Mohon tunggu...
Venita
Venita Mohon Tunggu... Dokter - Dokter gigi dan ibu rumah tangga

Gemar menulis dan membaca berbagai topik. Kompas telah menjadi bagian dari 4/5 usia hidup saya . Gembira bisa menjadi bagian dari deretan penulis di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesetiaan Wanita dalam Agama Buddha

30 Oktober 2024   18:38 Diperbarui: 30 Oktober 2024   18:50 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cerita Istana Perempuan Setia ( Patibbatavimana) merupakan salah satu kisah perjalanan Bhante Maha Moggallana ke surga. Cerita yang terdapat dalam Khuddaka Nikaya tersebut merupakan salah satu dari banyak kisah tentang penghuni surga. Selain istana tersebut juga terdapat Istana Pemberi Lampu, Istana Pemberi Tempat Duduk dan lain lain.  Namun kali ini kita akan menceritakan tentang si penghuni Istana Perempuan Setia. Diceritakan bahwa dewi yang menghuni istana ini dulunya adalah seorang perempuan setia. Dituliskan dalam sutta ini bahwa dia hidup harmonis bersama suaminya. Kepada Bhante Moggallana ia mengatakan "Ketika saya terlahir sebagai manusia diantara manusia saya merupakan istri yang setia, karena tidak memikirkan (laki-laki) lain. Bagaikan seorang ibu yang melindungi anaknya, saya tidak mengucapkan kata-kata kasar sekalipun ketika saya marah."

Cerita istana perempuan setia ini memberikan pemahaman bahwa seorang wanita seharusnya setia dalam pernikahannya, tidak berpaling kepada pria lain. Namun dari cerita ini ada yang lantas menafsirkan secara keliru bahwa seorang wanita haruslah tetap dalam pernikahannya, walau apapun yang terjadi selama pernikahan itu.

Dalam masyarakat dewasa ini banyak sekali ditemukan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga ini mulai dari tingkatan kekerasan secara verbal sampai pada kekerasan fisik. Pihak wanita yang biasanya menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga adalah pihak yang paling menderita. Adakalanya mereka harus menelan penderitaan selama bertahun tahun.

Saya pernah menceritakan tentang seorang wanita muda bersama ayahnya yang kebetulan dijumpai ibu saya dalam perjalanan bis kecil dari Jakarta . Si ayah menceritakan bahwa mereka habis berobat di Jakarta.Wanita muda itu yang ternyata adalah putrinya mengalami kebutaan karena matanya mengalami pukulan dari si suami. Jadi wanita ini mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan karenanya ia akan mengalami kebutaan seumur hidupnya.

Bayangkan bila hal ini terjadi pada anak perempuan kita, adik kita, sahabat karib atau mungkin pada ibu kita sendiri. Betapa sakit dan sedihnya kita tentunya.

Pernikahan adalah hal yang kita harapkan akan harmonis tentunya seperti yang dialami oleh dewi penghuni istana perempuan setia tersebut. Namun tidak selalu hal ini yang terjadi. Buddha sendiri telah berkata bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah tidak pasti.

Betul bahwa dengan adanya pernikahan berarti terdapat ikatan karma yang kuat di masa lampau antara si suami dan si istri. Namun ikatan karma yang kuat bukan berarti bahwa pernikahan haruslah dipertahankan seandainya salah satu pihak mengalami penderitaan yang bertubi tubi. Jika banyak pihak yang telah berusaha mendamaikan keadaan dalam pernikahan tersebut namun tetap tak bisa, dan kita masih mendorong agar si istri tetap berada di pernikahan maka itu sama saja kita menjadi orang yang membantu agar karma buruk si istri terus berbuah. Si istri yang telah menjadi korban dari suami malah mendapat penyalahan lagi seperti: itulah karma mu jadi ya terimalah karmamu.

Mendapatkan pasangan yang kurang baik, yang sering melakukan kekerasan fisik dan verbal, yang gemar berselingkuh atau main wanita, yang hobi berjudi atau memghabiskan harta keluarga serta sederet kebiasaan buruk lainnya memang ada sebabnya di kehidupan lampau. Di masa lampau ada sebab perbuatan yang buruk. Namun perlu kita ingat , pada diri semua orang juga ada potensi buah karma baik yang siap berbuah. Termasuk pada diri wanita - wanita yang mengalami KDRT. Tidak semua potensi karma yang ada pada mereka adalah karma buruk. Lantas mengapa kita tidak menjadi orang yang membantu agar karma baik itu berbuah. Ingatlah bahwa kalaupun si wanita hidup sendiri, ia tetap memiliki potensi untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Membesarkan anak anak menjadi orang berguna, berkarir, membuka usaha sendiri yang sukses, menyaksikan anak anak menikah, merawat cucu, berteman dengan banyak orang atau bahkan keliling dunia.

Memiliki pendapat bahwa seorang istri haruslah tetap bertahan dalam rumah tangga sekalipun ia mengalami KDRT dikarenakan ia perlu bergantung pada suaminya secara ekonomi adalah pendapat yang ketinggalan zaman dan cenderung tak berpihak pada kemandirian wanita. Pendapat seperti ini adalah pendapat yang bersifat patriakal dan meremehkan kemampuan wanita untuk mandiri dan berdaya.

Belum lama penulis membaca mengenai lima arahan Presiden terdahulu kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Salah satunya adalah peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan. Artinya hulu dari lima isu yang menjadi arahan presiden tersebut adalah perempuan harus berdaya secara ekonomi. Dalam pelaksanaannya Kementerian PPPA fokus pada perempuan prasejahtera,perempuan kepala keluarga, dan perempuan penyintas. Ini berarti bahwa negarapun sangat mendukung dan mendorong kemandirian wanita

Anicca

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun