Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Jangan Aji Mumpung, Caleg Bukan Sapi Perah

13 Februari 2019   01:51 Diperbarui: 14 Februari 2019   10:45 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
baliho-baliho caleg di setiap sudut kota (foto: Andreas Fitri Atmoko untuk ANTARA, diakses dari nasional.kontan.co.id/)

Belum lagi untuk keperluan logistik lainnya yang bisa mencapai puluhan juta juga. Suruh orang pasang spanduk saja perlu biaya. Belum lagi uang untuk mereka yang toko atau tanahnya ketempatan spanduk. Asal tahu saja, ada pemilik tanah yang meminta 300 ribu sebagai sewa tempat selama 2 bulan.

Bagaimana dengan biaya operasisonal? Boleh percaya boleh juga tidak. Uang 2 juta rupiah bisa habis dalam satu hari hanya untuk operasional! Biaya meliputi konsumsi, uang saku relawan, bahan bakar dan lain-lain. Termasuk biaya tidak terduga yang harus dikeluarkan untuk membayar makan dan minum orang-orang yang ada di kedai kopi misalnya. Coba saja hitung berapa yang harus dikeluarkan selama 3 bulan.

Dana yang dikeluarkan satu caleg dengan caleg lain berbeda-beda. Tergantung juga strategi 'marketing' mareka. Caleg yang bijaksana biasanya fokus pada kantong-kantong suara mereka saja. Atau komunitas masyarakat yang tidak bisa 'dibeli'. Cukup berusaha meyakinkan mereka jika berhasil duduk, caleg akan bekerja secara bersih dan memperjuangkan kepentingan masyarakat tersebut.

Sedangkan caleg amatir berusaha menembakan banyak peluru ke semua penjuru mata angin. Menyampah dengan masang foto diri hampir disetiap sudut kota. Stiker-stiker mereka terpasang tanpa izin di wilayah pribadi. Bukan simpati yang didapat melainkan antipasti masyarakat.

Perebutan kursi anggota dewan adalah pertarungan panjang nan melelahkan. Pesaing yang nyata adalah caleg satu partai. Caleg-caleg itu bisa dikatakan sedang memperebutkan potongan kue yang sama. Karena pada dasarnya masyarakat pemilih adalah pemilih tradisional.

Kembali lagi ke masalah biaya besar yang harus dikeluarkan para caleg kita. Bagaimana jika masih belum yakin dengan suara yang bakal didulang walau sudah nyumbang rumah ibadah atau bagi-bagi beras? Apalagi jika sudah menyentuh politik identitas. Senjata pamungkas mau tidak mau harus dikeluarkan.

Serangan Fajar
Serangan fajar adalah bagi-bagi uang kepada pemilih agar memilih calon tersebut. Bisa dilakukan pada tengah malam atau pagi-pagi sekali sebelum pemilih mendatangi TPS. Di Sumatera Utara lebih dikenal dengan istilah 'nyiram'. Waktunya bisa saja beberapa hari menjelang hari H.

Besaran berapa rupiah per kepala tergantung pasaran. Nilai caleg DPRD II berbeda dengan caleg DPRD Provinsi. Di salah satu kabupaten di Sumatera Utara berhembus kabar 1 suara untuk DPRD II bernilai 75 ribu rupiah. Sedangkan untuk DPRD I dihargai 100 ribu. Siapa yang menentukan standar nominal serangan fajar? Biasanya yang bermain adalah makelar-makelar yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Apakah sedemikian mata duitan masyarakat kita? Entahlah, tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa fakta di lapangan begitu. Walau sekali lagi, ada kelompok-kelompok masyarakat yang masih punya integritas yang menolak uang serangan fajar.

Berkaca saja dari pemilu 5 tahun lalu atau pilkada. Beberapa anggota dewan bisa duduk sebagai wakil rakyat walau nihil prestasi. Atau si Polan yang secara nyata punya track record buruk bisa menang pilkada. Sudah menjadi rahasia umum jika si Polan ini menggunakan money politic.

Di satu sisi masyarakat tidak merasa berdosa menerima uang serangan fajar dan tanpa pikir panjang mencoblos dia yang memberi uang. Serangan fajar akhirnya menjadi sebuah budaya negatif yang diterima dengan baik oleh sebagian masyarakat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun