Mohon tunggu...
Raisa Elva Venera
Raisa Elva Venera Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bahasa dan Kebudayaan Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Al Azhar Indonesia

If one's heart is small, all their sufferings even as large as a house can only be crammed in that small corner. But if one's heart were as vast as heaven and earth, then even if their troubles were as large as a mountain, they would become nothing more than a droplet of water in the endless sea. -Sha Po Lang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jadi Filolog Muda: Untuk Masa Depan, dari Masa Lalu dengan Komitmen Saat Ini

23 Januari 2024   00:05 Diperbarui: 29 Januari 2024   10:01 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai warga negara Indonesia, tentunya salah satu kebanggaan kita adalah kekayaan warisan budaya yang tanah air kita ini miliki. Namun, apakah teman-teman tahu bahwa sekiranya ada lebih dari 26.000 naskah kuno Indonesia yang justru saat ini sedang "berumah" di luar negeri, terutama di Belanda dan Inggris? Hal ini adalah salah satu efek kolonisasi yang sayangnya baru kita sadari kerugiannya puluhan tahun setelah hal itu terjadi.

Pada saat itu, saat leluhur kita berada di bawah dominasi pemerintah kolonial Belanda, bangsa tersebut membawa naskah-naskah kuno Indonesia ke Eropa untuk dipelajari guna memahami bangsa jajahannya dan melanggengkan kekuasaan mereka. Ilmu yang digunakan untuk meneliti naskah kuno atau manuskrip disebut dengan filologi. Dengan kata lain setidaknya pada abad ke-19 bangsa Eropa sudah mengakui urgensi ilmu filologi dan mengerahkan upaya-upaya konkret mendalami dan meneliti menggunakan disiplin ilmu ini. Sementara di Indonesia, filologi baru diperhatikan oleh para sarjana nusantara di abad ke-20.

Dalam konteks keilmuan dan akademik di Indonesia sekarang, ilmu filologi biasanya meliputi tekstologi atau kajian isi yang berbentuk non-fisik serta kodikologi atau kajian fisik naskah yang meliputi kondisi naskah, aksara, fungsi, dan lain-lain. Hasil penelitian filologi biasanya berisi deskripsi naskah dan suntingan atau transliterasi teks. Sayangnya, ranah filologi di Indonesia masih terasa asing dan belum banyak terjamah. Jumlah ahli filologi di Indonesia saat ini tidak banyak sehingga baik ribuan naskah kuno yang tersebar di luar negeri seperti yang dikatakan di awal maupun manuskrip yang ada di dalam negeri masih banyak yang belum diteliti.

Bahkan sampai saat ini, sungguh sedikit perhatian dan kepedulian yang generasi muda berikan untuk naskah-naskah kuno dan peninggalan ilmu maupun gagasan nenek moyang kita yang tertuang dalam teks tulisan tangan tersebut. Meskipun begitu, bukan berarti saat ini tidak ada sama sekali gerakan atau semangat untuk menyelamatkan dan mempelajari naskah-naskah warisan sejarah negara ini. Masih ada komunitas-komunitas pegiat filologi seperti Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara) dan Lingkar Filologi Ciputat. Selain itu, lembaga-lembaga pemerintahan, pendidikan maupun lembaga literasi dan kebudayaan lainnya yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia juga masing-masing melakukan upaya mereka sendiri di bidang pernaskahan kuno baik itu mengumpulkan, melestarikan, meneliti, serta menyediakan layanan lainnya baik bagi para peneliti maupun peminat non-peneliti. Salah satu badan yang namanya paling sering kita dengar dan yang memiliki koleksi manuskrip cukup besar adalah Perpustakaan Nasional RI.

Seperti yang dikatakan di atas, Perpusnas RI memiliki koleksi naskah nusantara yang cukup besar dan menyediakan layanan seperti akses ke koleksi digital melaui khastara.perpusnas.go.id atau sarana dan prasarana lainnya di lantai 9 gedung Perpusnas, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11 Gambir, Jakarta Pusat, yang bernama Ruang Layanan Naskah Nusantara. Pengunjung dapat melihat beberapa naskah yang ditampilkan di balik kaca dan juga meminjam katalog yang berisi daftar koleksi naskah nusantara dengan beragam aksara dan tema.

Sebagai contoh, ada naskah Pantun Doa dalam katalog naskah melayu nusantara milik Perpusnas RI. Isi naskah Pantun Doa sesuai namanya berupa pantun atau puisi yang diberi judul Kisah Perjalanan yang dikarang oleh Sutan Malela di Padang pada tanggal 3 Juni 1866 sebagaimana tertera pada halaman cover naskah. Keterangan tersebut beserta seluruh isinya ditulis dalam aksara Jawi.

Naskah yang memiliki nomor panggil ML 47 dalam katalog Perpusnas RI ini terdiri dari total 24 halaman. Namun, yang berisi tulisan hanya sebanyak 16 halaman dengan masing-masing 10 baris setiap halamannya. Manuskrip Pantun Doa memiliki ukuran sampul dan halaman sebesar 20 x 16,5 cm dan ukuran blok teks sebesar 17,5 x 15 cm. Kertas yang digunakan adalah kertas Eropa dengan cap Pro Patria: Eendrsgt Maakt Magt.

Meskipun sudah berusia 150 tahun, Perpusnas RI memelihara naskah sebaik mungkin dan menyimpannya dengan jilid dan cover, melindungi kertas manuskrip yang sebenarnya sudah agak lapuk. Kertas aslinya adalah kertas import yang tebal dan saat ini sudah berubah warna menjadi kecoklatan serta terpatah-patah. Namun, tulisan yang ditulis dengan tinta hitam itu masih jelas terbaca.

Dari tulisan yang masih terbaca dapat disimpulkan bahwa singkatnya Pantun Doa ini berisi ajaran dan tuntunan bacaan bismillah untuk setiap permulaan mengaji dan melakukan sesuatu, dan hal ini diniatkan semata-mata hanya atas nama Allah dan karena Allah.

Selanjutnya, setelah deskripsi manuskrip di atas, untuk memberi sedikit gambaran lebih jauh mengenai proses kajian filologi bagi pembaca sekalian, berikut adalah contoh suntingan transliterasi dari kutipan bagian awal dan akhir naskah. Teks aksli dibaca dari kanan, diselesaikan dahulu seluruhnya satu baris kemudian dilanjutkan ke baris selanjutnya.

Pantun Doa: Halaman 16 (DokPri)
Pantun Doa: Halaman 16 (DokPri)

Awal teks:

Sutan Malela mengarang ini

Daripada Sigul sedang tengah hari

Tiga Juni bulan nasrani

Seribu selapan ratus enam puluh enam masa ini

Saya mengarang banyak yang salah

Menerangkan hati 'Azza wajalla 

Khalif dan salah jangan dicelah

Maafkan juga barang yang salah

Akhir teks:

Bismillah itu mula dikarang

Aturannya jangkar tiada tarang

Ditempatkan kalam masa sekarang

Bertanda tangan saya seorang

Demikian gambaran singkat alur penelitian naskah kuno. Akhir kata, manuskrip adalah warisan budaya dan hadiah dari masa lalu yang harganya hanya bisa kita tuai sepenuhnya di masa depan jika kita berkomitmen untuk menjaganya saat ini melalui preservasi dan giat penelitian.

Raisa Elva Venera, Dr. Iin Suryaningsih, M.A 
Bahasa dan Kebudayaan Arab
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Al Azhar Indonesia
2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun