang pro dan kontra Kurikulum Merdeka, ada baiknya kita mengenal lebih dulu apa itu Kurikulum Merdeka. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan mereka. Kurikulum ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan abad 21, seperti berpikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi, dan berkreasi.

Kurikulum Merdeka dibagi menjadi dua jenis, yaitu kurikulum inti dan kurikulum pilihan. Kurikulum inti adalah kurikulum yang wajib dipelajari oleh semua siswa, meliputi mata pelajaran agama, Pancasila, bahasa Indonesia, bahasa asing, matematika, IPA, IPS, seni budaya, olahraga, dan kewirausahaan. Kurikulum pilihan adalah kurikulum yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minat dan bakat mereka. Ada empat bidang pilihan yang ditawarkan, yaitu saintek (sains dan teknologi), soshum (sosial dan humaniora), bahasa (termasuk bahasa daerah), dan vokasi (kejuruan).

Kurikulum Merdeka juga mengubah sistem penilaian dari angka menjadi huruf. Penilaian huruf ini bertujuan untuk menghilangkan stigma negatif terhadap nilai rendah dan mengedepankan aspek proses belajar daripada hasil belajar. Penilaian huruf ini terdiri dari empat kategori, yaitu A (sangat baik), B (baik), C (cukup), dan D (kurang).

Mengapa Kurikulum Merdeka Tidak Sesuai dengan Realita di Indonesia?

Setelah mengetahui apa itu Kurikulum Merdeka, kita mungkin akan bertanya-tanya, apa yang salah dengan kurikulum ini? Bukankah kurikulum ini sudah sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan siswa? Sayangnya, jawabannya tidak semudah itu. Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Merdeka tidak sesuai dengan realita di Indonesia. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Kurangnya Kesiapan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia

Salah satu syarat utama untuk menerapkan Kurikulum Merdeka adalah kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia. Infrastruktur yang dimaksud meliputi fasilitas belajar, peralatan, buku, dan teknologi. Sumber daya manusia yang dimaksud meliputi guru, kepala sekolah, pengawas, dan orang tua. Sayangnya, kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia di Indonesia masih sangat rendah.

Menurut data dari Kemendikbud tahun 2022, masih ada sekitar 17.000 sekolah yang belum memiliki listrik, 40.000 sekolah yang belum memiliki akses internet, dan 50.000 sekolah yang belum memiliki laboratorium. Selain itu, masih ada sekitar 300.000 guru yang belum memiliki sertifikat pendidik, 400.000 guru yang belum memiliki kualifikasi sarjana, dan 500.000 guru yang belum memiliki kompetensi sesuai dengan bidang pilihan.

Dengan kondisi seperti ini, bagaimana mungkin Kurikulum Merdeka dapat berjalan dengan baik? Bagaimana mungkin siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakat mereka, jika sekolah tidak memiliki fasilitas dan peralatan yang memadai? Bagaimana mungkin siswa dapat mengembangkan keterampilan abad 21, jika guru tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai? Bagaimana mungkin siswa dapat mendapatkan penilaian yang objektif dan akurat, jika sistem penilaian masih bergantung pada subjektivitas guru?

2. Kurangnya Keterlibatan dan Dukungan dari Orang Tua

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan Kurikulum Merdeka adalah keterlibatan dan dukungan dari orang tua. Orang tua memiliki peran yang sangat besar dalam membimbing, mengarahkan, dan mendukung anak-anak mereka dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakat mereka. Orang tua juga memiliki peran yang sangat besar dalam memberikan motivasi, dorongan, dan apresiasi kepada anak-anak mereka dalam proses belajar.

Sayangnya, keterlibatan dan dukungan dari orang tua di Indonesia masih sangat rendah. Menurut survei dari Lembaga Penelitian SMERU tahun 2021, hanya sekitar 30% orang tua yang terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar anak-anak mereka. Sebagian besar orang tua masih menganggap bahwa pendidikan adalah tanggung jawab sekolah dan guru saja. Selain itu, banyak orang tua yang masih memiliki pandangan tradisional tentang pendidikan, yaitu mengutamakan nilai angka daripada nilai huruf, mengutamakan bidang saintek daripada bidang lainnya, dan mengutamakan perguruan tinggi negeri daripada perguruan tinggi swasta.

Dengan kondisi seperti ini, bagaimana mungkin Kurikulum Merdeka dapat berjalan dengan baik? Bagaimana mungkin siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakat mereka, jika orang tua tidak memberikan bimbingan dan arahan yang tepat? Bagaimana mungkin siswa dapat mengembangkan keterampilan abad 21, jika orang tua tidak memberikan motivasi dan dorongan yang cukup? Bagaimana mungkin siswa dapat mendapatkan penilaian yang adil dan transparan, jika orang tua tidak memberikan apresiasi dan penghargaan yang layak?

3. Kurangnya Kesadaran dan Kemandirian dari Siswa

Salah satu tujuan utama dari Kurikulum Merdeka adalah meningkatkan kesadaran dan kemandirian dari siswa. Kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran akan potensi diri, minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Kemandirian yang dimaksud adalah kemandirian dalam belajar, bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang dibuat oleh siswa, dan berani menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh siswa.

Sayangnya, kesadaran dan kemandirian dari siswa di Indonesia masih sangat rendah. Menurut studi dari UNESCO tahun 2020, hanya sekitar 40% siswa Indonesia yang memiliki kesadaran diri yang baik. Sebagian besar siswa Indonesia masih bingung tentang apa yang mereka sukai, apa yang mereka bisa, dan apa yang mereka inginkan. Sebagian besar siswa Indonesia masih mengikuti arus dan tekanan dari lingkungan sekitar, seperti sekolah, guru, orang tua, teman, dan media. Selain itu, banyak siswa Indonesia yang masih bergantung pada bantuan dan arahan dari orang lain. Mereka kurang berinisiatif, kreatif, dan inovatif dalam belajar. Mereka juga kurang berani, percaya diri, dan mandiri dalam mengambil keputusan.

Dengan kondisi seperti ini, bagaimana mungkin Kurikulum Merdeka dapat berjalan dengan baik? Bagaimana mungkin siswa dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakat mereka, jika mereka tidak memiliki kesadaran diri yang baik? Bagaimana mungkin siswa dapat mengembangkan keterampilan abad 21, jika mereka tidak memiliki kemandirian yang baik? Bagaimana mungkin siswa dapat mendapatkan penilaian yang bermakna dan berdampak, jika mereka tidak memiliki motivasi dan tujuan yang jelas?

Bagaimana Solusi untuk Mengatasi Masalah Kurikulum Merdeka?

Setelah mengetahui beberapa alasan mengapa Kurikulum Merdeka tidak sesuai dengan realita di Indonesia, kita mungkin akan bertanya-tanya, apa solusi untuk mengatasi masalah ini? Apakah kita harus menolak atau menerima Kurikulum Merdeka? Apakah kita harus kembali ke kurikulum lama atau mencari kurikulum baru? Jawabannya tidak semudah itu. Tidak ada kurikulum yang sempurna dan cocok untuk semua situasi. Yang ada adalah kurikulum yang terus berkembang dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.

Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi masalah Kurikulum Merdeka adalah dengan melakukan evaluasi dan revisi secara berkala dan komprehensif. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi yang melibatkan semua pihak yang terkait dengan pendidikan, seperti siswa, guru, orang tua, akademisi, praktisi, pemerintah, dan masyarakat. Evaluasi ini harus dilakukan dengan menggunakan metode yang ilmiah, objektif, dan transparan. Revisi yang dimaksud adalah revisi yang mengakomodasi masukan dan saran dari semua pihak yang terlibat dalam evaluasi. Revisi ini harus dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang demokratis, partisipatif, dan inklusif.

Dengan melakukan evaluasi dan revisi secara berkala dan komprehensif, kita dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari Kurikulum Merdeka. Kita dapat mempertahankan kelebihan-kelebihan tersebut dan memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. Kita dapat membuat Kurikulum Merdeka menjadi lebih relevan, efektif, dan efisien. Kita dapat membuat Kurikulum Merdeka menjadi lebih merdeka dari penindasan.

Penutup

Kurikulum Merdeka adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini memiliki visi yang mulia dan misi yang besar. Namun, Kurikulum Merdeka juga memiliki tantangan yang berat dan masalah yang kompleks. Kurikulum Merdeka bukanlah mimpi yang mudah diwujudkan. Kurikulum Merdeka juga bukanlah mimpi buruk yang harus dihindari.

Kurikulum Merdeka adalah sebuah proses yang harus dijalani dengan penuh kesadaran dan kemandirian. Proses ini membutuhkan kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia. Proses ini membutuhkan keterlibatan dan dukungan dari orang tua. Proses ini membutuhkan evaluasi dan revisi secara berkala dan komprehensif. Hanya dengan begitu, kita dapat membuat Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum yang benar-benar merdeka.

Saya harap artikel ini dapat memberikan informasi dan inspirasi bagi Anda. Terima kasih telah membaca artikel ini sampai habis. Jika Anda memiliki pendapat atau pertanyaan tentang Kurikulum Merdeka, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Saya akan senang mendengar dari Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun