Coba tengok perusahaan besar seperti Google, Amazon, atau Facebook. Mengapa mereka sampai kini masih eksis, bahkan semakin besar? Saham mereka bernilai sangat tinggi. Rahasianya adalah, mereka begitu dinamis dan selalu berinovasi dalam dunia digital online ini. Meninggalkan jauh para kompetitor. Bahkan banyak yang tidak bisa bertahan, dan akhirnya tenggelam seperti nasib Friendster. Mereka seperti halnya JNE berusaha mempertahankan aset berharga mereka yaitu pelanggan dan calon pelanggan.
Terbukti kini JNE boleh dikatakan mendahului para pendahulu pelaku jasa kurir lainnya. JNE bukan hanya menghadirkan layanan PESONA saja. Beberapa produk mereka yang dari namanya saja sudah menunjukan bahwa mereka konsern terhadap inovasi strategi. Seperti Jesika (Jemput ASI Seketika), dari namanya saja mudah diingat dan menarik. Atau JNE Pick-UP POINT dimana pengguna jasa bisa mengambil sendiri kiriman mereka. JNE bahkan mengeluarkan semacam member card yang mempunyai keunggulan dan bonus tersendiri.
Saat ini bisa dilihat JNE berusaha membangun sebuah company maupun brand image dengan memanfaatkan dunia digital online. Mereka tidak sekedar menjual jasa layanan pengiriman saja. JNE melakukan sesuatu yang lain, sesuatu yang berbeda dari kompetitor. Sebuah inovasi yang juga pernah dilakukan oleh Wahyu Aditya bersama KDRI saat membuat logo HUT RI yaitu sesuatu inovatif, tidak konservatif seperti logo resmi milik pemerintah. Saat ini yang inovatif dan ‘beda’ lah yang lebih menarik hati masyarakat.
JNE dan Kompasiana
Satu tahun terakhir cukup sering kompasiana dan JNE bekerja sama menggelar event. Apa yang menarik dari Kompasiana, sehingga JNE mau menggandeng Kompasiana dalam membangun brand image-nya? Apakah JNE tidak merasa puas dengan hadirnya PESONA dan JESIKA?
Simak data terbaru dari riset yang dilakukan APJII dan Puskakom UI, disebutkan pada tahun 2014 pengguna internet sudah mencapai 35% dari populasi Indonesia atau 88,1 juta jiwa. Sebagian dari netizen tidak hanya memanfaatkan internet untuk mencari informasi atau having fun saja. Mereka juga pengguna internet yang aktif menulis konten di blog pribadi, blog kroyokan, maupun media sosial seperti Facebook atau Twitter. Lalu ada sekitar 7% yang menggunakan internet sebagai e-commerce.
Bang Iskandar Zulkarnaen dari Kompasiana yang juga menjadi pembicara dalam blogshop JNE, berbagi cerita bahwa sejak diluncurkan tahun 2008 lalu, Kompasiana telah menjadi media warga terbesar yang asli milik Indonesia. Bayangkan saja, sudah 200 ribu orang lebih terdaftar sebagai anggota atau yang lebih akrab disebut Kompasianer. Setiap hari bisa ratusan artikel baik itu reportase, opini, maupun fiksi dipublish di Kompasiana. Data tahun 2014 saja menunjukan kompasiana mendapat kunjungan rata-rata 18 ribu per bulan. Sebuah statistik yang sungguh luar biasa.
Dengan sharing and connecting sebagai tagline, Kompasiana tumbuh menjadi sebuah komunitas. Sebuah komunitas yang sungguh besar dan inilah yang dilihat JNE sebagai sebuah peluang. Peluang itu adalah Kompasiana sebagai sebuah crowdsourcing yang potensial dan handal.
Kompasiana , Content Marketing dan JNE
Kita tahu sebuah kicauan di Twitter mampu menarik jutaan view dan menjadi trending baik nasional maupn global. Padahal di Tweeter netizen hanya bisa menulis maksimal 140 karakter, begitu singkat. Namun, konten yang menarik ternyata membuat orang tertarik membaca bahkan dishare.
Bandingkan dengan Kompasiana, pengguna bisa membuat konten tanpa ada batasan karakter. Tentu saja asal tidak menyalahi Terms and Conditions Kompasiana. Disamping itu konten dapat disertakan foto penunjang yang akan menguatkan isi artikel.
Coba mana yang akan memikat orang, sebuah iklan persuasif dalam bentuk website yang dibuat oleh sebuah pemilik produk atau sebuah artikel yang hanya berisi pengalaman atau testimoni yang ditulis oleh masyarakat sendiri? Apalagi jika ada ratusan orang yang ikut berbagi pengalaman positif, tentu akan memberi pengaruh yang signifikan pada khalayak.
Dalam bahasa yang sederhana, Kompasiana bisa menjadi sebuah digital marketing. Melalui konten-kontennya, Kompasiana menjadi sarana JNE untuk berpromosi dan membangun image positif. Ini sesuai dengan definisi Content Marketing menurut Dan Bergeon (Likeable Media) yang diartikan sebagai sebuah jalan untuk mencapai dan menarik target audience lewat konten. Pesan-pesan marketing, cerita-cerita yang menggerakkan kepercayaan,perasaan, opini dan emosi bisa dikategorikan sebagai content marketing.
Contohnya dari lomba ngeblog JNE November tahun lalu. Karya-karya peserta yang sebagian adalah pengalaman bersama JNE sudah bisa dikategorikan sebagai content marketing karena memuat pesan-pesan marketing yang mencapai dan menarik target audience.