Tren dunia saat ini menunjukan bahwa industri pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar. Bahkan mengalahkan sektor migas maupun industri manufaktur yang beberapa dekade lalu menjadi primadona. Apalagi jika melihat harga minyak dunia saat ini yang tidak menentu. Industri pariwisata berkembang dengan pesat dan tidak ada matinya.
Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan keberagaman budaya adalah surge bagi wisatawan dunia. Hal ini ditunjukan dengan angka kunjungan wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pemeritah sendiri menargetkan jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia dapat mencapai angka 20 juta pada tahun 2019 nanti.
Pemerintah pusat juga menetapkan 10 destinasi pariwisata unggulan sebagai bagian dari rencana jangka panjang mengotimalisasi industri pariwisata tanah air. Daerah-daerah juga tidak ketinggalan dengan mengadakan event-event tahunan guna memperkenalkan sekaligus menarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang.
Bahkan “Wonderful Indonesia” saat ini menjadi salah satu tagline paling terkenal di dunia. Branding pariwisata kita iitu bahkan sudah mengalahkan slogan “Your Singapore” dan “Truly Asia” dari negara tetangga.
Papua - The Paradise
Papua, baik provinsi Papua dan Papua Barat, harus berani menangkap peluang emas ini. Lalu potensi wisata apa yang bisa dieksplorasi demi kemajuan Papua? Tidaklah sulit untuk menjawabnya karena Papua memiliki segalanya yang dapat menjadi magnet wisatawan datang ke sana. Apalagi tren menunjukan wisatawan mulai mencari tempat-tempat yang masih terjaga keasliannya baik itu alam maupun budayanya.
Padahal Papua bukan hanya Raja Ampat. Ada Danau Sentani, sebuah danau dengan panorama menakjubkan yang letaknya tidak jauh dari kota Jayapura. Tidak jauh dari danau ini terbentang Pegunungan Cyclops yang merupakan salah satu kawasan konservasi alam di Papua.
Bagaimana dengan hutan-hutannya? Hutan Papua adalah salah satu dari tiga Hutan Hujan Tropis terbesar dunia. Di sana menjadi surga ribuan spesies flora dan fauna. Hutan adalah ibu bagi masyarakat asli Papua.Tempat mereka mendapatkan makanan dan obat-obatan. Jadi boleh dikatakan bahwa hutan (alam) adalah sumber hidup.
Eksostisme budaya masyarakat asli Papua yang terdiri dari ratusan suku itu sudah menjadi daya tarik tersendiri. Papua juga memiliki agenda tahunan seperti Festival Lembah Baliem. Festival ini menampilkan keberagaman budaya dari suku-suku yang tinggal di Lembah Baliem dan Pegunungan Wamena. Salah daya tarik yang terkenal adalah tarian perang antar sukunya.
Apa yang diharapkan dengan memaksimalkan sektor pariwisata di Papua jelas bertujuan untuk mendapatkan manfaat di bidang:
- Ekonomi. Bagi Papua, industri pariwisata akan menambah pendapatan asli daerah. Pariwisata juga akan membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat Papua. Multiplier effects-nya, beberapa sektor lain seperti pertanian dan perdagangan yang menjadi penopang industri pariwisata juga akan ikut berkembang. Proyek manufaktur yang ditujukan untuk menunjang pariwisata juga akan memperluas kesempatan bekerja.
- Sosial dan budaya. Jika bidang ekonomi maju, maka diharapkan ada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Masyarakat Papua bisa memiliki dana untuk bisa menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi. Bahkan mampu mengirim anak-anak mereka bersekolah di perguruan tinggi di kota lain.
Kita boleh mempunyai segudang rencana bagi pengembangan pariwisata di Papua yang tujuan utamanya untuk lebih menyejahterakan masyarakat Papua. Tetapi alangkah lebih bijaksana jika sebelum melangkah lebih jauh kita melihat efek negatif apa yang bisa ditimbulkan oleh industri pariwisata.
Pariwisata sering kali memberi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat setempat. Pemicunya utamanya adalah volume wisatawan yang datang lebih besar dari daya tampungnya. Hal ini sering dipicu oleh promosi besar-besaran demi mengejar keuntungan ekonomi semata.
Dari sisi sosial budaya, sentuhan budaya luar dan budaya asli bisa saja menimbulkan konflik. Karena modernisasi terkadang menggerusnya nilai-nilai kearifan lokal jika masyarakat setempat tidak mendapat pendampingan dan pemahaman khusus.
Bahkan yang paling menyakitkan adalah ketika penduduk lokal harus dikorbankan seperti merelokasi mereka ke tempat baru karena pembangunan fasilitas wisata. Masyarakat bisa kehilangan tanah adat maupun warisan leluhur karena dibeli pihak investor atau diambil alih secara sepihak.
Dampak negatif lain dunia pariwisata yang saat ini menjadi perhatian dunia adalah kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan resort maupun sarana penunjang akomodasi wisatawan sering tidak terkontrol. Pembukaan hutan acapkali malah menimbulkan masalah baru karena hilangnya habitat flora dan fauna. Buruknya pengelolaan sampah dan limbah yang dihasilkan oleh wisatawan dapat merusak kualitas tanah dan air di lingkungan tersebut. Fatalnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tidak bisa diperbaiki, misalnya kerusakan pada terumbu karang
Melihat kekayaan alam, kondisi geografis, dan sosial budaya Papua maka bentuk pariwisata yang paling tepat untuk dioptimalkan adalah ecotourism atau ekowisata. Sebagai catatan, ekowisata di sini tidak diartikan sebagai wisata alam biasa.
Ekowisata lebih menekankan pada perhatian yang penuh pada konservasi alam secara berkelanjutan (sustainable). Apalagi di Papua sendiri hampir semua obyek wisatanya berada di kawasan konservasi. Ekowisata sendiri cocok dengan kultur masyarakat asli Papua yang hidupnya tidak bisa dipisahkan dari alam. Disinilah nanti betapa pentingnya pembedayaan masyarakat asli Papua agar mampu menjadi subyek dari industri pariwisata Papua sembari menjaga kearifan lokal.
Satu hal yang positif dari ekowisata adalah wisatawan yang datang ke Papua nantinya ambil bagian dalam pelestarian lingkungan. Baik dari perilaku maupun pemberian donasi untuk dana perawatan dan pelestarian alam.
Dengan ekowisata, Papua akan menjadi tujuan yang berkelas. Papua tidak mencari kuantitas tetapi membutuhkan wisatawan yang tidak hanya datang untuk senang-senang. Tetapi wisatawan yang care terhadap Papua.
Pemberdayaan Masyarakat Papua
Sama seperti jenis wisata lainnya, ekowisata harus juga dikelola secara profesional. Maka dari itu perlu dibangun sarana dan prasarana pendidikan kejuruan (khusus) yang berhubungan dengan pariwisata dan pengetahuan pelestarian lingkungan hidup. Anak-anak muda asli Papua harus menjadi pelaku aktif ekowisata.
Ekowisata memerlukan sinergi semua pihak dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan. Pihak-pihak tersebut adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak pengelola, masyarakat setempat, dan juga para wisatawan. Selain pemerintah, dibutuhkan peran serta pihak swasta sebagai tanggungjawab dan kepedulian mereka terhadap masyarakat.
Seperti yang sudah di lakukan PT Freeport Indonesia dalam menggali potensi ekowisata di Kabupaten Mimika. Bersama Yayasan Yayasan Maramowe, PT Freeport Indonesia turut memberdayakan suku Kamaro lewat pembinaan dan pemasaran hasil kerajinan mereka.
Papua memiliki ‘sejuta’ obyek wisata yang memikat dengan orang-orangnya yang sederhana dan bersahabat. Papua sudah menyediakan ukiran-ukiran indah, batik khas papua, dan kopi terbaik untuk dibawa pulang sebagai cinderamata. Jadi tidak ada yang kurang dari Papua untuk menjadi The Next Bali-nya Indonesia.
Optimaliasasi ekowisata yang bersandar pada kearifan lokal Papua dan berkelanjutan adalah langkah bijak dalam menyejahterakan masyarakat Papua. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Perlu perencanaan dan waktu yang panjang untuk sampai pada sebuah ekowisata yang ideal. Pada akhirnya ekowisata Papua akan menjadi sebuah industri pariwisata kelas dunia yang menjadi tulangpunggung kesejahteraan seluruh masyarakat Papua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H