Mohon tunggu...
Syailendra Persada
Syailendra Persada Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya adalah mahasiswa fakultas ilmu budaya 2007 dan tertarik dengan kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam dan Ideologi

4 Februari 2011   00:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:55 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) said Aqil Siradj menyatakan bahwa umat Islam masih tertinggal dari rival peradabannya (Republik, 18/32).  Dia melihat bahwa umat Islam pada umumnya masih belum mampu berperan menjadi pilar bagi tegaknya sebuah peradaban yang tentu saja menurut saya arahnya kepada masyarakat madani yang sering diterjemahkan, terlepas dari silang pendapat yang ada, kedalam civil society.

Selama ini apa yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia pada khususnya agama dalam hal ini Islam masih banyak dipahami hanya sebatas sebuah ritual yang hubungannya antara manusia dengan Sang Pencipta (Habluminallah).  Padahal ketika berbicara maslah Islam maka kita berbicara mengenai sebuah konsep syumul (menyeluruh).  Islam sebagai din yang diturunkan untuk menyempurnakan ajaran yang ada sebelumnya memiliki dimensi yang luas tidak hanya sebatas pada ritual "pemujaan".  Lantas pertanyaan yang kemudian akan muncul adalah apakah Islam itu?

Ketika berbicara mengenai peradaban maka dimensi yang paling relefan dengan pembahasan tersebut adalah masyarakat (umah).  Dan tentu saja dimensi yang mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang sebuah permasalahan adalah Ideologi.  Secara tidak langsung maka sintesis yang muncul adalah untuk membentuk sebuah peradaban maka masyarakatnya harus menanamkan ideologi di dalam alam berpikirnya agar kemudian bisa terefleksikan di dalam tindakannya sehingga terbentuklah karakter peradaban yang kuat.

Sehingga apa yang ingin saya katakan adalah sebagai berikut terbentuknya masyarakat yang islami (madani) hanya tercapai ketika Islam ditempatkan sebagai ideologi bukan hanya sekedar ritual.  Masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak bersepakat dengan islam sebagai sebuah ideologi alasan yang paling mendasar adalah karena banyak yang beranggapan bahwa idelogi adalah sesuatu yang lahir di dalam diri (alam pikir) seseorang sedangkan Islam adalah rahmat yang diturunkan langsung oleh Sang Khalik.

Dalam pengertian masyarakat secara umum ideologi selalu diartikan secara sederhana sebagai kumpulan ide atau gagasan. Menurut Franz Magnis Suseno (1991) Ideologi tidak hanya berbicara mengenai ide atau gagasan tetapi ada dimensi lain yaitu internalisasi pada individu atau kelompok sehingga ideologi tersebut menjadi ruh atau jiwa bagi mereka dalam melakukan aktivitas.  Hal senada juga diungkapkan oleh Muhammad Ismail (1998) yang menyatakan bahwa ideologi terdiri dari ide dan aturan sebagai sebuah metode agar dapat di terapkan didalam masyarakat.

Pengertian tersebut sejalan ketika kita coba menelaah kembali "keberhasilan" dua ideologi besar dunia yaitu Kapitalisme dan Sosialisme.  Adam Smith lahir dengan konsep bahwa masayarakat dapat sejahtera jika mereka mnerepkan sitem ekonomi dimana harga ditentukan oleh pasar, sehingga muncul lah kapitalisme.  Dan ide tersebut kemudian disebarkan kepada masyarakat.  Kapitalisme ini pada dasarnya sejalan dengan semangat Feodalisme maupun imperialisme.  "Keberhasilan" sistem ini lah yang kemudian membawa Amerika mengklaim dirinya sebagai Negara Adi Kuasa.

Kemudian muncul Sosialisme yang merupakan antitesa dari Kapitalisme.  Semangat Sosialisme ini berangkat dari reaksi terhadap penindasan yang dilakukan oleh kaum borjuis terhadap buruh.  Konsep yang ditawarkan oleh paham ini adalah tidak adanya starata sosial di dalam masyarakat sehingga semua masyarakat akan menjadi sama, tidak ada si kaya atupun si miskin.  Paham ini jugalah yang banyak menjadi inspirasi bagi negara-negara yang ingin melepaskan diri dari penjajahan atau rezim diktator seperti perjuangan Che Guevara,Kuba.

Ideologi yang terinternalisasi di dalam diri setiap individu atau kelompok akan menjadi motor yang mampu menciptakan perubahan dan perlu diakui bahwa kedua ideolgi tersebut telah "berhasil" membawa penganutnya ke arah yang mereka idam-idamkan.  Peran ideologi yang sangat penting di dalam diri setiap masyarakat kemudian disadari oleh salah seorang pemimpin indonesia yang mana "kebijakannya" adalah mengganti ideologi yang dianut oleh setiap individu ataupun kelompok agar sama dengan ideologi yang dianutnya.

Pertanyaan yang berikutnya muncul adalah bagaimanakah peran Islam sebagai sebuah Ideologi.  Ketika kita merujuk pada ke dua ideologi tersebut maka saya akan mengajak anda untuk menyimak ayat berikut
"Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas (17:12)"
Ayat tersebut dengan jelas menerangkan bahwa manusia diperintahkan untuk juga bekerja seperti semangat kaum kapitalis, "agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu".  Tetapi tentu saja tetap dalam nilai-nilai keislaman.  Kemudian, bagaimana Islam mengajarkan bahwa "Semua manusia sama dihadapan ALLAH yang membedakannya hanya tingkat ketakwaannya,"  jelas bahwa semangat yang dibawa Islam pun adalah semangan egalitarisme kaum sosialis dan juga semangat revolusioner karena Islam merupakan agama pembebasan dari kebodohan.

Berangkat dari hal tersebut bukan berarti bahwa Islam sama dengan Ideologi dalam pengertian kapitalis maupun sosialis.  Karena Islam sebagai Ideologi mecakup empat hal (Amin Sudarsono, 2010: 49-50) yaitu Aqidah Diniyah atau keyakinan agama, aturan sosial (Daanun Ijtima'yah), petunjuk spiritual (hidayah ruuhiyah), dan ikatan sosial politik (rabithah ijtima'iyah siyasiyah).  sehingga jika kita merujuk mengenai pengertian ideologi menurut Muhammad Ismail Islam tidak hanya berbicara mengenai masalah keyakinan beragama saja tetapi bagaimana masyarakat diberikan sebuah metodologi mengenai bagaimana mereka seharusnya menjalani kehidupan ini, dan hal ini tentunya harus diawali dari umat Islam terlebih dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun