Seumur hidup, baru pertama kali saya mengalami ini. Saya hanya orang biasa, tidak punya indra keenam juga tidak tertarik untuk mendalami dunia lain dan sejenisnya. Menurut saya ini bukan takhayul karena keberadaan makhluk halus harus diimani. Mereka yang bisa "melihat" adalah yang dianugerahi makrifat atau yang dengan sengaja mempelajari ilmu tertentu untuk membuka mata bathin.Â
Selama 2 minggu, saya masih tetap berkutat pada masalah yang sama. Yang ajaibnya walaupun tak tidur, saya tak mengeluh pusing atau merasa lemas. Tak ada rasa kantuk sama sekali. Berat badan saya turun drastis, padahal nafsu makan saya normal. Aneh, tapi nyata.
Satu sisi saya bersemangat untuk sembuh. Untuk mengalihkan pikiran, mulailah saya menyibukkan diri. Kali ini dengan mindful, mulai dari olahraga senam zumba korea, berkebun, melakukan pekerjaan rumah, mengasuh anak, dll. Saya juga mulai mempelajari meditasi dengan teknik nafas, hypnosleep, afirmasi positif, dll. Tetapi tetap tak kunjung terlelap seperti yang saya harap.
Melihat keadaan saya, mama jatuh iba. Dibawanya saya ke pak ustad yang saya tahu beliau adalah islam kejawen.
Saya dianjurkan melakukan selamatan jenang (sandingan) yang tujuannya untuk mendoakan sedulur papat kelimo pancer kakang kawah adhi ari-ari. Menurut kepercayaan Jawa yang dibawa oleh Sunan Kalijaga, keberadaan kita di dunia ini didampingi oleh saudara empat, untuk melindungi kita. Empat saudara lima pancer itu antara lain air ketuban (kakang kawah), plasenta (adhi ari-ari), getih (darah), puser (tali pusat), dan diri sendiri (pancer).
Dahulu, para leluhur selalu melakukan selamatan ini setiap hari kelahiran, atau untuk mendoakan putranya yang sedang merantau. Sekarang ini sudah jarang dilakukan karena modernisasi dan menganggap ritual tersebut perbuatan musyrik.Â
Awalnya saya berpikir betapa tega dan jahat perbuatan mantan saya. "Mengirim" sesuatu tetapi bukan hadiah. Bukhul, santet, sihir itu sudah ada sejak jaman Nabi. Kembali lagi, semua yang telah terjadi adalah atas ijinNya. Urusan saya hanyalah sebatas mengoreksi sikap dan pemahaman saya yang salah selama ini tentang hikmah.
Trauma psikologi berkepanjangan juga membuat saya lebih sadar diri untuk mengelola overthinking dan pemicunya. Lebih nggak grasa grusu lagi. Sehat secara holistik, lahir maupun bathin, mental dan spiritual bisa diupayakan maksimal jika kita menjadi pribadi yang terus memperbaiki diri menuju insan kamil yang rahmatan lil 'alamin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H