Mohon tunggu...
Vera Shinta
Vera Shinta Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community' (KBC)

Menulis adalah pelarian emosi paling sexy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

#DirumahAja, Badan Bengkak, Pengeluaran Juga Bengkak

29 Maret 2020   11:16 Diperbarui: 29 Maret 2020   11:21 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kepatuhan pada aturan untuk karantina pribadi harus lebih diyakini sebagai bentuk kepedulian pada kesehatan dan membantu memutus penyebaran wabah Coronavirus. Semua aktivitas dari belajar, bekerja dan ibadah semua dilakukan di rumah tapi tidak untuk bermalas-malasan.

Minggu (15/3) pemerintah membuat kebijakan untuk meliburkan sekolah selama 14 hari karena corona sudah mulai memasuki Indonesia dan mewabah. Mendengar pengumuman ini anak-anak yang kebetulan semua kost dan menempuh pendidikan di luar kota langsung dihubungi untuk pulang. Apalagi mengingat peristiwa di Wuhan yang akhirnya melakukan lockdown, terbayang kalau sampai anak-anak jauh dari rumah sudah pasti pikiran orang tua tidak tenang.

Yang kuliah di Yogyakarta kebetulan sedang UTS dan pakai sistem take home, jadi bisa langsung pulang karena ujiannya bisa dilakukan dari rumah juga. Yang SMA di Purwokerto juga sedang libur karena kelas 12 mau melaksanakan Ujian Sekolah waktu itu, jadi sekalian pulang liburan

Orang tua dan keponakan di Semarang juga merasa lebih aman kalau situasi seperti ini pulang ke kampung. Kalau tetap di kota pasti anak-anak tetap terpengaruh untuk bermain keluar rumah, beda kalau di kampung banyak saudara seumuran jadi bisa berkumpul dan betah bermain di dalam rumah.

Akhirnya saat ini rumah ditempati 8 oramg anak dengan berbagai usia dan 4 oramg dewasa. Terbayang keramaian di rumah terutama anak-anak yang umuran kecil, bertemu saudara bermain dan berlari kesna kemari.

Anak-anak liburan tetap harus mengikuti ujian dan mengerjakan tugas-tugas online, otomatis semua itu membutuhkan kuota yang tidak seperti biasanya. Yang biasanya 15GB bisa untuk satu bulan, kali ini tentu saja tidak bisa. 

Akhirnya terpikirkan untuk memasang wifi dengam biaya pasang serta alatnya sampai satu juta lima ratus. Keputusan ini diambil karena biaya bulanan nanti hanya seratus ribu rupiah dengan pemakaian sepuasnya, kalau dihitung lebih ringan kedepannya.

Belum selesai sampai disitu, menghadapi anak-anak yang dalam masa pertumbuhan dan berkumpul banyak pasti harus siap menghidangkan berbagai makanan untuk camilan. Sekali bikin bisa langsung ludes, senang sebenarnya melihat kekompakan ini.

Dari urusan makanan saja sudah sangat jelas terlihat, dana yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Beli gorengan yang biasanya sepuluh ribu rupiah sekarang harus lima puluh ribu karena penikmatnya lebih banyak.

Belum lagi makanan sehari tiga kali, beras yang dihabiskan sehari tentu saja lebih banyak. Bahkan telur satu kilo bisa habis dalam waktu satu hari, memang terkesan rakus tapi begitu kenyataannya. Apalagi saat hujan turun, anak-anak akan ramai mencari camilan untuk mengisi kekosongan perut.

Begitulah suka duka masa karantina, suka karena semua bisa berkumpul namun juga butuh dana yang membengkak. Lebih boros dari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun