Dalam beberapa bulan terakhir terkadang kami menggunakan jasa transportasi berbasis aplikasi Grab-Car jika berpergian. Pertimbangannya bukan saja terkadang lebih murah jika naik transportasi umum, tetapi juga dirasa lebih aman dan nyaman.
Tetapi menjadi menjengkelkan ketika mendapat pengemudi yang tidak bisa menghargai konsumennya. Padahal jika melihat laman resmi Grab mengenai Safety disebutkan “Your safety is our utmost priority”. Grab sangat mengutamakan keselamatan penggunanya. Pada bagian lain dari laman tersebut juga disebutkan mengenai “Ensuring a smooth ride”.
Sepulang dari Gereja istri dan anak-anak bahwa sopir Grab yang mengantar mereka telah mengemudi dengan ngebut. Membuat mereka merasa tidak aman dan nyaman sepanjang perjalanan. Terus terang baru kali itu istri, sebagai pengguna rutin jasa Grab-Car, mendapat layanan buruk.
Terus terang jika saya yang berada dalam kendaraan tersebut saya akan langsung komplain. Karena kita menggunakan jasa mereka tidak gratis. Tetapi istri saya tipe wanita yang tidak berani untuk berbicara tegas kepada orang asing.
Istri saya bercerita bahwa dalam perjalanan sang pengemudi bertelepon dengan temannya. Mengeluh bahwa hari itu ia baru mendapatkan 8 trip saja. Dan itu semua order-order yang menggunakan kupon promo dan jaraknya jauh-jauh.
Mendengar itu saya agak kesal dengan istri karena lagi-lagi tidak berani menegur. Pengemudi yang bertelepon selagi mengemudi tanpa alat bantu sangat berbahaya. Apalah pihak Grab tidak pernah memberi training mengenai hal ini?
Sebagai palanggan yang menggunakan kupon promo, tentu istri saya merasa tidak nyaman dengan perbincangan pengemudi tersebut. Apa salahnya memanfaatkan sistem promo Grab. Apakah pengemudi Grab akan merugi dengan sistem tersebut? Apakah juga mereka tidak bisa menolak orderan jarak jauh?
Sesampainya di tujuan si pengemudi tanpa sungkan-sungkan meminta istri saya memberikan rating 5 bintang. Padahal istri saya sebelumnya sudah berencana memberikan 1 bintang saja. Pikirannya berubah karena merasa akan mengikuti Misa dan coba berbaik hati kepada pengemudi tersebut.
Saya mengatakan bahwa seharusnya diberi 1 bintang saja. Itu bentuk ‘hukuman’ yang akan memberi pengemudi tersebut pelajaran agar bekerja dengan baik. Hal ini tentu akan memberi manfaat bagi pengguna Grab yang lain. Selain itu kelakuan buruk yang dilakukan satu orang bisa berpengaruh pada pengemudi Grab yang lain. Dimana banyak orang mencari nafkah. Dan tentu saja nama baik Grab sendiri.
Profesi pengemudi bisa dikatakan profesi yang menjual jasa. Selain menuntut skill, mereka harus memiliki sense tanggungjawab terhadap keselamatan penumpang. Disamping prilaku yang bersahabat dan ramah terhadap pengguna layanan. Jadi ketika seseorang memilih untuk menjadi seorang pengemudi dia harus bersikap profesional. Jangan uangnya mau tetapi berlaku profesional tidak mau.
Bagi pihak penyedia layanan, Grab harus terus mengevaluasi pengemudi mereka. Mereka bukan semata-mata perusahaan penyedia aplikasi yang menghubungkan pengemudi dan pelanggan saja. Safety dan kenyamanan harus menjadi tanggungjawab mereka juga.
Apa yang saya tulis di sini bukan bermaksud mendiskreditkan pihak-pihak tertentu. Tetapi bagian dari hak masyarakat/konsumen untuk bersuara. Semua ini tentu saja demi kebaikan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H