Paskah merupakan perayaan tradisi dalam Kekristenan sejak mula-mula. Paskah bukan hanya terbatas pada perayaan gerejawi, tetapi peringatan akan pengorbanan Kristus Yesus di kayu salib yang selanjutnya bangkit pada hari ketiga. Makna paskah bagi orang percaya adalah kematian Kristus Yesus karena dosa satu kali untuk selamanya dan kemenangan--Nya atas maut melalui kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Perayaan paskah kerap kali menjadi hari yang sangat mengesankan bagi orang percaya, dimana Kristus Yesus harus menderita dan mati karena dosa yang tidak sama sekali Ia lakukan.
Kebangkitan-Nya dari antara orang mati membawa harapan yang baru dalam makna paskah, sehingga hari raya paskah menjadi hari yang istimewa bagi orang percaya. Hal ini nampak dalam populasi jemaat yang hadir untuk beribadah kepada Tuhan pada hari paskah, terlepas dari dari bersungguh-sungguh atau tidaknya mereka.Akan tetapi, beberapa tahun terakhir ini, perayaan paskah penuh dengan tantangan, baik dari sisi jemaat maupun perayaannya akibat Covid-19. Sebab sampai tahun 2022 ini, dunia tengah menghadapi wabah Covid-19.
Akibatnya, terjadi peningkatan pengangguran serta langkanya beberapa kebutuhan pokok, misalnya saja minyak goreng. Diantara orang-orang yang terkonfrmasi Covid-19, tidak sedikit juga mereka adalah orang-orang percaya. Akibatnya, mereka tidak dapat merayakan paskah bersama-sama keluarga dan kerabatnya. Bahkan diantara orang-orang yang kehilangan pekerjaan terdapat juga orang-orang percaya. Sehingga Covid-19 telah menyebabkan penderitaan bagi semua orang, tanpa memandang golongan dan kepercayaan.
Dengan kata lain, orang-orang percaya merayakan paskah di tahun ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.Persekutuan gereja-gereja di Indonesia (PGI) memberikan tema paskah tahun ini: "tak terpisahkan dari kasih Allah (bdg. Roma 8:38-39)." Dalam keadaan yang tidak baik-baik saja akibat pandemi saat ini, bagaimanakah tema ini dapat dipahami serta dihayati maknanya? Mengapakah Alkitab dalam hal ini melalui PGI mengatakan "tak terpisahkan dari kasih Allah?" meskipun kehidupan orang percaya berada di fase sulit akibat Pandemi? Ada tiga jawaban yang dapat memberikan pemahaman bagi kita terkait alasan bagaimana tema ini dapat dipahami dan dihayati serta mengapa orang percaya tidak dapat dipisahkan dari kasih Allah.
Â
1. Roh membantu kita dalam kelemahan (26)
Jemaat Roma merupakan jemaat yang berdiri secara mandiri, tanpa pelayanan misi langsung oleh para rasul seperti jemaat-jemaaat yang lain pada umumnya. Agaknya, jemaat Roma merupakan hasil dari pengabaran Injil oleh para pendatang Roma pada perayaan Pentakosta (Kis. 2:10). Adapun tujuan surat ini adalah usaha Paulus untuk menggantikan kunjungan langsungnya (tatap muka). Paulus hendak menjadikan jemaat Roma sebagai pusat pelayanannya. Roma sendiri merupakan kota yang menjadi pusat politik kekaisaran Romawi. Kondisi kekaisaran Romawi pada waktu surat ini ditulis adanya kecenderungan penyembahan kepada kaisar. Dengan kondisi ini, sangat mungkin bila orang percaya Roma menghadapi tantangan dalam iman mereka kepada Kristus.
Paulus mendoktrinisasi mereka melalui pengalaman pribadinya dalam pelayanan yang penuh tantangan dan penganiayaan. Ia mengungkapkan bahwa pembenaran dalam Kristus menjadikan orang-orang percaya hidup dalam Roh yang menghantarkan mereka pada hak istimewa, yakni menjadi "anak-anak Allah (8:14-15)."
Melalui pengalaman pribadinya, Paulus menyakinkan jemaat bahwa "penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan...(18)." Paulus memberikan kepastian kepada orang percaya akan pengharapan tersebut, bahwa "Roh yang akan membantu kita dalam kelemahan kita...Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan (26)." Jadi, orang-orang percaya yang telah dibenarkan dalam Kristus Yesus memperoleh hak untuk menjadi anak-anak Allah (bnd. Yoh. 1:12). Mereka yang telah percaya kepada Kristus Yesus, Roh Allah diam di dalam mereka untuk membantu mereka tetap kuat menghadapi penderitaan sambil menantikan pengharapan akan kemuliaan bersama dengan Anak Allah (Kritus Yesus). Paulus meneguhkan pengharapan tersebut dengan ungkapan: "Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga yang dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya (30)." Artinya, Roh yang diam di dalam diri orang percaya akan menjaga iman serta pengharapan mereka, memimpin mereka untuk berdoa, bahkan kepada doa yang tidak terucapkan oleh bibir. Roh akan menolong orang percaya berdoa dalam kesesakan yang mereka alami.
Hal tersebut di atas, dialami oleh seorang ibu yang ditinggal anak-anaknya untuk bersekolah. Ibu ini terus-menerus mengkhawatirkan anak-anaknya. Hal tersebut membawa sang ibu menjadi dekat dengan Tuhan. Setiap saat sang ibu selalu mendoakan anak-anaknya, sekalipun ia tidak dapat berbicara dalam bahasa Indonesia, lantaran sang ibu tidak pernah mengenyam pendidikan. Sang ibu berdoa sesuai dengan imannya, walaupun kalimat-kalimat yang diucapkannya kerap kali tidak dipahami oleh orang yang lain. Hasilnya, Tuhan menjawab doa-doa ibu yang terbatas ini, yakni dengan tetap menjaga anak-anaknya sesuai dengan yang ibu itu harapkan. Dari kisah ini, kita diajarkan bahwa kelemahan dalam berdoa tidak dapat menutup berkat serta relasi dengan Allah. Sebab sekalipun doa tidak disampaikan dengan kalimat yang indah, namun doa-doa tersebut akan tetap sampai kepada Allah. Sebab Roh yang di dalam diri orang percaya membantu mereka untuk berdoa kepada Allah. Itulah sebab dengan percaya kita berkata dalam doa: Allah mengetahui keperluan kita melebihi yang kita minta. Â
2. Allah turut bekerja dalam segala sesuatu (28)
Hal selanjutnya yang membuat orang percaya tidak dapat dipisahkan dari kasih Allah adalah keikutsertaan Allah untuk bekerja dalam segala sesuatu. Dalam KBBI, bekerja berarti "kegiatan melakukan sesuatu." Berdasarkan arti kata tersebut, maka kita mengetahui bahwa Allah turut melakukan segala sesuatu "untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (28)." Dalam suatu peristiwa, ketika orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus akibat melakukan pekerjaan penyembuhan pada hari sabat, "...berkata: Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga (Yoh. 5:15-16)." Dalam kalimat tersebut, secara tersirat Yesus hendak mengatakan bahwa Allah tidak pernah berhenti bekerja. Dengan kata lain, kegiatan Allah yang bekerja itu bersifat kontinu. Khususnya bagi mereka yang mengasihi-Nya, Allah selalu bekerja mendatangkan kebaikan. Frasa mengasihi Allah berarti taat dan berpegang pada perintah-Nya, seperti yang Tuhan Yesus katakan: "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku,...(Yoh. 14:21)."Â
Jika Allah turut bekerja mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang memegang perintah-Nya dan melakukan-Nya, maka tidak seorangpun dari mereka yang akan kehilangan kasih Allah. Sejarah kelam bangsa Israel dalam pembuangan ke Babel membuktikan pekerjaan Allah bagi 'anak-anak-Nya', bahwa Allah tetap menyertai mereka dan memberikan pengharapan dihari depan mereka. Seperti firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yer. 29:11)." Bahwa Allah merancangkan "damai sejahtera" kepada milik kepunyaan-Nya dan domba gembalaan-Nya, sekalipun mereka harus mengalami penderitaan di Babel untuk sementara waktu. Pengalaman kelam bangsa Israel ini mengajarkan bahwa penderitaan mereka di negeri asing (Babel) akibat dosa mereka dipulihkan dalam masa depan mereka. Jadi, penderitaan yang mereka alami akibat dosa mereka hanya berlansung sementara dengan tujuan untuk memurnikan mereka. Hal tersebut menunjukkan pekerjaan Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi umat-Nya, yakni menghukum mereka untuk memurnikan mereka.
Waktu kecil, kita sering sekali diajarkan orang tua kita tentang suatu pekerjaan. Kadang kala, mereka membiarkan kita untuk mencoba melakukannya sendiri. Apabila kita mengalami kesulitan dalam pekerjaan tersebut, mereka akan membantu dan menjelaskan caranya lagi kepada kita. Hal yang serupa juga Allah lakukan bagi kita. Kadangkala Ia membiarkan kita seolah-olah berjalan sendiri, namun Ia tetap memperhatikan kita. Betapa bersukacitanya kita, bila dalam segala sesuatu Allah turut bekerja dengan kita. Sama seperti kita yang tidak takut salah dalam melakukan pekerjaan bersama dengan orang tua kita, demikian juga dengan Allah yang turut bekerja dalam kehidupan kita. Bagaimana mungkin kita akan takut dalam menghadapi badai kehidupan, sebab Allah sendiri yang turut bekerja dengan kita.