Mohon tunggu...
Ajie Marzuki Adnan
Ajie Marzuki Adnan Mohon Tunggu... profesional -

Manusia biasa, suka tidur, suka browsing internet, suka baca komik Doraemon juga. Getting older but still a youth!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sertifikat Kompetensi dan Propaganda Komersialisasi Pendidikan

6 Desember 2010   00:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:59 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini di televisi sering muncul iklan mengenai sertifikat kompetensi kerja yang diterbitkan oleh kementrian tenaga kerja dan transmigrasi dengan bapak Muhaimin Iskandar sebagai menterinya. Awalnya munculnya iklan ini samasekali tidak saya perdulikan karena memang saya bukan tipe orang pencari sertifikat. Tapi lama kelamaan iklan ini akhirnya menarik perhatian saya juga, bukan karena saya akhirnya tertarik mencari sertifikat itu, namun karena tendensi komersialisasi dari iklan ini.

Di iklan itu kalau saya tidak salah ada sebuah monolog yang intinya menunjukkan bahwa apa gunanya sekolah/kuliah tinggi di tempat yang bagus kalau tidak punya Serkom (sertifikat kompetensi) karena toh akan sulit mencari kerja. Yang saya tangkap dari hal ini adalah bahwa iklan ini menggiring opini masyarakat bahwa pendidikan hanya berfungsi sebagai “alat” untuk mencari uang (mendapatkan kerja). Tidak penting anda sekolah/kuliah paham di tempat bagus atau tidak, memahami ilmunya atau tidak, yang penting jika anda memiliki sertifikat maka anda akan diterima kerja diberbagai tempat. Esensi pendidikan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup umat manusia telah dibuang jauh-jauh ke tempat sampah.

Selain itu, yang paling berbahaya dan memang telah terbukti sebagai hal yang berbahaya adalah komersialisasi dari penerbitan sertifikat ini. Siapa dari kita yang menyangkal (kecuali tentunya dari pihak departemen pendidikan) bahwa banyak ijazah/sertifikat palsu yang beredar di masyarakat kita? Untuk menjadi PNS yang harus dilengkapi dengan berbagai sertifikat telah menciptakan “lapangan bisnis” baru, yaitu pemalsuan sertifikat/ijazah. Apalagi mengingat Serkom ini diterbitkan oleh pemerintah Indonesia, yang seperti kita tahu sendiri, merupakan salah satu pemerintahan terkorup di dunia yang tidak segan-segan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.

Serkom sangat berpotensi menjadi ladang akumulasi kapital. Para peserta didik sekaligus para pencari kerja tentu sangat tergiur dengan iming-iming pekerjaan yang ditawarkan dengan memiliki sertifikat ini. Dan dapat dipastikan akan banyak orang yang tidak segan-segan menggunakan jalan yang tidak benar untuk memperoleh sertifikat kompetensi ini. Ujung-ujungnya, tidak perduli betapa tidak kompetennya kemampuan orang tersebut asalkan mempunyai Serkom maka orang tersebut seakan-akan telah mendapatkan hak untuk pekerjaan yang lebih tinggi ketimbang mereka yang tidak punya serkom.

Selain itu saya rasa langkah yang dilakukan departemen tenaga kerja ini sangat bertentangan hasrat bangsa Indonesia yang ingin menjadi negara maju dalam waktu 1 dekade kedepan. Sertifikat kompetensi hanya cocok sekaligus semakin mendorong seseorang untuk hanya menjadi “pegawai” atau orang yang bekerja untuk melayani atasannya. Sertifikat kompetensi tidak mencakup kemampuan logika, analogik, motorik, lokomosi dan kreatifitas seseorang. Padahal pada prinsipnya untuk menjadi negara maju diperlukan kemampuan untuk menjadi seorang “atasan” alih-alih hanya menjadi seorang pegawai.

Sebagai contoh sederhana saya ambilkan kasus pendidikan di AS. Di AS tidak ada yang namanya sertifikat kompetensi, karena memang masyarakat disana bisa dibilang “kurang perduli” dengan sertifikasi. Pendidikan mereka lebih menitikberatkan pada kemampuan dan minat individu alih-alih hanya terpaku pada sejumlah angka –angka pasti yang tertulis dalam sertifikat. Hasilnya bersama-sama bisa kita lihat betapa AS kini menjadi negara super power di dunia. Pengembangan minat individu ini juga pernah saya jelaskan dalam http://dagelanwayang.com/2010/orang-pintar-itu-banyak-orang-bodoh-itu-tidak-ada/ .

Mungkin tujuan bapak Muhaimin Iskandar bertujuan baik dengan menerbitkan kebijakan sertifikasi ini. Namun tampaknya beliau kurang mendiskusikan masalah ini dengan ahli-ahli psikologi pendidikan, mengingat bahwa pendidikan kita sering mendapatkan kritik sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terburuk di dunia. Sertifikasi bukan solusi untuk menjadikan negara ini maju, justru sebaliknya, sertifikasi hanya membuat watak “pegawai” masyarakat negeri ini semakin kuat dan meluas. Akibatnya sederhana, kita selamanya hanya akan menjadi pegawai di dunia yang dipenuhi oleh para bos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun