“Apakah kamu punya kondom?” adalah petikan dialog dalam film Thailand bergenre semi horor berjudul “Swimmers”. Berkisah tentang kematian seorang gadis cantik di sebuah arena kolam renang. Film ini cukup lumayan dijadikan hiburan walau mungkin bagi penggila film horor, film ini tidak terlalu menegangkan.
Dari sisi yang lain, ada nilai plus yang bisa dijadikan pembelajaran terutama bagi kaum muda.Bila dicermati ada 2 kali pertanyaan “ Apakah kamu punya kondom?” dalam film tersebut. Pastinya tentu pada adegan percintaannya yang menjadi bumbu tersendiri. Bukan percintaan tempat tidur ala lelaki dan perempuan dewasa namun dilakukan oleh sepasang remaja yang menjadi tokoh sentral dalam film ini walau tidak dipertontonkan secara vulgar.
Pacaran yang akhirnya menjurus pada hubungan intim diluar pernikahan memang melanggar norma, baik itu norma agama maupun norma masyarakat kita. Tetapi pada kehidupan nyata saat ini hubungan sex seperti itu sudah dijamak dilakukan.
Kenyataan seperti itu sulit untuk dibantah karena survey-survey sudah sering menyebutkan angka yang semakin lama semakin tidak mengejutkan. Kita bisa lihat dan baca di berbagai media bagaimana sepasang muda-mudi tertangkap basah sedang bermesum ria. Bagaimana kisah-kisah remaja putri yang terpaksa hamil dan bahkan ada yang melahirkan di toilet sekolah.
Fakta ini tidak hanya berlaku di kota, gaya percintaan remaja di desa juga tidak jauh berbeda. Mereka yang berasal dari keluarga harmonis dan punya background agama kuat pun bisa melakukannya.
Menanyakan apakah pasangan kamu punya kondom apa tidak itu penting nggak sih? Jika menyaksikan film “Swimmers” maka jawabannya adalah penting banget. Dalam film “Swimmers” ini digambarkan akibat-akibat yang ditimbulkan karena meremehkan penggunaan kondom.
Pastinya ya soal kehamilan. Remaja putri yang hamil tentu punya banyak implikasi. Baik bagi dirinya sendiri maupun cowoknya. Rasanya pilihan untuk menikah ketika masih remaja sebisa mungkin dihindari oleh mereka. Bahkan kalau boleh tidak ada yang perlu tahu termasuk pihak orang tua. Lalu aborsi menjadi jalan pintas yang banyak diambil.
Saya suka film ini karena sedikit banyak memberikan sex education. Digambarkan bagaimana situasi di ruang aborsi dan alat apa yang dipakai untuk mengambil janin. Tidak itu saja, bagi mereka yang sengaja memakai pil peluruh janin akan dihadapkan pada situasi yang sebenarnya cukup mengerikan seperti pendarahan hebat yang tentunya sakit sekali. Digambarkan pula bagaimana rupa janin kecil berwarna merah yang keluar dari hasil aborsi tersebut. Cukup miris untuk disaksikan.
“Apakah kamu punya kondom?”
“Tidak...”
“Bagaimana jika aku hamil?”
“Aku mencintaimu, percayalah..aku akan bertanggungjawab.”
Ada berapa banyak laki-laki yang bersedia bertanggungjawab atas kehamilan pranikah? Apalagi jika statusnya masih pelajar-mahasiswa. Sama halnya apa yang dilakukan tokoh dalam film “Swimmers” yang punya banyak alasan untuk tidak bertanggungjawab.
Apakah ini semua dari ‘kebodohan’ perempuan yang begitu mudah hanyut dan percaya oleh kata-kata manis laki-laki? Saya melihatnya lebih pada apa yang disebut dengan CINTA. Wanita jika sudah cinta apa saja akan diberikan, termasuk miliknya yang paling berharga. Pada akhirnya hubungan sex menjadi suatu rutinitas dan kebutuhan, tentu saja karena sensasi dan kenikmatannya.
Pembaca yang budiman, saya tidak sedang mengajarkan siapapun untuk melakukan sex before marriage. Saya hanya menyarankan para gadis yang tidak lupa menanyakan “Apakah kamu punya kondom?” jika sedang diajak bercinta.
Jika jawabannya adalah “tidak..” maka katakan juga “tidak..” biar sehebat apapun rayuannya. Walaupun mungkin dalam hati sudah mengukur perbandingan antara akan hamil dan tidak lebih besar yang tidak bakal hamil. Namun, ini persoalan hidup mati, persoalan masa depan yang sedang dipertaruhkan dalam kenikmatan beberapa menit itu.
Jangan percaya bila laki-laki bilang jika ‘dikeluarkan’ diluar tidak bakal hamil. Atau sehabis ‘begituan’ si cewek lompat-lompat agar spermanya turun lalu cepat-cepat dicuci di kamar mandi. Dan banyak trik-trik konyol yang dijadikan argumen sehingga perempuan percaya jika berhubungan sex tanpa kondom itu aman dari kehamilan.
Masih banyak pasangan muda yang berpikir jika hamil maka dengan mudah digugurkan dengan pil atau jamu apalagi jika terlambat menstruasi 1-2 bulan saja. Padahal kenyataan tidak sesederhana itu. Tidak sesederhana jika minum pil lalu haid akan datang normal seperti biasanya.
Banyak kasus dimana perempuan mengalami pendarahan hebat sehingga perlu penanganan medis. Atau mengalami menstruasi panjang sampai janin keluar utuh maupun dalam berbagai bentuk. Pengguguran yang tidak bersih, yang tidak ditangani oleh dokter spesialis, disebut sebagai salah satu pencetus kanker rahim. Intinya pihak perempuanlah yang akan menjadi pihak yang paling menderita secara fisik maupun psikis.
Guna menghindari dari permasalahan seperti itu jelas diperlukan ketegasan untuk selalu bertanya “ Apakah kamu punya kondom?”. Tidak perlu malu, sungkan, apalagi takut karena yang sering terjadi adalah enaknya sama-sama, tapi kalau hamil tidak mau tanggungjawab.
Sungguh menyakitkan jika jawaban yang diterima ketika seorang laki-laki dimintai pertanggungjawaban adalah seperti ini:
"Hamil...... itu betul anakku.....bukan sama cowok lain?"
"Koq bisa hamil......khan waktu itu dikeluarin di luar!" atau "Bukannya kita melakukannya baru 1 kali!"
"Gila... kita bisa dikeluarin dari sekolah.!" atau " Mati dah..bisa digantung bokap nih gue..."
Putus asa, hidup masih ngekost. Tidak siap untuk jadi ayah dan ibu muda. Jalan pintas jelas akan diambil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H