Mohon tunggu...
Vennie Melyani
Vennie Melyani Mohon Tunggu... -

Perempuan yg selalu bingung mana kanan dan kiri. Hobi nyasar dan selalu menikmatinya. @venniem | venniemelyani@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anda Berani Beli Kondom? Catatan tentang Pekan Kondom Nasional

8 Januari 2013   04:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:23 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru saja mengubah usia dari kepala dua menjadi tiga, saat tiba-tiba ditanya: "Berani beli kondom ga?" Saya langsung gelagapan, "ahh buat apa, ga perlu. Itu kan urusan lelaki." "Pertanyaannya bukan perlu apa nggak, kalau sekarang disuruh beli kondom, berani ga?" Saya coba ngeles. "Ahh nggak ah, ngapain juga beli gituan." Semua alasan saya kerahkan dan intinya satu. Saya malu. Buat saya kondom dekat dengan aib. Jadi lebih baik saya menghindar. Iseng-iseng pertanyaan yang sama saya lemparkan ke 22 sahabat, laki-laki dan perempuan, dengan berbagai status. Hasilnya beragam. Ada yang serupa dengan saya, tak mau beli karena bukan lelaki. Sebaliknya ada juga laki-laki yang ga berani beli, bahkan ga berani suruh orang beliin, padahal statusnya menikah sah secara agama dan hukum negara. "Takut sama tatapan mba-mba di kasir," akunya. Ada yang berani beli dengan syarat: kondom dibeli bersamaan dengan barang-barang lain. Beberapa juga ogah mengambil langsung dari pajangan dekat kasir. "Kalau belinya rame-rame ok aja, asal bukan gw yang bayar di kasir," atau "kalo sepi baru berani." Kawan saya yang lain justru berubah berani saat sudah punya pasangan sah. "Dulu mah takut, dah nikah jadi berani." Tanggapan survei dadakan ini memang harus dimaklumi. Di Indonesia, kondom identik dengan stigma buruk. Menyebut kata kondom aja kadang dituding vulgar, padahal kondom merupakan alat kontrasepsi yang efektif mencegah penularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS. Keengganan membeli kondom juga didorong dengan minimnya informasi soal kontrasepsi dan resiko tertular penyakit. Nah, kalau beli aja tak berani, bagaimana mau mengerti? Bagaimana mau belajar kalau pegang kondom saja enggan? Itu kenapa saya salut dengan Yayasan DKT Indonesia yang sejak 2007 aktif menggelar Pekan Kondom Nasional. Acara seminggu penuh yang biasa berdekatan dengan peringatan Hari AIDS sedunia ini tak sekedar penyuluhan atau edukasi, tapi juga konser musik dan pesta dangdut 'Goyang Sutra' di 12 kota besar seluruh Indonesia. Selain itu juga disediakan kondom dan lubrikasi di beberapa klinik. [caption id="attachment_77" align="aligncenter" width="535" caption="Country Manajer DKT Indonesia, Todd Callahan bersama Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada pembukaan Pekan Kondom Nasional 2012"]

[/caption] "Kami ingin terus mengingatkan masyarakat untuk saling berbagi pengetahuan dan kepedulian mengenai pencegahan penularan virus HIV dan infeksi menular seksual lainnya (IMS)," kata Todd Callahan, Country Director DKT Indonesia. Sampai saat ini penggunaan kondom merupakan salah satu cara pencegahan yang paling efektif. Hal senada diungkap Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang turut mendukung Pekan Kondom Nasional. Beliau justru menghimbau anak muda untuk sadar kondom. Ini karena angka pengidap HIV/AIDS usia 20-29 tahun di Indonesia cukup tinggi dan jika dihitung dari masa inkubasi HIV yang rata-rata 5-7 tahun, berarti infeksi terjadi di usia remaja 15-24 tahun. "Kementerian Kesehatan terus berupaya membuat 65 juta anak muda Indonesia memiliki pengetahuan memadai soal kesehatan reproduksi. Sebab dari data Kementerian Kesehatan, lebih dari 80 persen penderita HIV/AIDS didapat dari prilaku seksual beresiko tinggi," kata Bu Menteri. Dari 65 juta penduduk Indonesia usia 15-24 tahun, hanya 35 persen yang memahami pentingnya kondom dalam hubungan seks. "Ini makanya angka HIV meningkat," simpul Bu nafsiah. Kondisi ini diperparah dengan minimnya pendidikan seks sejak dini. Data Kementerian Kesehatan mencatat pada 1990 jumlah kasus AIDS hanya 17 kasus, lalu pada Juni 2011 secara kumulatif terjadi peningkatan dan mencapai 26.483 kasus. Meski Pekan Kondom Nasional ditujukan ditujukan untuk mereka yang berpotensi terinfeksi HIV/AIDS, bukan berarti kita acuh. Berdasarkan estimasi Komisi Penanggulangan AIDS tahun 2009, diperkirakan ada 333.200 ODHA di Indonesia dan angka ini terus meningkat.
condom 4
condom 4
Ketatnya stigma buruk kondom di Indonesia membuat kita ketinggalan dengan negara Afrika, Etiopia yang dahulu mempunyai tingkat penularan HIV tertinggi nomor dua di dunia, namun berkat inisiatif pemerintah dan kerja sama beberapa organisasi termasuk DKT Etiopia, berhasil meningkatkan sosialisasi penggunaan kondom dan pada akhirnya sukses memperlambat laju penyebaran virus HIV. Nyatanya sikap malu-malu kita tak perlu dibanggakan kalau angka AIDS/HIV terus melonjak. Kembali ke soal survei tadi, meski sebagian ogah jika disuruh beli kondom, banyak juga teman saya yang nyaman beli pengaman itu. "Gak masalah buat gw. Mending safe daripada malu beli kondom trus kena penyakit." Ahh teman saya lebih bijak. Tak payahlah kita menghindar ataupun malu. Jadi apa sekarang saya berani beli kondom? Berani....tapi ditemenin ya :D *Juga diposting di venniem.wordpress.com Sumber: http://id.berita.yahoo.com/anak-muda-indonesia-diminta-pakai-kondom-103209695.html http://www.lensaindonesia.com/2012/12/03/pekan-kondom-nasional-2012.html http://lifestyle.okezone.com/read/2010/11/26/195/397462/goyang-sutra-siap-meriahkan-pekan-kondom-nasional http://www.odhaberhaksehat.org/2011/83000-perempuan-indonesia-adalah-odha/ http://www.dktinternational.org/country-programs/ethiopia/ http://www.unaids.org/en/resources/infographics/20120608gendereveryminute/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun