Yogyakarta - 9 November 2024 lalu menjadi momen spesial bertemunya Hoshizora Foundation dengan para komunitas pendidikan di penjuru daerah di Indonesia melalui kegiatan "Jelajah Cerita Pendidikan Daerah". Pasalnya, melalui kegiatan ini, Hoshizora dan para komunitas saling menggali kondisi pendidikan terkini di setiap daerah di Indonesia, baik Indonesia bagian barat, tengah, dan timur. Selain menjadi wadah berbagi cerita, kegiatan ini juga menjadi kick off  dari Hoshizora Education Day 2024.Â
Kegiatan community gathering ini menghadirkan 9 komunitas pendidikan dari berbagai penjuru Indonesia, masing-masing membawa cerita unik tentang perjuangan mereka dalam memajukan pendidikan di daerahnya. Dari Indonesia bagian barat, dihadiri oleh Komunitas Sekolah Marjinal, Kelasekitar, dan Guru Penggerak TBBC. Untuk komunitas Indonesia bagian tengah, dihadiri oleh Komunitas Adya, Ukut Tawa, Taman Baca Ila One Nua Detupau, dan Komunitas Guru Belajar Nusantara Makassar. Sementara itu, Indonesia bagian timur dihadiri oleh Komunitas Terang Papua dan Papua Future Project. Komunitas-komunitas ini tidak hanya fokus memberi perhatian pada anak-anak, melainkan juga terdapat komunitas yang merangkul para pendidik, memberdayakan mereka agar terus berkembang dan mendukung pendidikan yang lebih berkualitas.Â
Berbagi Cerita Kondisi Pendidikan Daerah di Indonesia
Sebelum sesi sharing dimulai, para komunitas diajak untuk memperkenalkan komunitasnya secara singkat untuk saling mengenal satu sama lain. Setelahnya, komunitas diajak untuk bercerita dan sharing terkait kondisi pendidikan yang mereka temui di daerahnya, kendala ataupun tantangan, dan cerita menarik yang bisa mereka bagikan ketika mereka berkegiatan di komunitas masing-masing.
"Nah di atas (Pegaf) ini tantangannya itu anak-anaknya malas sekolah, mereka masih menganut kepercayaan kalau keluar, kita bisa dibunuh atau kita bisa diambil makhluk halus. Itu menjadi tantangan berat bagi kami, mereka masih mempercayai hal-hal yang mistis seperti itu. Kami berusaha untuk memberantas hal itu dengan menjelaskan hal seperti itu tidak ada. Selain itu, kami juga memiliki tantangan lainnya, ketika ada duka cita, anak-anak tidak berangkat sekolah dalam 40 hari, meskipun yang meninggal itu tetangganya." cerita Kak Dewi, sebagai perwakilan Terang Papua yang menjelaskan kondisi pendidikan anak-anak di Pegunungan Arfak (Pegaf), Papua Barat.
Cerita lain dibagikan oleh kak Rista dari Komunitas Kelasekitar, yang menceritakan alasan dibentuknya komunitas. "Inisiatornya itu adalah Ketua RT yang mengajak pemuda di sekitar rumahnya untuk membuat anak-anak lebih produktif. Bukan hanya bermain, namun ada hal-hal positif yang bisa dipelajari. Selain itu, pembentukan komunitas ini juga dilatarbelakangi oleh keresahan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang belakangan ini marak terjadi, seperti pelecehan seksual anak, anak-anak di bawah umur yang merokok, dan berbagai konflik sosial lainnya".
Selain itu, beberapa komunitas juga menceritakan permasalahan kemampuan literasi yang rendah, seperti anak kelas 6 Sekolah Dasar namun belum mampu membaca, hal itu juga menjadi perhatian penting bagi komunitas. Fenomena ini menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam pendidikan di daerah, yang diperburuk oleh minimnya ruang untuk menyalurkan minat, jumlah guru yang minim, hingga masalah miskonsepsi yang terjadi di guru dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. Semua permasalahan tersebut saling memiliki ketertarikan dan mempengaruhi kualitas pendidikan.
Berbagai masalah pendidikan sangat kompleks, tidak hanya berkaitan dengan fasilitas atau kurikulum, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial, budaya, dan kepercayaan yang ada di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mengatasi tantangan yang ada dan ketika mengedukasi pentingnya pendidikan perlu melihat permasalahan dari berbagai sisi, seperti aspek sosial, budaya, dan kultural yang juga membentuk pola pikir dan perilaku suatu kelompok.
Komunitas sebagai Solusi Alternatif untuk Meningkatkan Akses Pendidikan di Daerah