Di era serba keterbukaan masyarakat dapat dengan mudah mengakses segala macam informasi dari mana saja. Hal ini tentunya melibatkan media masa sebagai elemen yang menyediakan informasi guna mencerdaskan masyarakat.
Dalam perkembangannya media masa baik itu cetak maupun elektronik memberikan sumbangan yang besar bagi kemajuan bangsa ini. Media masa sangat dekat denagan masyarakat karena bagimanapun juga lahirnya sebuah media adalah sebagai corong bagi tegaknya pilar-pilar demokrasi.
Jika kita melihat sejarah ada dua bagian yang bertentangan tetapi tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sebuah media masa. Yang pertama adalah media masa sebagai senjata pemerintah atau instansi tertentu untuk melegalkan kebijakan yang mereka keluar. Media jenis ini salah satunya adalah sprada milik uni soviet dan juga media propaganda milik Hitler.
Yang berikutnya adalah media masa yang memiliki kecenderungan untuk memihak kepada rakyat. contoh dari media masa ini adalah harian rakyat yang merupakan media masa milik PKI. Isi dari media masa ini cenderung untuk melakukan pembelaan terhadap rakyat dan mengahajar semua yang bertentangan dengan rakyat (baca revolusi).
Dari dua dimensi tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada media masa yang netral. Artinya ketika dia terlalu memihak kepada rakyat dan menghajar apa yang tidak sesuia dengan kebutuhan rakyat berarti media tersebut juga melakukan pembelaan begitu juga media masa propaganda milik pemerintah.
Sehingga kata yang tepat dalam membicarakan netralitas sebuah media masa bukan netral atau tidaknya tetapi seberapa bear bias di dalam media masa tersebut.
Bias di dalam media masa merupakan suatu keniscayaan hal ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah pemilik media masa, pemilik media masa tentunya akan mengarahkan media miliknya untuk mendukung kepentingannya. Ada seorang petinggi partai yang memiliki salah satu media masa di Indonesia jika masyarakat cerdas melihatnya maka media tersebut akan mengunggulkan partai miliknya dan cenderung menyerang lawannya.
Yang berikutnya adalah jajaran wartawan yang bekerja di dalam media masa tersebut, termasuk editor maupun pimred. Untuk faktor yang satu ini akanlebih bisa dirasakan di dalam media tulis (cetak maupun on-line) karena hal itu berkaitan dengan pengambilan sudut pandang juga pilihan kata.
Lantas pertanyaan yang muncul adalah media masa seperti apakah yang memiliki bias paling rendah ketika semua media diasumsikan memiliki bias. Teori klasik menjelaskan bahwa agenda media mempengaruhi agenda masyarakat dan agenda pemerintah. Artinya media masa disini berfungsi sebagai penjaga kestabilan.
Tetapi dewasa ini rupanya agenda pemerintah atau kepentingan lah yang mengendalikan agenda media masa dan berpengaruh terhadap agenda masyarakat. Tentunya hal ini lah yang menyebabkan ketidak sehatan masyarakat dalam menerima informasi.
Media masa yang ideal adalah tetap berpegang pada teori klasik karena bagaimanapun juga media masa pada hakikatnya lahir untuk memberikan pencerdasan terhadap masyarakat atau jika digambarkan secara sederhana adalah arah media tersebut bottom to top (dari bawah ke atas).
Tetapi apa yang terjadi di Indonesia saat ini media masa malah digunakan sebagai legitimasi dari pemilik kepentingan sehingga masyarakat sering kali tersesatkan menganeai pemberitaan yang ada.
Ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh moderator di dalam acara forum kampus yang diadakan oleh RRI jateng "manakah yang harus didahulukan merubah sistem dari pengaturan media masa tersebut atau mencerdaskan berjuta-juta masyarakat di Indonesia agar media masa berjalan dapat berjalan pada koridornya?"
Hampir semua narasumber memiliki pandangan bahwa sistem dari media masa tersebut lah yang harus dirubah dengan melalui Komisi Penyiaran Indonesia. Tetapi saya memiliki pandangan berbeda di dalam forum tersebut.
Dibandingkan berkutat mengurus regulasi di mana KPI sendiri rupanya tidak memiliki kewenangan seperti KPK untuk menindak mereka yang minimal diduga bersalah lebih baik melakukan pencerdasan terhadap masyarakat.
Dan hal itu harus dimulai dari para cendekiawan pada umumnya dan mahasiswa sebagai kaum intelektual pada khusunya. Kenapa harus dua elemen tersebut terlebih dahulu pada dasarnya adalah karena mereka lah yang seharusnya berdiri di garis depan dalam pencerdasan bagi masyarakat.
Aneh rasanya ketika ternyata dua elemen tersebut justru terperangkap dalam bias media masa. Padahal seharusnya mereka bisa lebih cerdas dalam memilih media masa. Pada dasarnya masyarakat Indonesia sudah mampu menerima informasi permaslahannya adalah banyak yang belum cerdas dalam memilih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI