Tepat 1 bulan telah berlalu sejak terjadinya demonstrasi menolak undang undang cipta kerja, yaitu pada kamis 8 oktober 2020 yang terjadi serempak diberbagai kota di Indonesia, seperti di Jakarta, Semarang, Tangerang dan kota-kota lainnya.
Salah satu aksi demonstrasi yang paling banyak mendapat perhatian publik adalah demonstrasi yang terjadi di kota Jakarta. Sejumlah fasilitas publik dirusak seperti pos polisi, pot tanaman hingga kaca stasiun MRT. Yang menjadi sorotan utama adalah pembakaran beberapa halte Trasnjakarta, diantaranya halte Bundaran HI, Sarinah dan Tosari.
Namun ada beberapa kejanggalan pada kasus pembakaran halte tersebut, khususnya halte Sarinah. Para demonstran dikritik dan dituduh sebagai pelaku pembakaran, namun apakah betul para demonstran adalah pelakunya?
Foto diatas merupakan foto yang diambil oleh Ari Basuki, fotografer merdeka.com. Foto tersebut sempat viral di sosial media dan menjadi acuan penelusuran tim narasi.tv. Orang pada foto tersebutlah yang pertama kali menyulut api di halte Sarinah, dia tidak sendirian namun ditemani dengan beberapa rekan yang membantu melancarkan aksinya.
Menurut pernyataan Wawan Purwanto, Deputi VII Badan Intelegen Negara pada acara "Mata Najwa, Di balik aksi demonstrasi", mereka adalah kaum anarko. Ditambahkan lagi dengan pernyataan Haris Azhar, Direktur Eksekutif Lokataru yang mengatakan bahwa mereka bukanlah demonstran.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelusuran tim narasi yang dimuat dalam video berjudul '62 Menit Operasi Pembakaran Halte Sarinah l Buka Mata' yang mendapati bahwa gerombolan pelaku datang pada sore hari pukul 16.41 dan hanya melakukan observasi kemudian melancarkan aksi pembakaran.
Mereka yang menyamar menjadi demonstran dan membakar halte membuat masyarakat luas mengira bahwa para demonstran adalah pelakunya. Dari aksi yang dilakukan para anarko ini, dapat diketahui bahwa mereka dengan sengaja ingin membuat kericuhan yang menimbulkan salah paham antar para demonstran dengan pihak pemerintah.
Ulah mereka nampak terorganisir dan dilakukan dengan penuh kesengajaan. Mereka dengan sengaja ingin membuat perpecahan ditengah-tengah masyarakat. Perilaku para anarko ini sangat mencoreng nilai-nilai pancasila khususnya sila ke 3 yaitu "Persatuan Indonesia".
Bukan hanya pembakaran halte Sarinah, perusakan sejumlah fasilitas lain seperti pos polisi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab juga perlu menjadi perhatian kita.
Berpendapat secara lisan, tulisan maupun demonstrasi menjadi hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi, namun jangan jadi perusuh yang melunturkan nilai demokrasi itu. Berdasrakan Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum khsusnya pada pasal 6 menyatakan,
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c. menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan
e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Berdasarkan kasus perusakan fasilitas umum di atas, maka yang perlu kita garis bawahi adalah poin dihuruf d dan e. Berdemonstrasi adalah hal yang legal namun tetap harus menjaga ketertiban umum dan persatuan bangsa.
Pancasila adalah fondasi setiap warga negara dalam berkehidupan di tengah masyarakat, maka kita sebagai generasi milenial pemegang tongkat estafet bangsa harus menanamkan nilai-nilai pancasila dalam diri kita. Nilai-nilai pancasila yang luhur akan membimbing dan mengarahkan kita pada sikap dan moral dalam berkehidupan di tengah masyarakat.
Kasus kericuhan saat berdemonstrasi di atas bisa menjadi pelajaran dan evaluasi bagi kita untuk selalu mengamalkan nilai-nilai pancasila khususnya sila ke 2 dan ke 3 agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali. Kita sebagai generasi milenial harus mewujudkan sikap kemanusiaan yang beradab dan terus menjaga persatuan bangsa.
Indonesia memang bangsa yang sangat beragam, banyak perbedaan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, namun perbedaan tersebutlah yang menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang unik.
Bangsa yang beragam sangatlah rentan terhadap perbedaan pendapat dan perpecahan, namun kita harus mampu mempertahankan persatuan kita dengan mengaplikasikan nilai-nilai pancasila yang luhur. Banyak yang berpendapat bahwa musuh terbesar kita adalah pihak-pihak luar yang selalu ingin memecah belahkan bangsa Indonesia, namun pernahkah terpikir di benak kita bahwa pihak dari dalam adalah musuh yang paling menyeramkan?
Pernahkah kita berpikir bahwa ada oknum-oknum  yang tidak mengamalkan nilai-nilai pancasila yang menjadi musuh dalam selimut dan ingin memecah belahkan kita? Oleh karena itu, nilai-nilai pancasila sejak dini perlu ditanamkan dalam diri generasi milenial agar tercipta angkatan-angkatan muda yang mampu mewujudkan sikap pancasila.
Pancasila sebagai pilar penonggak bangsa yang mengandung nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan adalah urgensi utama generasi milenial untuk jauh lebih mengenal hakikat dalam kehidupan bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H