Indonesia bukan Jawa, Indonesia terbentang dari Papua hingga Aceh. Namun pada kenyataannya bertahun-tahun daerah di luar Pulau Jawa serasa dianak tirikan dalam hal pembangunan. Khususnya pembangunan infrastruktur. Daerah serasa tidak tersentuh, mereka hanya menjadi penonton terhadap pesatnya pembangunan yang terjadi di Pulau Jawa.
Bagi yang lahir dan besar di luar Jawa tahu betul bagaimana kondisi jalan di daerah. Dulu jalan hanya diaspal menjelang pemilu saja. Itu artinya 1 kali saja dalam 5 tahun. Teknik pengaspalannya pun asal-asalan, jalan hanya seperti dicat dengan cairan aspal panas saja. Hasilnya aspal akan mengelupas hanya dalam beberapa bulan.
Tiga dasawarsa silam, sebelum ada jalan lintas timur, dari Palembang menuju Lampung harus melalui jalan lintas tengah Sumatera. Jalannya meliuk-liuk dengan kondisi yang buruk, termasuk kondisi jembatan-jembatan yang harus dilewati. Lalu masyarakat pengguna jalan merasa lega ketika pemerintah membuka jalan lintas timur yang mampu memangkas waktu tempuh dengan cukup signifikan. Namun entah karena konstruksi atau kondisi tanahnya, jalan lintas timur Sumatera itu cepat rusak. Berlubang dan hilang aspalnya di banyak titik.
Di Jawa agak sulit menemukan Jalan yang buruk terutama untuk jalan kelas nasional dan provinsi. Hampir setiap tahun jalan-jalan di sana diaspal terutama menjelang lebaran. Ambil contoh jalan jalur selatan Jawa di daerah Kebumen. Ketebalan lapisannya sudah luar biasa karena sering dilakukan pengaspalan.
Bagi pelajar atau mahasiswa daerah yang belajar di kota-kota besar di Pulau Jawa tentu paham bahwa ungkapan Indonesia bukan hanya Jawa itu sebenarnya cuma jargon kosong. Kata “pembangunan” dan “pemerataan” tidak pernah seiring dalam pelaksanaan. Hal ini acap kali menimbulkan pertanyaan, “mengapa daerah kami diperlakukan berbeda?”
Kekuasaan pemerintahan berganti seiring berjalannya waktu. Namun pemerataan pembangunan bergerak dengan sangat lambat. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi pembangunan di daerah perbatasan maupun pulau-pulau terluar Indonesia. Selalu ada alasan dan pembenaran mengapa pembangunan di daerah seperti terlupakan. Salah satu alasan klise adanya perbedaan pada pendapatan asli daerah, minimnya investasi, serta kualitas sumber daya manusia (SDM). Pertanyaannya mengapa ada daerah yang mempunyai potensi besar, baik itu SDA dan SDM tetap saja ‘kalah’ dibandingkan dengan provinsi yang ada di Pulau Jawa? Faktor demografis memang tidak bisa dinafikan, namun kita harus sepakat bahwa tidak boleh ada ketimpangan yang begitu ‘njomplang’ antara Jawa dan luar Jawa.
Sembilan tahun menetap di Sumatera Utara menjadi saksi bahwa provinsi ini memang harus berbenah terutama infrastrukturnya. Sebagai provinsi luar Jawa dengan jumlah penduduk paling besar, yang hampir mencapai 13 juta jiwa itu, Sumatera Utara menyimpan modal pembangunan yang sangat besar. Belum lagi potensi kekayaan alam, hasil pertanian dan perkebunan, perdagangan maupun pariwisatanya. Tidak kalah jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa.
Kenyataannya sektor pariwisata Sumatera Utara, baik itu destinasi Danau Toba maupun Nias sebagai andalan, belum digarap secara optimal. Menurut BPS Sumut, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung setiap bulannya rata-rata masih di kisaran angka 10 ribu saja, dan masih didominasi wisatawan dari negara-negara tetangga saja. Dengan potensi yang ada seharusnya Sumatera Utara bisa menggaet lebih banyak lagi turis-turis asal Eropa maupun Amerika. Semuanya itu terbentur sarana prasarana seperti infrastruktur yang buruk ditambah sarana obyek wisata yang kurang memadai.
Pembangunan Indonesia Sentris
Harapan itu datang ketika Presiden Jokowi memberi perhatian yang besar terhadap pembangunan di luar Jawa. Perhatian tersebut beliau nyatakan dalam sebuah komitmen yang tertuang dalam paradigma Pembangunan Indonesia Sentris. Paradigma baru yang intinya Indonesia bukan lagi hanya Jawa. Daerah harus mendapat perhatian yang sama dari pemerintah. Komitmen ini sangat selaras dengan amanat Undang-undang Dasar dan Nawa Cita terutama butir ketiga. Indonesia akan membangun mulai dari daerah terluar, pembangunan di daerah akan menjadi prioritas demi keadilan dan usaha mengejar ketertinggalan.
Sekali lagi, Pembangunan Indonesia Sentris bukan sekedar wacana. Saat ini banyak pelabuhan laut dan bandara udara baru yang dibangun atau direvitalisasi. Sulawesi juga nantinya akan memiliki jalur kereta api mulai dari Sulawesi Selatan Hingga Sulawesi Utara. Berita tentang ground-breaking proyek-proyek di luar jawa menjadi semakin sering kita baca di media. Ini sungguh luar biasa dan melegakan hati masyarakat Indonesia di luar Jawa.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sendiri bergerak cepat dalam merespon keinginan Presiden Jokowi. Salah satunya adalah proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 2.800 km. Terbentang dari Provinsi Aceh hingga Lampung! Tol Trans Sumatera diharapkan menjadi urat nadi perekonomian Pulau Sumatera di masa depan.
Dulu orang pasti skeptis jika berbicara tentang rencana pembangunan jalan tol di Pulau Sumatera. Bagaimana tidak, Sumatera isinya hutan belantara, sungai, dan rawa. Hal yang dulu hanya sebatas wacana di forum-forum itu kini sudah ada dilakukan walau progresnya baru beberapa persen saja. Poinnya ada pada keberanian untuk memulai, walau tidak mudah dan memakan anggaran yang cukup besar. Tetapi jika tidak sekarang, mau kapan lagi daerah membangun?
Implementasi Pembangunan Infrastruktur Indonesia Sentris di Sumatera Utara
Pembangunan jalan tol Medan – Binjai sepanjang 16,72 KM adalah bagian dari mega proyek Tol Trans Sumatera tersebut. Nilai investasi proyek ini mencapai 1,6 trilyun rupiah. Pengerjaannya terbagi dalam 3 seksi yaitu seksi 1 (Tanjung Mulia – Helvetia), seksi 2 (Helvetia- Semayang), dan seksi 3 (Sei Semayang – Binjai).
Nantinya Tol Medan-Binjai akan terkoneksi dengan Tol Belmera (Belawan – Medan – Tanjung Morawa). Pelabuhan Belawan adalah pelabuhan utama baik untuk penumpang maupun peti kemas. Belawan sendiri bersama dengan Dumai adalah gerbang utama bagi ekspor CPO, komoditi andalah Sumatera. Sebagai informasi daerah Belawan terdapat KIM I dan II (Kawasan Industri Medan) yang merupakan kawasan khusus industri serta pergudangan. Jika semua titik terkoneksi dalam sebuah jaringan infrastruktur transportasi yang baik maka arus logistik akan semakin mudah, cepat dan efisien.
Disamping itu kehadiran akses yang baik tentu akan menarik minat investor untuk menanamkan modal. Tidak hanya bagi kota Medan saja, Binjai sebagai kota penyanggah akan berkembang dengan masuknya investasi baru. Selama ini pun sudah banyak industri yang terdapat di Binjai maupun daerah yang berbatasan langsung dengan Binjai seperti Kabupaten Deli Serdang. Industri-industri akan menyerap tenaga kerja dan menggerakan dunia usaha mikro, baik barang maupun jasa disekitarnya.
Penyebaran penduduk akan semakin merata ke daerah pinggiran kota. Orang menjadi tidak ragu lagi untuk memiliki rumah di luar kota yang harganya lebih murah karena adanya akses yang lebih mudah. Sebuah dampak yang bagus bagi dunia usaha bidang properti.
Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saat ini sedang merampungkan jalan tol Medan – Tebing Tinggi yang terhubung dengan Bandara Internasional Kualanamu dengan total panjang 61,70 kilometer. Proyek ini juga melibatkan perusahaan-perusahaan BUMN seperti PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Jasa Marga.
Kita tahu bahwa saat ini pemerintah memasukan Danau Toba kedalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) bersama 10 destinasi lain. Pemerintah juga akan membentuk Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba yang akan dikuatkan dengan payung hukum yaitu Peraturan Presiden. Indonesia harus punya destinasi pariwisata berkelas selain Bali atau Yogyakarta. Ini bukan sekedar wacana di atas kertas semata. Jelas terbaca bahwa pemerintah serius dengan paradigma baru, Pembangunan Indonesia Sentris.
Data jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Danau Toba tidak sebanding dengan potensi wisata Danau Toba. Potensi wisata baik itu keindahan alam maupun budaya yang besar belum mampu menyedot wisman hadir. Festival Danau Toba yang diselenggarakan setiap tahun seperti sebuah agenda tahunan biasa. Padahal antusiasme pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat lokal sangat tinggi dalam memeriahkan acara tersebut.
Jadi jika kehadiran jalan tol tersebut dapat terealisasi maka waktu tempuh dari Medan atau Kualanamu menuju Danau Toba akan memangkas setengah waktu perjalanan normal. Wisatawan yang turun di Bandara Internasional Kualanamu bisa langsung menuju Danau Toba melalui akses jalan tol dan begitu pula sebaliknya. Wisatawan juga akan mempunyai waktu lebih panjang sehingga mereka dapat merasakan wisata alternatif lain di kota Medan. Misalnya wisata kuliner yang juga terkenal itu.
Ini semua tentu saja akan membangkitkan sektor pariwisata Sumatera Utara yang selama ini seolah berjalan di tempat. Pariwisata Danau Toba diharapkan menjadi destinasi pariwisata berkelas internasional. Syaratnya jelas Sumatera Utara harus memiliki infrastruktur yang baik. Tentu saja harus dibarengi dengan pembangunan sarana pendukung pawisata di Danau Toba itu sendiri seperti resort dan hotel.
Tol dari Medan ke Parapat akan semakin sempurna dengan pembangunan jalan nasional lingkar luar dan dalam dalam Pulau Samosir yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kementerian PUPR telah menggandeng Pemprov Sumatera Utara dan kabupaten-kabupaten di sekitar Danau Toba untuk sama-sama bersinergi membangun infrastruktur guna mendukung pariwisata Danau Toba.
Kita semua berharap akan timbul dampak multiganda (multiplier effect) dari pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara. Pembangunan infrastruktur akan menggerakan lebih cepat pembangunan-pembangunan sektor lain. Secara tidak langsung pun akan berimbas pada peningkatan pendapatan negara yang didapat dari sektor pajak dan devisa.
Orang Sumatera Utara tidak perlu lagi merantau ke Jawa atau Papua karena daerahnya sendiri akan memberi mereka ‘hidup’. Jika daerah asal ini mereka maju dan berkembang sehingga memberi peluang yang besar untuk berkarya, tentu saja mereka akan lebih memilih untuk tinggal di daerah.
Pembangunan infrastruktur di Sumatera, khususnya jalan tol, bukan untuk kepentingan jangka pendek semata. Pembangunan Infrastruktur akan menjadi pondasi pembangunan yang berkelanjutan. Presiden boleh saja berganti tapi visi harus tetap sama. Pembangunan Infrastruktur Indonesia Sentris menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Persoalan yang menahun selalu menjadi masalah klasik tentang ketimpangan di berbagai bidang seperti pendidikan maupun kesehatan secara perlahan akan teratasi.
Sebenarnya itu semua bukan tujuan utama dari Pembangunan Indonesia Sentris. Hal pokok yang ingin dicapai adalah terciptanya masyarakat Indonesia yang sejahtera, berkeadilan sosial demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara hanya kepingan kecil saja dari Pembangunan Indonesia Sentris. Namun kita optimis bahwa ‘menggeliatnya’ Sumatera Utara akan memberi dampak yang signifikan bagi Indonesia secara keseluruhan.
Terakhir, jika suatu saat presiden kita, dalam kunjungannya ke luar negeri, ditanya oleh calon investor. ”Menurut bapak presiden, apa alasan bahwa Indonesia adalah tempat yang menguntungkan bagi kami untuk berinvestasi?”
Presiden akan dengan mudah menjawab,” Kami memiliki sumber daya manusia yang besar, tanah yang luas, kekayaan alam yang melimpah, dan stabilitas politik yang baik. Dan yang terpenting adalah kami telah siap dengan infrastruktur pendukung.” Lalu Presiden menambahkan,” Silakan pilih mau di mana, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan di Papua sekalipun. Kami siap.”
Salam Kompasiana
Referensi:
Kementerian Maritim dan Sumber Daya RI
Dokumentasi : Pribadi, Google Map
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H