Ramshad tersenyum. "Anggap saja aku beruntung. Aku bisa saja mati tapi aku tak peduli. Kekuatan itu ada atau sirna, bukan masalah. Justru aku curiga, mengapa kau bisa menemukanku begitu cepat? Jika bukan karena ratu ...."
Mata Taja menyipit, membalas tatapan Ramshad yang menusuk. "Itu karena Yang Mulia peduli padaku."
"Oh ya? Apakah kau yang memintanya?"
Seperti biasa, situasi seperti ini sering terjadi. Ramshad tidak pernah meributkan hal-hal kecil, namun mendengar pengakuan Taja akan membuat dirinya lebih waspada sebab ternyata panglima perang Eyn itu tidak pernah mengutus seseorang untuk memata-matai dirinya.
"Itu ... hadiah," ungkap Taja. "Sama sekali tidak menyalahi aturan."
"Kupikir kau cukup pintar." Kalimat Ramshad terdengar meremehkan sehingga membuat alis wanita itu berkerut. "Mau tahu yang sesungguhnya? Ratu sedang memanfaatkanmu."
"Apa? Berani benar kau menghina Yang Mulia?" Taja bangkit dan menentang pendapat Ramshad.
Senyum miring pria itu seolah tak mengubah kata-katanya. "Kau dekat dengan Ratu, sedangkan aku sesekali melapor pada raja. Menurutmu, bagaimana cara supaya ratu tahu tentang istana selain mengikutiku melalui dirimu?"
"Apa maksudmu? Mengapa ratu membutuhkan informasi yang kau dapat untuk raja?"
"Itu tugasmu, Nona Panglima. Ucapanku bisa saja salah." Ramshad memberi isyarat supaya Taja mengikutinya. "Ayo, kubuktikan sesuatu padamu."
Sepasang mata lentik itu berkedip, seolah meragukan sikap Ramshad yang lain dari biasanya, namun teka-teki yang memenuhi pikiran Taja mulai terkuak kala ia diajak mengamati perubahan sikap sang raja.