Sebagai orang tua baru, aku (dan suami) punya kecenderungan untuk panik dalam setiap masalah yang menimpa anak. Salah satu masalahnya adalah kesehatan gigi anak. Anakku bukanlah termasuk anak yang sulit diurus, setidaknya itu menurut pengamatanku. Dia mudah menurut jika kami memintanya melakukan sesuatu. Hanya saja, untuk hal-hal tertentu, dia cukup keras kepala. Misalnya, dalam hal gosok gigi.
Masalah pada anak pertama biasanya adalah orang tuanya. Ada ungkapan jika dapat anak pertama perempuan berarti sang ibu dituntut lebih dewasa karena dia yang akan menjadi role model. Aku tidak sepenuhnya setuju dengan ungkapan itu, karena terlalu menggeneralisir. Namun, dalam kasusku, ungkapan ini ada benarnya.
Gigi anakku menguning sudah sejak usianya masih satu setengah tahunan. Awalnya, aku berpikir bahwa ini disebabkan ketidakmauannya menggosok gigi. Hal ini didukung oleh dsa kami saat ditanyai perihal menguningnya gigi anak. Saat itu, anakku menolak keras setiap kali kami ingin menggosok giginya. Kami mencoba segala cara untuk membuatnya mau gosok gigi. Dari rayuan, lagu-lagu,video youtube, buku cerita, hingga paksaan.Â
Metode memberikan anak pilihan pun pernah aku gunakan, menanyakan padanya mau gosok gigi sekarang atau nanti? Dia menjawab kekeuh, "Gak!"Â
"Mau gosok gigi atau shampoo-an?"Â
"Gak!"
Hasilnya, dia menolak lebih keras, kami semakin sulit membujuknya menggosok gigi. Permasalahan menjadi lebih rumit ketika kami menggandengkan gosok gigi dengan kegiatan mandi lain, lama-kelamaan anak bahkan menjadi malas mandi.
Dalam permasalahan ini, aku dan suami menyangka bahwa, penyebab utama adalah faktor internal anak. Kami menyangka anak dengan sengaja tidak mau/menolak menggosok gigi saja. Paddahal, masih ada faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh. Karena itulah, kami mencoba mengubah sudut pandang dalam menyelesaikan masalah ini. Kami mencoba mengganti sikat dan pasta gigi. Alhamdulillah, setelah diganti dengan pasta gigi tanpa detergen rasa jeruk, juga sikat gigi yang kepala sikatnya lebih kecil, anak jadi lebih mudah dibujuk untuk gosok gigi.
Anakku sekarang sudah mudah gosok gigi, tetapi masalah giginya tidak berhenti begitu saja. Hal ini diperparah dengan kegemaran barunya terhadap permen dan susu cokelat. Jenis makanan dan minuman yang dulunya kami hindarkan agar tidak mencicipi sama sekali, tetapi terpapar juga saat bertemu keluarga besar (alias: dibelikan permen dan minuman manis oleh keluarga). Sejak saat itu, gigi yang sudah telanjur kuning itu kian keropos hingga dua gigi raib terkikis, serta satu gigi patah.
Sekarang, konsumsi gula anak sudah mulai mereda karena kami sudah kembali tinggal jauh dari keluarga besar, gosok giginya pun sudah semakin teratur. Namun, apa boleh buat, gigi yang telanjur sudah patah tidak dapat dikembalikan. Dampaknya tentu besar sekali terhadap pola makan anak. Anak cenderung menghindari makanan-makanan yang alot dan menyukai yang lembut-lembut. Alhasil, asupan protein hewani yang sedang teramat dia butuhkan saat ini jadi susah sekali masuk.
Satu hal lain yang aku temukan dari berdiskusi dengan teman sesama ibu adalah, gigi anak dapat keropos karena pada masa hamil dan menyusui, ibunya (aku) kurang menjaga asupan nutrisi. Akibatnya, gigi yang tumbuh jadi keropos secara mikroskopik karena kekurangan kalsium.
Sedihnya, untuk anakku, kondisi ini sudah irreversible. Kami hanya bisa memberinya nutrisi yang jauh lebih baik dan berharap gigi permanennya kelak dapat tumbuh dengan kokoh.
Semoga, ibu hamil dan menyusui lain dapat memahami hal ini sebelum terlambat. Yuk, jaga asupan kalsiumnya dengan lebih baik demi gigi anak yang lebih sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H