STOVIA menerapkan lingkungan pendidikan yang sangat disiplin dan ketat, di mana siswa diharuskan mematuhi berbagai aturan yang diberlakukan. Kehidupan sehari-hari siswa diatur dengan sangat terstruktur, mulai dari waktu belajar, waktu istirahat, hingga waktu makan. Ini bertujuan untuk membentuk karakter yang kuat dan disiplin di antara para siswa, yang dianggap penting untuk profesi kedokteran.
Selain itu, para siswa STOVIA juga diharapkan memiliki etika kerja yang tinggi dan kepatuhan terhadap standar profesional dalam praktik kedokteran. Disiplin ini bukan hanya diterapkan dalam kegiatan akademis, tetapi juga dalam kehidupan sosial siswa di asrama, yang menjadi bagian integral dari pembentukan mentalitas mereka sebagai dokter masa depan.
5. Peran STOVIA dalam Pergerakan Nasional
STOVIA tidak hanya menjadi tempat pendidikan bagi calon dokter, tetapi juga menjadi tempat di mana ide-ide nasionalisme dan kemerdekaan mulai tumbuh dan berkembang. Banyak alumni STOVIA yang kemudian menjadi tokoh penting dalam pergerakan nasional Indonesia, seperti dr. Soetomo yang mendirikan Budi Utomo, organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia.
Sebagai tempat bertemunya para pemuda dari berbagai daerah di Nusantara, STOVIA menjadi wadah diskusi dan pertukaran ide yang kemudian memunculkan kesadaran akan pentingnya persatuan dan kemerdekaan. Hal ini menjadikan STOVIA tidak hanya berperan dalam bidang kesehatan, tetapi juga dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
6. Kontribusi STOVIA terhadap Kesehatan Masyarakat
Selain mendidik para dokter, STOVIA juga berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di Hindia Belanda. Para siswa sering kali terlibat dalam program-program kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial, seperti kampanye pencegahan penyakit menular, layanan kesehatan gratis, dan program imunisasi.
Lulusan STOVIA juga banyak yang memilih untuk kembali ke daerah asal mereka dan membuka praktik medis di daerah yang terpencil, sehingga memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan akses layanan kesehatan di berbagai pelosok Nusantara. Ini menunjukkan bahwa pendidikan di STOVIA tidak hanya berfokus pada penguasaan ilmu, tetapi juga pada penerapan praktis yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
7. Transformasi STOVIA menjadi Fakultas Kedokteran UI
Pada tahun 1927, STOVIA ditutup dan kemudian digantikan oleh Geneeskundige Hoogeschool (GHS) yang merupakan sekolah kedokteran pertama di Hindia Belanda dengan tingkat pendidikan yang setara dengan universitas di Belanda. GHS ini kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), yang saat ini menjadi salah satu institusi pendidikan kedokteran terkemuka di Indonesia.
Transformasi STOVIA menjadi GHS menandai langkah maju dalam pengembangan pendidikan kedokteran di Indonesia. Meskipun STOVIA telah bertransformasi, warisan dan pengaruhnya tetap hidup melalui Fakultas Kedokteran UI, yang terus melahirkan tenaga medis berkualitas yang berperan penting dalam sistem kesehatan Indonesia.