Tidak terkecuali adik-adik tunanetra, keterbatasan untuk melihat bahkan tidak menjadi halangan untuk menikmati keceriaan. Mereka bahkan turut mengisi acara dengan bernyanyi dan berpuisi.
Paling menarik ketika adik-adik paduan suara tunanetra berkolaborasi dengan teman-teman mereka penyandang tunarungu. Bersatu dalam dalam sebuah gerak tari dengan iringan nyanyian akapela "Hela Rotan".Â
Kompak dan penuh percaya diri sehingga mengundang tepuk tangan dari semua yang hadir. Kolaborasi ini sama seperti keikutsertaan mereka secara virtual dalam ajang Bali International Choir Festival ke-10 awal Desember lalu.
Melihat hebatnya adik-adik penyandang disabilitas tampil dipanggung bisa dibilang sama seperti menyaksikan sebuah pentas seni acara perpisahan di sekolah umum. Â Tidak ada perbedaan sama sekali! Bahkan adik-adik ini punya paduan suara yang berkelas.
Saya coba membayangkan bagaimana mereka berlatih mempersiapkan acara ini. Pasti dibutuhkan effort dan kerja keras yang lebih sembari berdamai dengan keterbatasan yang mereka miliki. Di sisi lain usaha dan kesabaran para pendidik serta pengasuh adik-adik penyandang disabilitas dalam melatih mereka mengisi acara pentas seni itu tentu patut juga diapresiasi.
Di dinding aula SLB saya sempat melihat spanduk bertuliskan Venerate Vitam yang artinya Hormatilah Kehidupan. Sebuah prinsip dasar yayasan Karya Murni yang mengandung misi terwujudnya penghargaan dan pemberdayaan agar yang dilayani mengalami kasih, dapat mandiri dan menemukan makna hidup.
Para penyandang disabilitas diasuh, dididik, dan diberdayakan bukan karena sebagai manusia yang mesti dikasihani. Karya Murni mempunyai keyakinan bahwa sebagai ciptaan, mereka adalah citra atau gambaran Tuhan Allah yang sederajat dengan orang lain. Mereka juga mempunyai hak untuk mewujudkan jatidiri.
Saya pun akhirnya paham, pentas seni dalam perayaan penutupan Tahun Santo Yosep itu bukan pentas seni biasa. Pentas seni itu dapat dikatakan bagian dari usaha mewujudkan jatidiri dari adik-adik penyandang disabilitas. Jatidiri bahwa sesungguhnya mereka adalah sama seperti ciptaan Tuhan yang lain. Sama-sama mampu mempersembahkan hidup kepada Tuhan untuk menjadi alat bagi sesama.
Dan mereka telah sukses, membuat saya yang hadir dari pagi hingga siang itu, merasakan kegembiraan. Menggugah rasa syukur yang acap kali sering saya lupakan. Bahkan menyia-nyiakan kesempatan dan talenta yang sudah Tuhan berikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H