Perempuan senja tidur dipembaringan, matanya terpejam dengan nafas tersengal dimakan usia.
Aku menatapnya diam, memendam lelehan air mata bersama doa untuk kesembuhan dan usia yang barokah. Tak berani mendekatinya, hanua diam dari kursi di sebrang tempat tidurnya.
"Apa yang kau lihat, pasti kau sedang mendoakanku cepat mati kan!," umpatnya keras dan tiba-tiba.
Ternyata dia sudah membuka mata dan melihatku. Ibu, sosok itu telah pikun namun selalu saja umpatan kebencian yang akan terlontar bila melihatku.
Aku hanya diam, tak ingin menjawab yang akan menjadi rentetan sumpah serapah keluar dari mulutnya.
"Pergi sana, keluar! Kamu selalu membenciku!," suaranya ketus dengan mata nyalang melihatku.
Aku beranjak dari kursi dan melangkah keluar pintu.
"Maafkan aku bu..." ucapku lirih sambil meninggalkan kamarnya.
Air mata selalu deras membasahi pipiku, tiap teringat sosok perempuan yang telah melahirkanku. Entah mengapa sejak kecil dia selalu menganggapku salah dan membencinya.