Pedagang-pedagang makanan dan minuman yang berada di pinggir lapangan hendaknya lebih ditertibkan. Keberadaan mereka jelas mengganggu pengunjung yang ingin menggunakan peralatan fitness. Masalah lain yang tidak dapat dihindari adalah masalah kebersihan. Kurangnya kesadaran dari penjual maupun pembeli membuat kotor ruang publik ini. Penertiban pedagang kecil bukan berarti melarang mereka berjualan. Akan tetapi pemerintah harus menyediakan tempat yang representatif bagi mereka. Revitalisasi ruang publik juga dimaksudkan sebagai katalisator atau menggerakan sektor ekonomi kecil. Jika pemerintah kota belum bisa menyediakan sarana dan prasarana di sekitar Lapangan Merdeka maka terpaksa dilakukan pelarangan.
Lapangan Merdeka harus bisa diakses oleh semua warga kota tanpa terkecuali secara gratis. Memang masuk area Lapangan Merdeka baik dari pintu utara maupun selatan semuanya gratis. Namun parkir kendaraan tetap harus bayar itu pun tanpa karcis. Sudah selayaknya pemerintah kota meniadakan segala bentuk pungutan di Lapangan Merdeka. Bukankah warga datang ke beranda mereka sendiri?
Ruang publik yang merupakan jantung Kota Medan ini belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Pengguna kursi roda misalnya kurang mendapat ruang untuk bergerak dengan nyaman kecuali di lintasan lari yang berarti harus siap beradu dengan kendaran bermotor. Bagi tunanetra sendiri ada bagian-bagian penutup parit yang lubangnya agak besar sehingga menimbulkan resiko tersendiri.
Masih banyak kekurangan yang ada pada Lapangan Merdeka Medan. PR yang masih bisa diperbaiki jika pemerintah kotanya memang ingin memberikan yang terbaik bagi warganya. Mereka dapat belajar dari kota lain yang berhasil menciptakan ruang publik yang 'ramah' dan modern, dengan tetap berpegang pada budaya setempat.
Lapangan Merdeka Medan harus dikembalikan kepada esensi dari sebuah ruang publik yaitu ruang publik untuk dan milik semua warga kota. Kemajuan peradaban modern tidak boleh mengikis kearifan lokal yang hadir pada sebuah ruang publik. Sejatinya ruang publik adalah tempat dimana setiap warga bisa memerdekakan diri. Bukan sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H