Mohon tunggu...
Ajie Marzuki Adnan
Ajie Marzuki Adnan Mohon Tunggu... profesional -

Manusia biasa, suka tidur, suka browsing internet, suka baca komik Doraemon juga. Getting older but still a youth!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sudahlah Bung Prabowo

24 Juli 2014   03:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:24 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanggal 22 Juli kemarin saya sempat berpikir bahwa polemik terkait pilpres sudah akan berakhir, ternyata saya salah besar. Pihak yang kalah, yakni bung Prabowo Subianto menolak mengakui rekapitulasi KPU dan menarik dari proses tersebut. Tidak jelas apa yang beliau mau, tapi saya orang kecil yang tidak punya kepentingan politis apa-apa terhadap kemenangan Bung Jokowi atau kekalahan Bung Prabowo merasa muak melihat dinamika pilpres yang tidak berkesudahan ini, muak semuak muaknya, seakan saya ingin minggat jauh ke pedesaan, jauh dari hiruk pikuk pilpres yang keterlaluan norak ini.

Saya muak karena timeline facebook saya dipenuhi sindiran, caci maki, pembelaan, penjerumusan terhadap satu capres tertentu, entah itu Bung Jokowi atau Bung Prabowo. Sempat muncul rasa optimis bahwa setelah tanggal 22, segala hal tersebut akan enyah dari timeline facebook dan twitter, tapi ternyata saya salah besar!

Perang dingin antara kubu Jokowi dan Prabowo masih belum usai, postingan-postingan negatif, satir, dsb masih bersileweran, membuat mata ini sakit. Ada yang mau sok ilmiah, ada yang sok pinter, tapi ada pula yang tidak mengerti apa-apa tapi bicara lantang bak muadzin kesiangan. Tapi pun demikian, saya sadar bahwa saya tidak boleh menyalahkan mereka sepenuhnya karena mereka hanya rakyat biasa, bukan pakar atau ahli. Mereka hanya korban dari sengitnya pertempuran antara kubu Bung Jokowi dan kubu Bung Prabowo.

Walaupun saya golput aktif alias tidak berpartisipasi dalam pemilu secara sengaja (tidak hadir ke TPS), namun setelah tanggal 22 Juli kemarin ini, suka tidak suka dan dengan terpaksa saya terpaksa mengatakan bahwa polemik berkepanjangan yang memuakkan ini adalah buah dari kebijakan Bung Prabowo yang tidak menerima rekap suara nasional! Saya tidak perduli jika negeri ini semakin miskin saat berada di rezim Bung Jokowi atau justru semakin makmur saat berada di rezim Bung Prabowo, yang saya perdulikan saat ini, detik ini adalah kondisi kehidupan sosial saya, baik dunia nyata ataupun terutama di dunia maya, rusak gara-gara polemik pilpres berkepanjangan ini. Kawan yang dulunya bisa mengobrol asik, kini harus terkooptasi karena dukungan capres yang berbeda, bicarapun menjadi kaku. Twitter, tempat dimana saya mencari informasi-informasi terupdate, kini harus penuh soal copras capres omong kosong itu. Facebook yang merupakan tempat saya bersua dengan kawan yang tak bisa ditemui, harus dikotori soal polemik pilpres ini. Saya lelah, saya muak, saya jengah, saya hanya ingin dunia saya kembali seperti dulu tanpa ada copras capres. Prinsip saya sederhana: siapa yang memperpanjang polemik terkutuk ini, itulah orang yang terkutuk.

Afrika Selatan, 2010, Jerman Vs Inggris dalam pertandingan fase grup Piala Dunia. Sepakan Lampard di menit 39 menghantam tiang dan memantul di rumput sisi dalam gawang sebelum akhirnya jatuh kepelukan kiper Jerman, Manuel Neuer: TIDAK GOL. Pemain Inggris melancarkan protes sejenak di Lapangan kepada para wasit, namun wasit tetap memutuskan itu tidak gol dan pertandingan berakhir 4-1 untuk kemenangan Jerman.

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari pertandingan Jerman vs Inggris itu? Tidak selamanya kecurangan harus diakhiri dengan re-match, tidak selamanya ketidakadilan harus diselesaikan dengan proses yang bertele-tele. Inggris sebenarnya ketika itu bisa saja WO, meninggalkan lapangan dan naik banding ke dewan FIFA atas ketidakadilan wasit. Tapi adda sebuah kepentingan yang jauh lebih saat itu, sebuah kesadaran sportifitas bahwa show must go on, ada yang dipertaruhkan disana: Harga diri. Pemain Inggris tampaknya sadar betul bahwa kalah menang menang tidak hanya ditentukan dari 1 gol yang dianulir, namun ditentukan oleh 90 menit masa pertandingan. Pemain Inggris tampaknya juga sudah cukup bijak memprioritaskan mana yang lebih penting antara protes, WO dan naik banding atau mengikhlaskan kekalahannya melawan Jerman dan bertanding lagi dilain hari.

Sikap Inggris inilah yang tak bisa dicontoh oleh Bung Prabowo dan timesnya. Alih-alih membiarkan kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan nasional berjalan semestinya, Bung Prabowo justru mengambil langkah yang saya sebut "Tim Indonesia Banget!": Ngambek, WO, keluar karena merasa dicurangi wasit. Mungkin seandainya BUng Prabowo menerima hasil rekap KPU, IHSG tak akan jeblok hingga 1,5% dan Dollar tak akan melambung lagi ke angka 11.600 an. Mungkin jika Bung Prabowo menerima dengan lapang dada, rupiah mungkin bisa semakin menguat terhadap dollar hingga 11.000 dan IHSG mungkin akan naik hingga 1%. Tapi yang lebih penting lagi, MUNGKIN timeline facebook dan twitter saya sudah bersih dari sampah-sampah Pipres ini!

Bung Prabowo, jika anda kebetulan membaca tulisan ini (walaupun saya ragu akan hal itu), pesan saya hanya satu: sudahlah bung! Anda dicurangi dan saya percaya itu. Tapi saya juga percaya bahwa anda pun melakukan kecurangan. Antara anda dan bung Jokowi sama-sama curang, lalu dimana masalahnya? Mungkin Timsesnya bung Jokowi lebih jago melakukan kecurangan daripada timses anda. Mungkin juga timses anda makan gaji buta saat disuruh melakukan aksi-aksi kecurangan. Bisa juga memang keberuntungan sedang berada di pihak Timses Bung Jokowi, dan kesialan sedang ada dipihak timses anda. Kecurangan itu ada kok, saya mengalami sendiri entah itu dari pihak Bung Jokowi atau Pihak Bung Prabowo. Bung tak perlu bersandiwara lah, bung orang cerdas, bung tahu bahwa hanya dengan uang 50.000 rupiah seseorang bisa mencoblos nama anda dan sebaliknya. Bung juga tahu bahwa timses bung dan Bung Jokowi sebagian melakukan politik uang, kita sama-sama tahu lah bung Prab. Bung sadar jika Bung membuat masalah kecurangan ini menjadi polemik, pihak Bung Jokowi pun tak akan tinggal diam. Bung tentu sadar, biarpun tampang Bung Jokowi kampungan, tapi think tank mereka tidak kalah canggih dengan think tank bung Prab. Bisa saja bung Prab mengadu ke MK dengan setumpuk bukti, dan mereka juga bisa melakukan hal yang sama... lalu apa yang bung Prab dapatkan dari sana? Tidak ada. Kelak di buku-buku sejarah sekolah dasar 50 tahun mendatang akan tertulis "Prabowo Subianto, seorang Capres yang menolak mengakui keputusan KPU Republik Indonesia pada Pemilu Presiden 2014 dan kalah di tingkat MK".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun