Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Prestasi Olahraga Indonesia Jalan di Tempat atau Mundur?

21 Agustus 2016   00:26 Diperbarui: 21 Agustus 2016   16:20 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir Rio 2016 (foto:bbc.com)

Maaf, artikel ini tidak hendak merusak euphoria atas raihan emas Olimpiade Rio 2016. Sudah layak dan sepantasnya apresiasi diberikan kepada Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir. Semangat luar perjuangan mereka seharusnya dihargai lebih dari uang 5 milyar rupiah.

Cabang Badminton sukses mengembalikan tradisi medali emas Olimpiade. Menyelamatkan marwah Indonesia sebagai salah satu negara besar di muka bumi ini. Apa jadinya jika Indonesia gagal, kalah dengan Thailand atau negara kecil seperti Singapura?

Suka atau tidak suka harus diakui olahraga kita seperti jalan di tempat. Itu ungkapan yang lebih halus daripada dibilang mundur. Indonesia pernah merajai Badminton dunia. Indonesia selalu menjadi juara umum walau hanya setingkat SEA Games. Tetapi  bagaimana wajah olahraga kita saat ini?

Sekedar mengingat kembali kenangan ketika trio pepanah Indonesia, Nurfitriana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani meraih medali perak Cabang Panahan Olimpiade Seoul 1988. Pemerintah dan pihak-pihak yang mengurusi persoalan olahraga di Indonesia sama-sama berpikir bahwa  Indonesia harus focus pada cabang olahraga terukur seperti panahan.

Pemikiran ini tentu saja diambil karena sepertinya sulit bagi kita untuk bersaing pada cabang olahraga yang sangat mengandalkan kekuatan fisik dan postur tubuh. Sembari menunggu Badminton, cabang andalan, secara resmi diperlombakan di Olimpiade.

Bertahun-tahun Indonesia dan IBF (sekarang BWF) berjuangan agar Badminton bisa masuk Olimpiade. Hasilnya untuk pertama kali Badminton dipertandingkan pada Olimpiade Barcelona 1992. Di Barcelona Indonesia cukup sukses dengan 2 medali emas dari Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma. Total ada 5 medali dipersembahkan kontingen Indonesia yang semuanya berasal dari Badminton.

Lalu sejak tahun 2000 Angkat Besi secara rutin mengisi pundi-pundi medali Indonesia. Bahkan pada Olimpiade London 2012, Angkat Besi hadir menjadi penyelamat. di Olimpiade Rio Angkat Besi menyumbang 2 medali perak. Kita patut berterima kasih kepada Sri Wahyuni dan Eko Yuli dan juga layak untuk diarak.

Sebenarnya apa yang sudah dilakukan pemerintah terhadap dunia olahraga kita? Apa kerja KONI-KOI sejak tahun 1988 hingga sekarang? Apakah Perpani (Persatuan Panahan Indonesia) mampu melahirkan atlet-atlet peraih emas lagi?

Bagaimana dengan PBSI? Organisasi ini sudah menjadi organisasi yang minim prestasi. Coba sebut kapan Indonesia meraih Piala Thomas, Uber atau Sudirman? Tapi harus diakui kondisinya masih lebih baik daripada PSSI.

Olimpiade Rio melahirkan Carolina Marin sebagai juara tunggal putri. Atlet ini bukan dari China atau Korea, dia dari Spanyol. Negara yang sama sekali tidak punya akar olahraga Badminton. Bahkan Marin pernah menimba ilmu di Indonesia. Begitu pula lawannya di final, Pusarla V. Sindhu, peraih perak ini berasal dari India. Negara yang Badmintonnya sempat redup setelah pensiunnya Prakash Padukone.

Sebagai catatan, Malaysia menempatkan 3 wakil mereka di babak final Badminton Olimpiade Rio. Walau gagal mendulang emas tapi itu  pencapaian yang sangat luar biasa.

Asa Indonesia sempat muncul ketika Pino Bahari meraih emas di Asian Games Beijing 1990 dalam usia yang sangat muda. Bersama adiknya Nemo Bahari, keduanya lolos kualifikasi ke Olimpiade Atlanta 1996. Sayang keduanya gagal mempersembahkan medali. Setelah itu dunia tinju amatir kita seolah ikut meredup.

Dahulu sempat ada wacana juga bagaimana membina putra-putri Papua secara khusus menjadi atlet potensial seperti untuk cabang atletik dan dayung. Diasumsikan atlet-atlet Papua memiliki kekuatan fisik yang bisa mengimbangi kekuatan atlet-atlet luar. Namun sepertinya tidak berjalan sesuai harapan untuk bisa berbicara ditingkat dunia.

Indonesia pernah memiliki dua sprinter Purnomo dan Mardi Lestari. Kini, tampaknya susah mencari atlet Atletik untuk bisa berlomba di ajang IAAF U20 Championship seperti yang baru-baru ini berlangsung di Polandia

Saat ini olahraga tidak lagi bersandar pada tradisi dan sejarah. Semua negara berlomba melahirkan atlet-atlet berprestasi dengan sangat keras. Mempersiapkan atlet sejak usia dini, ditempa fisik, teknik, dan mental untuk menjadi seorang juara.

Atlet sendiri harus punya motivasi yang sangat kuat untuk menjadi juara. Kita bisa melihat apa yang sudah ditunjukan oleh Owie dan Butet. Spirit mereka sungguh luar biasa, berbanding terbalik dengan atlet bulutangkis kita yang lain.

Olahraga berkembang sangat pesat seiring dengan kemajuan dengan ilmu dan teknologi. Lihat apa yang terjadi dengan tim renang Amerika Serikat. Mereka adalah barometer renang dunia. Selalu lahir kampiun-kampiun kolam renang.

Amerika Serikat tidak melahirkan juara renang. Tetapi mereka MENCIPTAKAN juara renang. Tim ini melibatkan ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu dan memanfaatkan kemajuan teknologi. Contohnya mereka memiliki ahli gizi dan ahli fisioterapi untuk bisa menghasilkan otot atlet renang yang ideal.

Setiap gerakan atau sapuan tangan dan dayungan kaki sewaktu diair berdasarkan teknik yang sistematis yang sudah teruji dan terukur. Jadi bukan soal kekuatan fisik semata.

Jika ingin dunia olahraga Indonesia maju harus melakukan revolusi. Atau kita semakin tertinggal jauh. Vietnam, negara yang baru saja bangkit dari perang saja mampu melahirkan atlet Badminton yang mampu mengalahkan atlet Indonesia. Hal yang tidak akan pernah kita pikirkan 10 tahun lalu tentunya.

Kita terlalu terlena dengan masa keemasan dan kejayaan masa lalu. Lupa bahwa negara lain berpikir bahwa mereka pun bisa melahirkan juara sama seperti Indonesia.

Apa yang kita tidak punya selama ini adalah pemimpin-pemimpin yang benar-benar ‘gila’ olahraga. Coba, siapak Menpora kita yang selama ini benar-benar serius mengurusi olahraga? Yang ada malah dana untuk olahraga habis dikorupsi seperti yang terjadi pada kasus Hambalang. Orang yang menggantikannya pun bukan orang yang mengerti soal olahraga.

Bayangkan, belum lama ini pelatih Angkat Besi Dirdja Wihardja, sampai harus meminta kepada pemerintah agar dibangunkan padepokan angkat besi yang berkelas di Lampung. Lampung adalah gudang atlet angkat besi, lalu mengapa sampai saat ini prasarana di sana belum memadai?

Palembang memiliki sarana dan prasarana olahraga yang baik dan berstandar internasional. Tetapi apakah ada atlet olimpiade kita yang berasal dari kamp olahraga ini? Pastinya kompleks olahraga JakaBaring sukses menjadi tempat rekreasi keluarga di akhir pekan saja.

Cabang Taekwondo pernah melahirkan atlet-atlet hebat baik untuk Sea Games, Asian Games, bahkan kejuaraan dunia. Namun ketika Taekwondo resmi dipertandingkan di Olimpiade, Indonesia malah melempem. Kalah dengan Thailand yang sukses mencuri medali dari cabang ini.

Membicarakan dunia olahraga kita saat ini sama saja mencampur perasaan sedih dan juga kesal. Potensi 250 juta penduduk tidak bisa dimaksimalkan untuk mencetak banyak atlet-atlet juara. Olahraga kita lebih banyak diisi dengan kisruh pengurus dan supporter.

Pengurus-pengurus olahraga lebih banyak diisi oleh politikus-politikus dengan segala kepentingannya. Orang-orang yang sebenarnya tidak mengerti olahraga didudukan sebagai pengurus. Pemilihan atlet-atlet didasarkan atas pertimbangan di luar sportivitas.

Adakah yang bisa menyebutkan satu atau dua atlet bulutangkis kita yang akan merebut emas Olimpiade 4 tahun lagi? Berat rasanya jika melihat gambaran bahwa kita hanya mampu menempatkan 1 nomor saja di babak semifinal Olimpiade Rio ini.

Olahraga Indonesia butuh 100 persen perhatian pemerintah. Bukan sekedar iklan pemberian hadiah 5 milyar atau cukur gundul dan kumis bapak menteri. Presiden harus bisa memberi target kepada Menpora prestasi apa yang bisa ia persembahkan. Jika gagal berarti ia harus siap mundur atau diresuffle.

Rakyat Indonesia, pecinta olahraga, begitu dahaga akan prestasi. Cukup sudah kita dikangkangi negara-negara lain. Waktunya melakukan revolusi. Pemerintah dan pengurus olahraga harus duduk bersama merumuskan formula untuk MENCIPTAKAN atlet-atlet emas masa depan. Jangan malu jika harus belajar dari negara lain. Dan terakhir, jangan pelit anggaran demi kemajuan olahraga nasional.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun