Sedari dulu kita paham bahwa SBY bukan cuma milik bangsa Indonesia, tetapi juga milik dunia. SBY adalah salah satu anak bangsa yang bekerja keras dalam meningkatkan perdamaian, toleransi dan resolusi konflik di Indonesia dan dunia internasional. Atas dedikasinya ini, SBY banyak menerima penghargaan sebagai "Negarawan kelas Dunia".
Karena itu, saat Richard-Greene memasukan pidato SBY di Universitas Harvard, Amerika Serikat, 30 September 2009, sebagai salah satu pidato yang mengguncang dunia di abad ke-21; saya pikir amatlah wajar.
Saya lihat sendiri rekaman pidato itu di Youtube, SBY bicara tentang Islam dan Barat kala itu. Pidato yang berkali-kali disambut tepuk tangan riuh dari hadirin dan penghormatan sambil berdiri (standing applause). Pidato ini amat menarik dan membuka mata dunia, khususnya Barat yang selama ini memandang Islam sebagai sebuah kekerasan, bukan kesejukan.
Pidato inilah yang kemudian menarik perhatian Richard Greene, yang kemudian menerbitkannya dalam buku "Words That Shook The World; Addendum: The First Decade of The 21st Century" Dalam buku itu, pidato SBY dianggap "mengguncang" abad ke-21, selevel dengan pidato tokoh-tokoh besar dunia seperti Barack Obama, Winston Churchill, John F Kennedy, Martin Luther King Jr, dan Jenderal Douglas MacArthur, Dalai Lama dan lainnya.
Salah satu kutipan yang saya suka dari pidato SBY ini adalah:
"Di abad ke 21, tren utama di dunia adalah sikap toleransi antar umat beragama dan ras. Sikap rasisme dan diskriminasi sudah harus dihilangkan.Justru pernikahan antar ras kini sudah mulai terjadi. Tidak ada lagi warna kulit, agama dan etnis"
Banyak pihak menilai, pidato SBY itu merupakan jawaban atas pidato Obama di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir 4 Juni 2009. Obama juga menyampaikan materi pidato tentang Islam dan Barat. Pidato itu mendapat sambutan luar biasa, dari kalangan Islam maupun Barat. Obama tidak menempatkan Islam sebagai paham yang radikal dan mengganggu perdamaian dunia. Ia justru melihat potensi perdamaian dalam Islam. Karena itu, Barat atau Amerika perlu bekerja sama dengan Islam.
Sebagai pelengkap, dalam buku itu, Greene juga mengutip beberapa kalimat yang dinilainya memiliki keistimewaan karena konteks yang tepat. Di antara kalimat yang dikutip adalah opini SBY di Majalah The Economist tentang "menuju harmoni peradaban", dan pidato SBY dalam konferensi internasional membangun kedamaian abadi di Aceh.
Biar tak salah tafsir, agaknya saya perlu menerangkan siapa sebenarnya Greene ini. Harian Sunday Times menyebut Greene sebagai "Master Kharisma". Pasalnya, mantan pengacara ini telah memberi jasa strategi komunikasi dan public speaking bagi sejumlah tokoh di lebih 25 negara. Ia adalah konsultan komunikasi bagi presiden, perdana menteri, selebritis dunia, dan pimpinan perusahaan terkemuka. Ia juga telah tampil lebih dari 500 kali di televisi, di antaranya CNN, ABC, NBC, CBS, dan The BBC.
Greene semula dikenal sebagai pengacara yang memiliki kemampuan berbicara memukau. Tetapi saat dia berada di puncak karier, Greene banting setir jadi konsultan komunikasi. Ia mendirikan lembaga nirlaba sekolah tingkat atas bernama Words That Shook The World yang bergerak "mencetak" generasi muda menjadi orator dan pemimpin masa depan. Dengan reputasi sebesar ini, tentulah Greene tidak main-main dalam memilih pidato-pidato yang menguncang abad ke-21 tersebut.
Intinya, saya pribadi, dan bangsa Indonesia patut berbangga ada anak bangsa sekaliber SBY ini. SBY bukan cuma menginspirasi bangsa Indonesia, tetapi juga dunia. Sehingga wajar saja, meski sudah tak lagi menjabat Presiden RI, sampai sekarang SBY masih diundang di forum-forum internasional untuk memaparkan gagasan pembangunan dunianya. Pemimpin sejati memang tidak tergantung dengan jabatannya!