Mohon tunggu...
Vena Pualam
Vena Pualam Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tax Amnesty: Menambah APBN atau Melindungi Perusahaan?

1 September 2016   16:07 Diperbarui: 1 September 2016   16:17 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Palembang— Sejak disahkan pada tanggal 28 Juni 2016, Undang-undang Pengampunan Pajak atau yang dikenal dengan Tax Amnesty masih menuai banyak pro dan kontra dikalangan masyarakat. Melalui Undang-undang Tax Amnesty, pendapatan negara diperkirakan bertambah Rp 165 triliun.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Tax Amnesty para wajib pajak yang belum melaporkan pajaknya akan mendapat tarif tebusan yang lebih ringan.Untuk wajib pajak yang mengungkapkan harga kurang dari Rp 10 milliar maka akan dikenakan tarif tebusan 0.5% dari total harta, sedangkan untuk yang mengungkapkan lebih dari Rp 10 milliar akan dikenakan tariff tebusan sebesar 2%.

Untuk wajib pajak yang merepatriasi (memulangkan kembali) asetnya dari luar negeri akan dikenakan tarif  tebusan 2% untuk periode Juli 2016-September 2016, 3% untuk periode Oktober 2016-Desember 2016, dan 5% untuk periode Januari 2017-Maret 2017. Dan wajib pajak yang memiliki aset diluar negeri tetapi tidak ingin repatriasi akan dikenakan tarif tebusan sebesar 4% untuk Juli-September 2016, 6% untuk periode Oktober 2017-Desember 2016, dan 10% untuk periode Januari 2017-Maret 2017. (disunting dari Rabu, 31 Agustus 2016, 16.47

Bambang P.S. Brodjonegoro dalam Seminar Nasional UU Pengampunan Pajak (sumber) mengatakan bahwa jika angka pertumbuhan tinggi, angka investasi akan lebih tinggi, dan penerimaan pajak akan lebih baik. Ujungnya indikator kemakmuran/kesejahteraan akan menjadi lebih baik. Selain itu Bambang P.S. Brodjonegoro juga berharap semua wajib pajak di Indonesia akan memulai lagi semuanya dengan bersih.

Partai Gerindra sebagai salah satu contoh partai yang menyetujui program Tax Amnesty. Alasannya karena pendapatan negara dalam sektor penerimaan pajak maupun bukan, dalam lima bulan ini lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. (disunting dari  Rabu, 31 Agustus 2016 17.11 WIB)

Disisi lain, para buruh menolak keras adanya Undang-undang Tax Amnesty. Buruh menilai Tax Amnesty hanya berpihak kepada orang-orang kaya. Mereka mengatakan bahwa Undang-undang tersebut tidak adil karena banyak pengemplang pajak yang mengambil harta puluhan triliun selama bertahun-tahun dan hanya membayar 2% untuk menjadikan hartanya legal. Mereka juga berpendapat bahwa adanya Tax Amnesty menjadi peluang masuknya uang-uang yang didapat secara tidak benar seperti pencucian uang, narkoba, penjualan uang, dan korupsi masuk ke Indonesia. (disunting dari  Rabu, 31 Agustus 2016 17.28 WIB)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal juga menentang adanya Undang-Undang Tax Amnesty. Menurutnya amnesty pajak justru memperlihatkan seolah-olah negara tunduk terhadap pengemplang pajak. Iqbal juga mengatakan bahwa Undang-Undang Pengampunan Pajak yang memberikan pengampunan kepada pengemplang pajak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 dan 23A yang menyatakan pajak dan pungutan lainnya bersifat memaksa. (disunting dari Rabu, 31 Agustus 2016 17.42 WIB)

Hingga saat ini, dana tebusan Tax Amnesty baru mencapai Rp 3 triliun. Itu berarti selama dua bulan berlangsung, Tax Amnesty baru mencapai 1.8% dari target. Pemerintah khususnya Kemenkeu dan Dirjen Pajak masih harus bekerja keras untuk mengumpulkan 99.2% tebusan hingga akhir Maret 2017. (disunting dari Rabu 31 Agustus 2016 18.10 WIB)

            Jadi apakah kalian setuju dengan Tax Amnesty atau malah menolak adanya Undang-undang Tax Amnesty?

           

Sumber:

Nama                     : Vena Annisya Pualam

NIM                      : 07031381621116

Kampus                 : Universitas Sriwijaya Kampus Bukit, Palembang

Pembimbing          : Nur Aslamiah Supli, BIAM, M.Sc

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun