Mohon tunggu...
Vera Shinta
Vera Shinta Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community' (KBC)

Menulis adalah pelarian emosi paling sexy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kertas Corat-coretan, Bukan Kertas Contek-contekan

11 Maret 2020   08:28 Diperbarui: 11 Maret 2020   08:28 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana PTS | Dok. Pribadi

Memasuki bulan Maret sudah mulai musim Penilaian Tengah Semester (PTS) dan Ujian Sekolah (US) ataupun Try Out (TO). Semua jenis penilaian atau ujian ini tentu saja menuntut anak-anak belajar lebih giat lagi agar mendapat nilai memuaskan dari hasil belajar selama setengah semester.

Setiap ujian pada mata pelajaran matematika, IPA, FisikaKimia, ekonomi tentu saja memerlukan lembaran kertas kosong untuk menghitung rumus agar siswa tidak mengotori soal ataupun lembar jawab yang dibagikan. Kertas kosong itu berfungsi untuk mencoret-coret atau bahasa jawanya oret-oretan rumus ataupun menghitung sehingga siswa tinggal menyalin jawaban akhirnya dilembar jawaban. 

Namun pada kenyataannya lembaran kosong ini banyak yang dimanfaatkan untuk contek-contekan. Salah satu siswa meminta jawaban pada siswa yang lain dengan menyobek sedikit kertas itu, lalu dilemparkan pada kawan yang dimaksud. Nanti kalau sudah ditulis jawaban lembaran kecil itu kembali dilempar pada si pengirim. Kadang juga ada yang dibuat pesawat-pesawatan yang diterbangkan sebagai perantara menyontek.

Tingkah polah siswa seperti ini sudah umum terjadi sejak dulu kala, kreatifitas sangat dibutuhkan dalam ajang menyontek. Kalau siswa yang tidak terbiasa menyontek maka dia tidak akan berani melakukan, bahkan hanya untuk melirik teman sebelahnya saja tidak berani. Tapi bagi ahli contek hal ini sangat mudah dan lihai mereka lakukan, gumpalan kecil kertas bisa terlempar kesana kemari saat guru yang mengawasi lengah.

Menyontek, sebuah budaya buruk yang belum bisa lepas dari kebiasaan terutama dalam dunia sekolah. Untuk menghapusnya butuh kedisiplinan dan rasa tanggungjawab serta menumbuhkan budaya malu pada diri sendiri. Bila anak sudah terbiasa belajar dengan rutin, memiliki tanggung jawab akan tugasnya sebagai pelajar, terbiasa jujur dan malu bila melakukan kesalahan, maka anak tersebut akan aman dari hal contek mencontek.

Dari sekolah juga seorang guru harus tak pernah bosan untuk mengingatkan siswanya belajar jujur dengan hasil apapun. Apabila nilai yang diperoleh tidak memuaskan maka itu konsekwensi dari kemalasannya belajar. Begitu juga siswa yang selalu dapat mengikuti pelajaran serta mendapat hasil memuaskan, maka itulah hadiah bagi dirinya atas kemampuan dan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran.

Anak yang terbiasa menyontek juga akan merugikan dirinya sendiri, dia akan bergantung pada kawannya dan tidak mau berusaha untuk belajar. Kebiasaan ini bisa terbawa hingga dia terjun dalam kehidupan nyata, menghadapi segala masalah hanya bisa bingung tidak tahu apa yang harus diperbuat karena tidak terbiasa memecahkan masalah sendiri dengan meyakini kemampuannya.

Mari budayakan malu pada diri sendiri, lingkungan dan yang utama adalah Tuhan, sehingga kita tidak sampai melakukan perbuatan bodoh yang merugikan diri sendiri.

KBC-26 | Kompasianer Brebes

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun