Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kampanye Door to Door, Mampukah Caleg Meraup Suara?

24 Maret 2019   04:37 Diperbarui: 24 Maret 2019   05:10 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Caleg menjumpai masyarakat Stabat ( foto: venusgazer)

Kurang dari sebulan tahapan kampanye pemilu 2019 akan berakhir. Tepat tanggal 13 April 2019, baik capres maupun caleg harus menghentikan kegiatan sosialisasi disertai penurunan semua alat peraga kampanye.

Pemilu 2019 adalah pemilu serentak dimana masyarakat akan memilih presiden beserta pasangannya, anggota DPD, dan anggota legislatif baik provinsi maupun kabupaten/kota. Sehingga bakal ada 5 kertas suara yang harus dicoblos oleh masyarakat.

Geliat para caleg dalam berkampanye sepertinya kurang mendapat perhatian publik. Masyarakat lebih memberi atensi pada persaingan dua kandidat presiden. Bisa dimaklumi karena media kita memberi porsi pemberitaan yang sangat besar pada kedua capres.

Disamping itu, ada beberapa hal yang membuat masyarak kita tidak terlalu peduli pada kehadiran calon anggota dewan. "Ah, nanti kalau sudah duduk biasanya lupa janji-janjinya." ungkapan seperti itu jamak kita dengar. Belum lagi banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan. Atau masyarakat kesal dengan prilaku anggota dewan yang mangkir dalam sidang.

Salah satu cara mensosialisasikan diri dan visi-misi caleg adalah datang dari rumah ke rumah (door to door).  Strategi konvensional ini sepertinya tidak dilakukan oleh banyak caleg. Bisa jadi dianggap tidak efektif. Buang-buang waktu dan tenaga, toh bisa dilakukan oleh tim sukses.

Banyak caleg lebih memilih hadir dalam kerumunan. Baik itu yang sudah diatur maupun tidak seperti di pasar atau di kedai kopi. Ibarat sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Perkenalan diri, visi-misi, maupun cara mencoblos akan selesai dalam satu sampai dua jam saja.

Bagaimana dengan teknik door to door?

Bagi caleg-caleg petahana cara ini sudah ditinggalkan. Selain karena sudah dikenal, mereka sudah hapal betul medan perang yang harus dimenangkan. Disamping itu mereka juga memiliki resourches yang bisa jadi tidak terbatas.

Sedangkan caleg-caleg muka baru mau tidak mau harus lebih intens memperkenalkan diri. Tidak cukup hanya dengan memperbanyak baliho, spanduk atau aktif di media sosial. Mereka 'terpaksa' harus belusukan.

Cara kampanye door to door pasti membutuhkan waktu dan menguras energi. Coba hitung berapa waktu yang terpakai untuk ngider di sebuah kelurahan dengan 500 KK misalnya. Andai untuk satu rumah caleg menghabiskan waktu 5 menit, maka waktu yang diperlukan sekitar 42 jam. Ya, mungkin 1 minggu baru kelar. Padahal ada banyak kelurahan lagi yang mesti didatangi!

Sejatinya kampanye door to door adalah teknik kampanye terbaik. Caleg bisa hadir menyapa langsung individu-individu tanpa ada sekat. Bakal terjadi interaksi dua arah yang sehat dan ini secara psikologis bagus bagi kedua belah pihak.

Karena cara ini tidak lazim, maka akan memberi efek kejut yang luar biasa. Calon pemilih akan merasa 'diwongke' (jawa). Apalagi jika pemilik rumah bisa curhat kepada caleg.

Walaupun melelahkan, dengan datang dari rumah ke rumah, caleg bisa mendengar langsung dan mencatat apa-apa yang menjadi harapan jika ia nantinya duduk sebagai anggota dewan.

Walaupun membutuhkan waktu, namun caleg bisa mengetahui langsung respon masyarakat. Baik itu positif maupun negatif. Sehingga ia dapat memformulakan strategi berikutnya.

Keuntungan lain adalah caleg bisa menarik simpati masyarakat untuk memilih dirinya. Siapa tidak simpati dengan caleg yang rela datang jalan kaki, berpanas-panas ria, lalu menerangkan dari dekat bagaimana cara mencoblos yang benar?

Simpati bisa juga bercampur dengan rasa iba. Iba? Masyarakat akan berpikir ini caleg mungkin tidak ada uangnya sehingga harus turun sendiri. Karena memang faktanya banyak caleg yang merasa cukup dengan membeli suara agar masyarakat memilih dirinya.

Padahal ditengah masyarakat yang sudah melek politik. Money politic sebenarnya sudah tidak efektif. Masyarakat mungkin akan terima uang. Tetapi belum tentu mencoblos.

Kita harus ingat bahwa tipikal masyarakat kita model masyarakat yang mudah memberi simpati atau iba. Kegigihan caleg seperti itu bisa meluluhkan hati. Dari yang biasa malas datang ke TPS untuk datang memberi suara.

Salah satu caleg yang melakukan cara sosialisasi door to door adalah Sugianto Makmur. Caleg untuk DPRD Sumatera Utara dari Dapil 12 Binjai -- Langkat. Dalam beberapa hari terakhir caleg dari PDI-Perjuangan itu menyapa dari dekat sebagian masyarakat kota Binjai dan Stabat.

Caleg Sugianto Makmur sedang Sosialisasi cara coblos yang benar (foto:venusgazer)
Caleg Sugianto Makmur sedang Sosialisasi cara coblos yang benar (foto:venusgazer)
Di kota Binjai maupun Stabat, profil Sugianto Makmur sudah cukup dikenal. Maklum, ia kerap hadir dalam acara-acara masyarakat. Namun ia merasa bahwa door to door tetap harus dilakukan.

Alasannya ia ingin lebih banyak lagi masyarakat yang mengenal dirinya. Bukankah ada ungkapan tak kenal maka tak sayang bukan? Dimana pada akhirnya seseorang akan memutuskan untuk mencoblos dirinya.

Disamping menerangkan bagaimana mencoblos lewat kertas suara simulasi. Sugianto Makmur juga berbagi pupuk cair organik produksinya sendiri yang memang selama tidak diperjualbelikan. Kebetulan ia mengelola sebuah Sekolah Lapang milik DPD PDI-Perjuangan. Sebuah tempat pelatihan terpadu untuk pertanian, peternakan, dan perikanan.

Bagaimana respon masyarakat?

Ternyata masyarakat memberi respon yang sangat positif. Bukan karena diberi pupuk cair. Karena toh banyak juga anggota masyarakat yang tidak memiliki tanaman. Tetapi banyak hal yang diungkapkan secara langsung oleh masyarakat itu sendiri.

"Dah tenang aja, nanti saya pasti cucuk (coblos) bapak."

Ungkapan-ungkapan seperti itu kerap terdengar dari mulut masyarakat yang rumah atau tokonya didatangi. Janji tulus seperti inilah yang dibutuhkan oleh semua caleg. Harganya sungguh tidak ternilai.

sosialisasi sampai ke gang-gang (foto:venusgazer)
sosialisasi sampai ke gang-gang (foto:venusgazer)
Beragam respon masyarakat (foto:venusgazer)
Beragam respon masyarakat (foto:venusgazer)
Dari pagi hingga malam. Di kedai kopi pun jadi (foto:venusgazer)
Dari pagi hingga malam. Di kedai kopi pun jadi (foto:venusgazer)
Dokumentasi caleg ketika door to door yang diunggah ke media sosial juga mendapat apresiasi positif dari warganet. Ukurannya bisa dilihat jumlah LIKE dan komen-komen yang masuk.

Nah, ternyata dibanding konten yang cuma berisi kegiatan sosial, seremonial, atau ajakan-ajakan untuk memilih. Foto atau video blusukan caleg jelas lebih mempunya greget untuk menarik simpati.

Ibarat sebuah pertempuran, mereka yang mempunyai strategi jitu plus amunisi dan peralatan tempur yang beragamlah yang akan memenangi pertempuran. Tahapan kampanye adalah waktu pertempuran yang sesungguhnya.

Teknik door to door ini akan semakin efektif mendulang suara jika dipadukan dengan cara-cara lain. Seperti ketika caleg menyempatkan diri hadir dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Itu akan menjadi tindakan persuasif yang soft dan itu akan lebih mengena di hati masyarakat.

Karena sesungguhnya masyarakat butuh dihargai lewat kehadiran langsung sang caleg. Petani, nelayan, pedagang maupun kelompok masyarakat lainnya tidak berharap yang muluk-muluk kecuali kesempatan untuk didengar secara langsung apa yang menjadi persoalan mereka. Bukan melalui tim sukses atau selembar amplop.

Apa yang dilakukan Sugianto Makmur dan caleg-caleg lain , dengan cara door to door, layak untuk diapresiasi. Mereka adalah orang-orang yang lebih layak dipertimbangkan untuk dipilih daripada caleg-caleg yang sama sekali tidak pernah nongol di kampung kita.  Bahkan sampai hari pencoblosan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun