Mohon tunggu...
Veraditias Apriani
Veraditias Apriani Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sedang belajar...

Selanjutnya

Tutup

Kurma

SOTR Dilarang? Mending Konsepkan Matang-matang dan Patuhi Prosedur

4 Juni 2018   18:52 Diperbarui: 4 Juni 2018   19:02 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahur on The Road awalnya menjadi ajang untuk beramal. Membagikan makanan sahur kepada orang-orang yang pada dini hari masih di jalanan. Kegiatan ini bermanfaat sebenarnya. Bagaimana tidak? Kalau saya jadi orang yang mendapatkan makanan sahur tersebut pasti bersyukur sekali. Pada waktu sahur jarang sekali yang jual makanan, dapat makanan gratis siapa yang tidak mau? Orang yang awalnya mungkin tidak sahur, jadi sahur. 

Bagi pelaksana SOTR, selain membagi makanan, kegiatan ini juga membagi berkah. Sahur kan berkah, berbagi sahur berarti berbagi berkah. Beramal yang nantinya akan membuahkan pahala.

Apakah betul begitu? Saya pun sebenarnya tidak berwenang menghakimi apakah seseorang mendapatkan pahala atau tidak. Tapi, sebagai pelaksana SOTR mari tengok lagi hati kita. Tujuan kegiatan ini sebenarnya untuk apa? Benarkah beramal, atau hanya berswafoto yang nantinya akan dibagikan di media sosial?

Selain itu, SOTR ini justru menjadi kontroversial karena oknum tidak bertanggung jawab yang melakukan kejahatan di momen beramal ini. Di beberapa kota bahkan sudah mulai dilarang adanya kegiatan SOTR tanpa izin dan harus dikawal polisi demi keamanan. Pak Sandiaga Uno pun menyarankan kegiatan SOTR lebih baik dilaksanakan di masjid untuk mengurangi mudarat yakni mencegah adanya korban jiwa.

Baiklah, sebagai pelaku SOTR yang punya niat baik, kita harus bagaimana? Tetap melakukan SOTR dan menjamin tidak ada hal-hal negatif yang terjadi; atau mengubah kegiatan SOTR menjadi SOT.... apapun akhirannya yang tidak menjamin terlaksana dengan baik?

Kembali ke diri kita masing-masing sebagai pelaksana SOTR. Jika SOTR tetap akan dilaksanakan, lakukanlah sesuai prosedur yang diberlakukan di tiap-tiap kota, lalu konsepkan dengan matang. Mengonsepkan acara pun perlu dipikir dan didiskusikan matang-matang baik buruknya. Tempat pelaksanaan juga harus dipertimbangkan. Pastikan aman dan dapat meminimalkan kejadian-kejadian tidak diinginkan. Jangan asal melaksanakan dengan konsep yang masih mentah dan persiapan yang ala kadarnya. Tidak yang penting sahur on the road.

Lalu jika SOTR akan diubah menjadi kegiatan SOT masjid, atau SOT panti asuhan misalnya, kita harus siap menanggung risiko-risiko susahnya pelaksanaan acara. Meski risiko terjadi konvoi dan  tawuran bisa terhindar, mengumpulkan orang-orang di satu tempat pada waktu sahur tidaklah mudah. Begitupun dengan konsep acaranya. Bisa-bisa justru mengganggu kenyamanan masyarakat, ataupun penghuni panti asuhan. Misalnya, acara kita justru membuat gaduh dan mengganggu warga sekitar. Esensi beramal lagi-lagi tersamarkan oleh hal lain.

Pada intinya, semua kegiatan memang memiliki risiko. Kita harus pandai-pandai meminimalkan risiko dari tiap kegiatan yang kita lakukan. Yang terpenting adalah niat di hati kita. Kalau masih belok, pikir-pikir lagi deh mau melaksanakan kegiatan beramal. Jangankan acaranya bagus, hati saja masih tidak lurus.

Sekian. Maaf atas segala kekurangan.

Ditulis di sebuah tempat di lereng gunung

4 Juni 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun