Mohon tunggu...
veni Wp
veni Wp Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang yang biasa saja. berjalan di atas kaki sendiri

Menjadi Manusia yang Seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kawan

4 Juli 2019   22:31 Diperbarui: 4 Juli 2019   22:37 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang perempuan melangkah dengan tidak beraturan. Aku hanya menatapnya, tidak ada niatan untuk membantu. Perempuan itu semakin mendekat dan duduk disebelahku. Dia meraih pergelangan tangan. "Tolong aku, bawa aku kerumah kamu."

"Aku akan menolong jika itu bermanfaat untukku." kau merancu tidak jelas. Beban hidup begitu terlihat di mata merah itu. "Aku akan memberikan apa saja yang kamu mau." begitu rendah kau memohon seperti itu. Baiklah, aku akan membawa kamu ke dalam kehidupanku yang begitu keras. Aku memakaikan hoodie ke tubuhnya. "Bagaimana mungkin kau memakai baju seperti ini?" dia hanya memberikan tatapan yang bahkan aku bisa mengerti maksudnya.

Kehidupan membawa aku ke sudut ruang untuk menata hati. Selaksa relung hati melepaskan syair yang meredakan jiwa. Dia membawa suasana baru dalam hidupku. Sebuah pertemanan karena ada suatu keuntungan yang aku dapatkan. Kau memberikan apa yang aku butuhkan dan aku inginkan. Dua hal yang berbeda mampu kau berikan semuanya.

Kau adalah dua hal yang berbeda sekaligus sama. Aku tidak mampu mendeskripsikan dirimu. Langkah aku begitu lamban dan cepat dalam satu waktu. Kau mengajarkan kenyataan dalam hidup. Manis pahitnya dunia.

Langkahku terhenti menatap dirimu diujung jalan. Lambaian tangan dengan kata ceria terpatri di wajahmu. Kau berlari kecil menghampiri diriku. Pencarian jiwa ini telah berhenti tepat di semua yang ada padanya. "Lu lama banget dah. Cape gue nunggunya." kau memang manusia yang unik. Kejujuran membuat kamu terlihat begitu polos.

"Lebay banget, baru juga telat beberapa menit."

"Apa lu bilang? Setiap menit gue berharga Dill, bukan hanya nunggui lu. Kurangi kebiasaan telat itu, coba lu pikir kalau janjian sama pembeli. Kepercayaan sulit di dapet." Aurel menarik telinga kananku. Menasihati setiap kelakuanku.

"Lepasin Rel, sakit nih telinga gue." Aurel melepaskan telingaku. "Nyesel gue dulu nolong lu." dia menatap aku dengan tatapan membunuh. "Bercanda atuh, jangan kaya gitu, takut gue."

Aku kini melangkah ke depan mengukir sebuah kenangan dalam hubungan pertemanan yang sesungguhnya. Pertemanan yang selama ini aku cari. Aku telah menemukan apa arti pertemanan dalam sebuah kebaikan. Aurel, perempuan yang membuat aku mengerti akan tingkatan tertinggi dalam pertemanan. Bukan lagi soal perut ke bawah atau di dada saja. Melainkan kebaikan secara rasional.

"Gue ingin menjadi senja, begitu indah. Banyak orang menyukainya."

"Jangan Rel, senja hanya sebentar dan akan hilang dalam ingatan manusia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun