Sebuah pick-up mobil melintas di jalan Gatot Soebroto Medan. Secara kasat mata jelas pick-up bermuatan ban itu sudah overloaded. Sepertinya baknya memang didesain untuk memuat lebih banyak barang dari yang seharusnya.
Tetapi sesungguhnya bukan itu yang menarik perhatian saya. Tampak, di atas tumpukan ban, seorang lelaki duduk dengan santainya. Menariknya lagi, ia sedang asyik bermain dengan handphone!
Saya pikir itu sebuah pemandangan yang luar biasa. Jelas butuh keberanian yang lebih untuk berlaku seperti itu. Seorang stuntman film laga pun belum tentu mau melakukannya.
Terbersit dalam pikiran, bagaimana jika pick-up itu tiba-tiba mengerem mendadak? Saya tidak yakin lelaki pemberani itu siap. Dia hanya berpegangan dengan satu tangan saja pada besi bak.
Ketika apes datang siapa bakal tahu? Mungkin dipikirnya dia jatuhnya tidak akan sakit karena bisa jadi jatuhnya di atas tumpukan ban yang empuk. Bagaimana jika kepala dulu yang menghantam aspal? Sungguh kasihan dengan keluarga yang ditinggalkan. Padahal ia adalah tulang punggung keluarga.
Tidakkah ada orang yang memperingati tindakannya, boss tempat dia bekerja misalnya? Polisi atau petugas Dishub yang biasa mangkal di perempatan sudah seharusnya notice. Minimal terhadap kendaraan yang tampak kelebihan muatan.
Pick-up tersebut tidak hanya tidak perduli dengan keselamatan orang-orang yang berada di kendaraan itu saja. Tetapi mereka juga tidak perduli dengan keselamatan pengguna jalan yang lain. Satu ban jatuh saja bisa menimbulkan bencana bagi orang lain. Seperti pengalaman seorang teman yang harus cuti panjang akibat kecelakaan yang diakibatkan oleh bank truk yang lepas.
Kepedulian akan keselamatan di jalan di negara kita memang tergolong rendah. Masih banyak kendaraan angkutan yang tidak memasang Segi Tiga Pengaman saat muatan melebihi panjang bak mereka. Mereka berpikir cukuplah dengan menggantungkan dedaunan atau plastik kresek warna merah.
Penggunaan gawai secara tidak bijak menjadi pemandangan umum. Multitasking yang mengundang maut. Padahal ketika seseorang itu dianggap layak memiliki SIM seharusnya mempunyai kesadaran untuk berlaku aman di jalan.
Pekerja yang duduk di atas ban itu bisa jadi kurang memiliki kesadaran karena tingkat pendidikan yang rendah. Bagaimana dengan mereka yang educated dan well-educated?
Sering kita jumpai pengendara mobil pribadi, menyetir sambil sesekali melihat layar handphone. Mereka pikir itu sah dan aman. Tetapi saya berani bilang bahwa itu “Mengerikan”.
Kecelakaan di jalan raya termasuk salah satu pembunuh utama di dunia ini. Sebagian besar disebabkan kelalaian pengguna jalan itu sendiri.
Iklan-iklan layanan masyarakat untuk membangun kesadaran masyarakan akan pentingnya keselamatan di jalan raya masih sangat minim. Pihak berwenang sudah seharusnya mencari solusi seperti edukasi berkelanjutan.
Di era digital sekarang ini rasanya akan jauh lebih mudah dalam penyampaian pesan. Misalnya pemanfaat media sosial seperti Facebook dan Twitter atau dengan menggandeng netizen seperti bloger.
Yakinlah bahwa Indonesia bisa seperti negara-negara lain yang sudah lebih ‘beradab’ di jalan raya. Di negara-negara dimana untuk sekedar membunyikan klakson saja harus berpikir dua kali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H