Kalau mau fair tidak hanya walikotanya saja yang dijewer. Itu sekalian saja Gubernur Sumut, Teuku Erry Nuradi. Dia pun seharusnya ikut bertanggungjawab. Tinggalnya juga di Medan, tidak ada action melihat kondisi Medan.
Pembaca pasti bisa membayangkan bagaimana kondisi infrastruktur di Sumatera Utara. Tidak usah jauh-jauh membandingkan dengan kota di Jawa. Bandingkan saja dengan dengan provinsi tetangganya Aceh, jelas jauh sekali perbedaannya. Di Aceh rasanya tidak ada yang namanya jalan berlubang.
Bagaimana sih kondisi Kota Medan? Jika dibandingkan dengan Surabaya, Jogjakarta dan Bandung. Atau kota kecil sekelas Solo (Surakarta). Ketika. sekitar tahun 2007, mengunjungi Solo, saya terkagum-kagum dengan pesatnya kemajuan kota tersebut. Bahkan mengalahkan Jogjakarta.
Medan benar-benar sudah jauh tertinggal. Warga Medan boleh iri dalam hal ini. Kota ini tidak dikelola dengan baik. Begini, cobalah cari pasar rakyat yang bersih di Medan. Sulit bung! Ada trotoar yang betul-betul layak bagi pedestrian? Jangankan trotoar, badan jalan saja dipakai untuk berjualan. Belum lagi semrawutnya billboard yang merusak keindahan kota.
Di Medan, trotoar adalah surga bagi pedagang dan tukang parkir. Jangan coba berpikir yang tidak tahu aturan itu rakyat kecil. Silakan cek saja, bagaimana setiap harinya trotoar yang ada di depan sebuah show room dekat stasiun RRI di jalan Gatot Subroto, jadi tempat parkir pemilik roda empat. Padahal kita tahu orang-orang pemilik mobil itu pasti educated.
Dari jauh pun bau busuk yang ditimbulkan sudah tercium. Setiap orang yang melintas pasti langsung tutup hidung. Sayang Jokowi tidak lewat sana. Untungjuga sih, bisa-bisa ibu Iriani yang duduk disampingnya langsung pingsan.
Kembali ke persoalan jalan. Jika pejabat pemkot mengatakan 'tinggal' 15 persen saja jalan di Medan yang rusak sepatutnya mereka malu. Seharusnya jalan yang rusak itu nihil. Warga Medan sebenarnya bingung, apa kerja mereka? Kemana saja pajak dari hasil keringat rakyat itu?
Jalan rusak lambat diperbaiki. Musim hujan datang, lubang-lubang semakin besar. Sulit membedakan mana jalan mana kubangan. Okelah, ada jalan kota di beberapa kecamatan yang dicor. Tapi belum genap satu tahun sudah rusak. Tentu menimbulkan tanda tanya, bagaimana campuran semennya? Pasti di bawah standar.
Masyarakat Medan sendiri sepertinya juga terkondisikan untuk menerima kenyataan. Orang Medan yang terkenal lantang bersuara pun seolah pasrah. Perubahan kota untuk menjadi kota yang manusiawi berjalan begitu lambat.
Ada yang mengatakan bahwa ini salah warganya sendiri. Salah memilih pemimpin. Pemimpin tidak dipilih berdasarkan kualitas melainkan faktor-faktor tertentu. Dulu calon walikota yang jelas terindikasi korupsi pun dipilih. Akibatnya baru beberapa bulan sudah masuk bui.