Bagi netizen yang aktif ngeblog istilah BLOGWALKING bukan sesuatu yang asing. Blogwalking sendiri jika diterjemahkan secara sederhana adalah sebuah kegiatan berkunjung ke blog orang lain.
Ketika kita membaca sebuah artikel di Kompasiana pun dapat diasumsikan sebagai blogwalking. Lho, bukankah Kompasiana bukan sebuah blog?
Kata siapa Kompasiana bukan sebuah blog? Kompasiana sendiri dapat disebut sebagai sebuah blog, blog keroyokan, atau media warga. Esensinya ya sama saja, sebagai media ngeblog. Orang melakukan registrasi dan memiliki akun sendiri, lengkap dengan passwordnya. Lewat akun tersebut, kompasianer dapat menulis dan mempublish apapun. Sama seperti ngeblog di blog pribadi bukan?
Dalam dunia blogging, salah satu tujuan dari blogwalking adalah terjadinya kunjungan balasan. Ini akan berimbas pada tingkat keterbacaan artikel dan jumlah visit pada blog kita. Tujuan lain yang tidak kalah pentingnya adalah terjalinnya interaksi.
Hal pertama ketika seseorang melakukan blogwalking adalah memberi komentar. Komentar bisa juga dilihat sebagai tanda sebuah kehadiran. Dari sini akan berlanjut dengan saling follow antar kedua blogger tersebut.
Nah, tanpa kita sadari sebenarnya budaya blogwalking sudah terjadi di Kompasiana. Saling berkunjung pada artikel teman, menulis dan membalas komentar, atau sekedar titip link adalah blogwalking ala Kompasiana.
Kompasiana pernah mengalami era keemasan blogwalking. Ketika terjadi interaksi begitu happening. Kolom komentar begitu ramai dan hidup. Dan itu melibatkan banyak kompasianer. Kompasiana berubah menjadi sebuah forum layaknya Kaskus. Penulis lama maupun baru berbaur tanpa sekat.
Kala itu Kompasiana masih memiliki fitur notifikasi komentar yang berfungsi dengan baik. Begitu buka dashboard kita bisa melihat siapa saja yang memberi komentar pada artikel kita. lebih dari itu kita juga dapat mengetahui ketika komentar kita pada sebuah artikel dibalas penulisanya.
Fitur Follow (add teman) saat itu juga sagat membantu blogwalking. Kita diberitahu jika ada teman yang memposting artikel terbaru. Jadi boleh kita selalu update dan bisa langsung meluncur ke artikel tersebut.
Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan wajah Kompasiana. Tampilan yang semula lebih kompleks berganti menjadi lebih sederhana. Fitur-fitur unggulan yang memanjakan blogwaking mulai dipangkas. Mungkin dianggap mengganggu kinerja mesin Kompasiana.
Banyak kompasianer kecewa, tetapi bagaimana lagi. Ngeblog kalau rumahnya numpang, ya harus ikut apa kata tuan rumah. Event Pilpres 2014 membuat Kompasiana tetap ramai. Kolom komentar, terutama artikel politik tetap ramai dan panas. Situasi tersebut ternyata juga menggairahkan kanal-kanal.
Kembali ke Blogwalking…
Bagaimana dengan Kompasiana saat ini? Blogwalking masih tetap berjalan tetapi tidak seramai dulu. Ini pengamatan subyektif. Artikel di lapak penulis-penulis tertentu tampak masih ramai. Tetapi kembali lagi, tidak seperti dulu ramainya.
Hengkangnya beberapa penulis ditengarai menjadi penyebab. Kompasiana menjadi sepi, tidak seperti dulu. Begitu pendapat beberapa pihak. Rasanya tidak juga.
Saya terus terang tidak memiliki data yang valid berapa jumlah pertambahan Kompasiana setiap bulannya. Dari pengamatan sehari-hari, banyak tulisan-tulisan dari muka-muka baru.
Kompasianer baru datang dengan style masing-masing. Satu hal yang perlu dicatat, sekarang lebih banyak artikel dari daerah. Artikel-artikel informatif tentang daerah penulisnya. Salah satu yang sulit didapat dari media mainstream. Dengan kata lain Kompasiana tetap menjadi etalase informasi Indonesia.
Cuma sayang, budaya saling berkunjung sepertinya agak tersendat. Kompasiana tetap ramai dengan artikel tetapi nggak happening. Kadang sudah dikunjungi dan dihadiahi vote dan komen, kita tidak mendapat balasan.
Sepertinya ada dua faktor penyebab budaya blogwalking (connecting) tidak berjalan.
Pertama adalah Faktor Teknis. Kompasiana kadang suka error yang kadang menyebabkan tidak bisa login login. Ya bagaimana mau memberi komen jika login saja tidak bisa. Atau adakalanya sudah memberi komentar tapi tidak muncul.
Seperti yang sudah disebutkan dibagian lain artikel ini. Hilangnya beberapa fitur Kompasiana rasanya ikut mempengarui blogwalking.
Kedua faktor non teknis. Menganggap bahwa blogwalking itu tidak penting. Tidak memiliki teman di Kompasiana juga bukan masalah. Si penulis termasuk tipe penulis yang tidak pernah memusingkan jumlah pembaca artikelnya.
Saya kadang menyarankan beberapa teman untuk coba aktif saling berkunjung. Bukan hanya pada artikel karya teman satu komunitas. Tujuannya agar artikel bisa mendapat kunjungan juga.Efeknya tentu saja agar pesan atau infomasi yang ingin kita sampaikan lewat artikel itu bisa sampai pada pembaca yang lebih luas.
Faktor non teknis lainnya adalah LUPA. Penyebab lupa bisa diakibatkan oleh faktor teknis. Ketika hendak membalas komentar tidak bisa login atau error. Sampai akhirnya tertunda dan melupakan komentar yang masuk. Atau bisa juga karena frekwensi artikel yang ditayangkannya begitu padat sehingga tidak sempat lagi membalas komentar.
Jika sekali-dua kali dikunjungi tidak dibalas maka timbul rasa kapok dan jengkel. Orang akan merasa tidak dihargai dan itu manusiawi sekali. Makanya jangan heran banyak artikel berstatus HEADLINE sepi rating dan komentar. Posisinya pada kolom NT malah jauh berada di bawah artikel yang tanpa status.
Tagline Kompasiana dari dulu hingga sekarang masih sama “Sharing & Connecting”, bukan “to share” thok! Sedikit saran saya bagi penulis-penulis baru yang ingin benar-benar mengambil manfaat dari ngompasiana, coba untuk rajin melakukan blogwalking.
Apa yang kita dapat dari blogwalking mugkin tidak langsung kita rasakan manfaatnya. Tetapi percayalah apa yang kita tabur itulah nanti yang akan kita tunai. Silakan artikan dan buktikan sendiri. Sambil sama-sama berharap di tahun 2017 Kompasiana tidak terlalu sering error.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI