Mohon tunggu...
Syailendra Persada
Syailendra Persada Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya adalah mahasiswa fakultas ilmu budaya 2007 dan tertarik dengan kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Nasib...

18 Januari 2012   14:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:43 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pada suatu hari penulis pernah membayangkan memiliki sebuah telefon pintar hingga hari itu pun tiba dan penulis mendapatkannya.  "Nasib baik sedang datang," itu lah yang dirasakan penulis.  Dan di lain waktu penulis pernah merasakan nasib buruk yaitu ketika laptop penulis rusak atau ketika penulis kehilangan sesuatu.

Nasib baik-basib buruk, dua hal ini kerap menjadi pembicaraan tersendiri di dalam kehidupan manusia.  Di majalah-majalah ataupun koran khususnya yang bersegmen remaja akan diselipkan ramalan nasib baik-buruk berdasarkan horoskop atau yang sejenisnya.

Lantas bagaimanakah konsep nasib? dan apaka nasib sama dengan takdir? Siapa yang menentukan nasib?  Penulis akan menggunakan metodoloogi pendekatan ideos milik Plato atau dikenal dengan filsafat ide.  Dalam hal ini penulis tidak menutup kemungkinan adanya metode berpikir dalam kerangka Teologi, jika pembaca ingin menambahnya.

Plato memulai filsafatnya dengan sebuah pertanyaan sederhana, kenapa kita mengetahui bahwa itu batu dan itu apel?  Dari mana datangnya nama-nama tersebut?  Ini lah yang dikenal dengan "metodologi gua plato" (silahkan cari di google).  Dalam perenungannya ini lah Plato kemudian membuat sebuah kesimpulan bahwa semua berawal dari alam ide.

Manusia mengenal batu, apel, kuda, pohon, dan sebagainya karena di dalam pikiran manusia sudah tertanam sebuah bentuk ide, gambaran abstrak mengenai sebuahbentuk benda dan namanya.  Ide tersebut kekal di dalam pikiran bahkan hingga manusia itu mati maka ide tersebut akan tetap ada di sebuah alam.  Dalam bahasa sederhana menurut Plato ide itu tiba-tiba ada.

Ide ini lah yang juga berpengaruh terhadap tindakan seseorang.  Inilah yang menyebabkan filsafat ide dan filsafat materealis sering bergesekan (silahkan cek di google).  Dari sini penulis akan menggunakan opini pribadi hasil diskusi dengan salah satu keluarga.

Menurut penulis apa yang dinamakan nasib erat kaitannya dengan ide atau harapan seseorang di dalam hidup.  Contoh, Ada seorang pegawai yang membayangkan memiliki mobil fortuner.  Setelah berusaha dia mendapatkan lebih dari yang diinginkannya secara nilai yaitu Alphard, maka dia akan berkata "Saya sedang bernasib baik."  Sedangkan orang kedua yang juga menginginkan Fortuner tapi malah mendapat avanza kerap berkata "saya sedang bernasib jelek."

Sehingga jelas bahwa konsep nasib baik dan buruk adalah tergantung dari cara pandang atau ide yang dibayangkan oleg seseorang.  Jika apa yang dibayangkan  terwujud bahkan lebih maka dia akan berkata sedang bernasib baik.  Sama dengan untung-rugi, karena secara matematis apa yang disebut untung dan apa yang disebut rugi bisa dilihat.

Itulah konsep nasib baik dan buruk dalam perspektif penulis.  Jadi bagi yang ingin bernasib baik selalu jangan terlalu tinggi dalam berharap.  Sehingga apa yang didapat bisa dirasa lebih tinggi.

Untuk konsep takdir bisa melihat tulisan ini:

http://www.facebook.com/note.php?note_id=452179182938

Salam Hangat

Syailendra Persada ^^

NB: Silahkan di share jika dirasa bermanfaat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun