Khalayak cenderung membaca berita dari media sosial. Jika dikaitkan dengan hasil survei APJII sebelumnya, data menunjukkan bahwa 89,9 juta (67,8%) orang menggunakan telepon pintar (smartphone) untuk mengakses internet. Tingginya angka penggunaan smartphone mungkin menjadi salah satu faktor besarnya jumlah pengguna media sosial, dalam hal ini jejaring sosial.
Keberadaan jejaring sosial memberikan peluang bagi jurnalis untuk mengetahui apa yang ingin dilihat oleh masyarakat. Melalui jejaring sosial, jurnalis bisa mendapatkan umpan balik (feedback) dari khalayak.Â
Khalayak dapat memberikan masukan atau komentar di kolom komentar yang telah disediakan. Khalayak juga cenderung lebih memilih informasi yang disediakan secara gratis di jejaring sosial (Wendratama, 2017).
Dengan begitu, sebelum jurnalis mengumpulkan informasi untuk dijadikan berita, jurnalis melakukan monitoring jejaring sosial terlebih dahulu. Monitoring dilakukan untuk mendapatkan informasi atau isu yang hangat di masyarakat. Dikutip dari TribunJogja.com, hasil Riset Indonesian Journalist Tchnographics Report menunjukkan bahwa 50 persen dari 362 responden mengakui menemui ide pembuatan berita dari jejaring sosial.
Tantangan di eara digital memunculkan berbagai inovasi dan ragam penyajian konten. Perusahaan media pun kini mulai merambah jejaring sosial. Hampir semua perusahaan media memiliki akun resmi di berbagai jejaring sosial.
Jurnalis kemudian menggunakan jejaring sosial sebagai media untuk menyebarluaskan konten berita. Konten berita tersebut dapat berupa teks, foto, video dan gabungan dari ketiganya. Sebagai contoh yaitu akun Twitter Kompas.com yang kini memiliki lebih dari enam juta pengikut serta akun Instagram Tribunnews.com dengan lebih dari 500 ribu pengikut.
Karakter khalayak di jejaring media juga turut memengaruhi produksi konten berita. Karena karakter yang terbatas di jejaring sosial seperti Twitter, Instagram dan Facebook, kerap kali konten di dalamnya berisi informasi yang singkat.Â
Kecenderungan khalayak jejaring sosial mengonsumsi konten yang singkat dan padat membuat konten tersebut hanya dianggap sebagai "makanan ringan" atau "snacks". Snacks bukan sesuatu yang bersifat wajib atau berat, maka untuk mendapat perhatian khalayak snacks harus dibuat dengan unik, berbeda dan eye-catching.