Bab 9 Tamu Tak Diundang
Taja mengamati wajahnya melalui sebuah cermin berukir. Mirip ibu, batinnya. Memang, ia mewarisi wajah sang ibu, tapi ciri raganya yang lain berasal dari darah sang ayah yang juga seorang pejuang. Mungkin karena perbedaan itu, maka suku Urcan di desanya dulu, tidak menyukai keberadaan keluarganya di tengah mereka.
Mengingat masa lalu, tanpa sadar menundukkan kepala. Sebelum matanya berkaca-kaca, suara Ramshad mengalihkan perhatiannya.
"Panglima, kita harus pergi sekarang."
Tergesa-gesa Taja membereskan sisa air mata yang belum sempat mengalir dari pelupuk matanya. "Ya, aku sudah siap."
Begitu membuka pintu, Ramshad tidak ada di sana karena semua orang telah bersiap di halaman istana.
Taja menuruni tangga. Mengenakan zirah kombinasi putih emas, penampilannya seperti dewi perang. Di halaman, seekor kuda putih telah menunggu, kuda pengganti Ramshi yang saat ini menjadi milik Ramshad. Semua anggota pasukan berkuda bersiap di belakang pria itu, sementara ia menyambut kehadiran sang panglima.
"Di mana Yang Mulia?"
Ramshad memberi isyarat mata. "Seperti biasa, menghilang bersama pasukan bayangan, tapi entah mengapa, aku yakin, dia ada di sini. Gunakan saja cincin itu."
Wanita itu menggeleng, "Kita tidak bisa melacak manusia 'gila'. Bukankah kau sendiri yang bilang begitu?" Lantas mulai memacu kudanya, diikuti Ramshad dan seluruh pasukan berkuda.