Mohon tunggu...
Ajie Marzuki Adnan
Ajie Marzuki Adnan Mohon Tunggu... profesional -

Manusia biasa, suka tidur, suka browsing internet, suka baca komik Doraemon juga. Getting older but still a youth!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wahai Farel, Berhentilah Anda Berdemonstrasi

25 Oktober 2010   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:06 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan saya kali ini mudah-mudahan bisa dibaca oleh rekan-rekan mahasiswa lain, lebih-lebih bila bisa dibaca oleh Farel, sang mahasiswa pemberani di republik ini yang tertembak oleh polisi. Jadi bila anda kebetulan menemukan tulisan ini, sampaikanlah tulisan ini pada Farel. Namun bagaimanapun, secara umum tulisan ini saya tujukan kepada seluruh mahasiswa di Indonesia.

Mahasiswa memang pada dasarnya adalah Agent of Change yang mempunyai fungsi sebagai pembawa perubahan bagi masyarakat. Saya setuju dengan argument yang mengatakan bahwa tugas mahasiswa bukan hanya belajar dan memperoleh ilmu di dalam kelas, tapi juga mengimplementasikan ilmu yang dia peroleh kepada masyarakat.

Namun yang cukup menganggu saya adalah sikap sewenang-wenang mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat atas tindakan-tindakan anarkis atau tindakan lain yang mengganggu kepentingan umum seperti pemblokiran jalan, pembakaran ban, melempar-lempar batu dan lain sebagainya. Saya tidak ada bosan-bosannya mengkritisi sikap mahasiswa ini karena saya melihat bahwa kaum intelektual muda negeri ini telah kehilangan orientasi perjuangannya.

Dalam level terkecil pun, segala bentuk unjuk rasa dirasakan cukup mengganggu. Bagaimana tidak, ketika ada unjuk rasa hampir bisa dipastikan saat itu juga kondisi jalan sekitarnya akan menjadi macet. Mungkin bagi anda mahasiswa, macet hanya menghasilkan keterlambatan masuk ke ruang kuliah atau UTS/UAS. Tapi bagi para pegawai kelas rendah, macet sama dengan terlambat, dan terlambar hampir selalu bersinonim dengan pengurangan upah atau bahkan pemecatan.

Ada pertanyaan sederhana untuk anda para mahasiswa yang sering berdemonstrasi: Apa kebijakan pemerintah dalam ruang lingkup nasional tentunya yang berubah karena aksi demo kalian? Apakah anda berdemo menuntut SBY mundur lalu kemudian SBY mundur?Apakah anda berdemo menuntut harga-harga menjadi murah lantas tingkat harga berbagai barang menjadi berkurang? Apakah anda menuntut pengurangan kemiskinan lantas jumlah kemiskinan versi IMF & World Bank di Indonesia berkurang (saya tidak menggunakan standart pemerintah Indonesia karena nilai nominalnya yang tidak masuk akal)?

Satu-satunya demonstrasi yang sukses dilakukan mahasiswa pada masa modern ini adalah saat penggulingan rezim Orde baru 12 tahun silam. Itupun karena mahasiswa di support oleh tokoh-tokoh intelektual seperti Amien Rais, Gusdur, Megawati dan tokoh-tokoh lain yang lebih dari sekedar bagian dari elemen mahasiswa itu sendiri. Sederhananya, revolusi yang terjadi tahun 1998 tidak 100% mutlak hasil murni dari kalangan mahasiswa, tapi juga thanks to those political figure.

Saya rasa Farel dan rekan-rekan mahasiswa lain sudah waktunya untuk memikirkan cara lain dalam rangka berkontribusi untuk negeri ini alih-alih hanya demonstrasi semata tanpa ada kerja nyata. Jika anda pernah mendengar istilah Nato (Not action, talk only) maka demonstrasi adalah bentuk paling sederhana dari Omdo (omong doang) alias talk only. Kenapa saya katakan itu? Karena bahkan orang paling bodoh dan tidak pernah sekolahpun bisa melakukan demonstrasi. Anda tidak perlu mempunyai tingkat pendidikan sarjana untuk berdemonstrasi, seorang petani pengangon kerbau pun bisa dengan lancar melakukan demonstrasi. Seorang buruh pabrik yang hanya lulusan SD pun banyak yang jago berdemonstrasi. Anda tidak perlu repot-repot mempelajari ilmu hitung, ilmu sosial, pendekatan logika dan etika intelektual untuk terjun ke jalan menjadi seorang pendemo. Jadi sepengetahuan dan sepengalaman saya, unjuk rasa (apalagi unjuk rasa yang rusuh) adalah pekerjaan yang sangat mudah dilakukan karena hanya membutuhkan kemampuan fisik yang kuat.

Lihatlah Prancis, Italia dan Yunani pada saat sekarang ini. Kedua negara itu dibeberapa tempat sedang dilandak instabilitas sosial karena demonstrasi-demonstrasi anarkis. Namun yang menarik adalah kenyataan bahwa yang melakukan demonstrasi di negara-negara tersebut adalah kaum proletariat (buruh) dan orang-orang pedesaan yang tingkat pendidikannya tidak terlalu tinggi. Di Prancis memang ada elemen mahasiswa yang terlibat, namun jumlahnya tidak sampai 1% dari total jumlah demonstran.

Sejujurnya, saya salut dengan Farel karena dia adalah seorang mahasiswa yang idealis dan rela mengorbankan dirinya untuk keyakinan yang dia bela demi kepentingan bangsa ini. Faktanya, bangsa ini sangat butuh sosok seperti Farel dalam jumlah yang sangat banyak. Hanya yang saya sedikit sesalkan adalah kenapa Farel berniat turun kembali ke Jalan setelah pelajaran yang dia dapat. Farel mengungkapkan bahwa segera setelah sembuh kakinya dia akan kembali turun ke jalan, beradu fisik lagi dengan para aparat. Apakah tidak cukup berharga peluru panas yang bersarang di tubuhnya akibat perbuatan Nato nya? Apakah tidak lebih jika Farel membawa permasalahan negeri dalam bentuk diskusi, kampanye tulisan, atau berkolaborasi dengan pihak-pihak ketiga dalam rangka mengkritik pemerintah?

Harapan saya lainnya untuk mahasiswa lain, janganlah kalian terlalu menggembar-gemborkan ini sebagai pelanggaran HAM. Hanya karena satu kasus polisi menembak seorang mahasiswa di kaki, lantas anda langsung ribut-ribut ini pelanggaran HAM berat. Bagaimana dengan nasib polisi yang dibantai oleh mahasiswa Papua beberapa waktu silam? Kemana suara anda wahai mahasiswa yang “katanya” membela HAM? Bagaimana dengan nasib polisi Makassar yang bonyok sampai kritis dihajar mahasiswa? Kemana pembelaan HAM anda untuk para polisi tersebut? Kenapa anda hanya membela sesama mahasiswa? Kemana sikap terpelajar anda sebagai kaum intelektual yang objektif, sesuai dengan etika ilmu pengetahuan?

Tujuan tulisan saya sederhana: Membawa mahasiswa negeri ini kepada suatu tujuan perubahan yang realistis alih-alih hanya bicara yang notabenenya adalah suatu hal paling sederhana yang bisa lakukan. Lebih jauh, untuk membawa negeri ini kepada cita-citanya seperti yang tertuang dalam Preambule UUD 45, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun