Ya, semua melebur menjadi cairan yang larut dalam garam. Asin dan terkadang membuat luka itu menganga. Memaksa menahan perih yang tidak diharapkan kehadirannya. Semakin lama sudah terbiasa tidak berasa lagi. Bagaimana jalan, lama-lama akan berlubang, rusak. Rusak dan ditambal kembali namun tidak seperti semula. Kecuali dimulai dari awal kembali. Berbeda rasa dan bentuk. Bergeser beberapa centi dari sebelumnya.
Semakin aku berjalan, semakin jauh aku melangkah semua di tempat yang sama. Rasa semangat semakin hilang. Semuanya berubah. Bagaimana aku harus memulai kembali? Sesuatu yang aku bangun dan kini semua hancur. Seperti hilang tanpa jejak. Sebuah sejarah yang hilang.
"Gila, lu mau pergi ga ngomong ke gua."
"Sar..."
"Apaan si njir sar sar."
"Chaesar, dengerin gue dulu dong. Kita memang teman atau mungkin saja sahabat. Tapi, rasa cinta sahabat tidak bisa diukur dari seberapa kita intens ketemu."
Aku harus memulai kembali sebuah kenyataan hidup. Kebiasaan yang biasa aku dan dia lakukan, kini hanya sebuah ingatan semata. Kebersamaan tidak akan terus kami jalani. Kenyataan bahwa sebuah pertemuan akan diikuti perpisahan. Hanya untuk sementara waktu. Perputaran dalam hidup selalu terjadi dalam setiap langkah yang akan aku ambil. Bukan perpisahan yang harus diingat. Bagaimana aku sangat menghargai sebuah proses. Semua tidak ada akhirnya, akan menjadi sebuah awal terus menerus. Kematian bukanlah sebuah akhir, melainkan awal kamu hidup di dunia yang diyakini beberapa orang ada. Langkah kaki ini akan aku bebaskan melangkah menuju hal baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H