Bergson lahir di Paris. Ayahnya seorang Yahudi-Polandia. Ibunya seorang Inggris. Henri Bergson dibesarkan dalam kultur yudaisme tradisional. Ia masuk di sekolah menengah bernama Lyce Condorcet. Sejak muda ia sudah menyukai matematika dan filsafat. Ia kemudian diterima di Ecole Normale Suprieure, tempat orang-orang seperti Emile Durkheim dan Pierre Bourdieu pernah belajar.Â
Pada 1897 ia menjadi dosen di Ecole Normale Suprieure dan sejak tahun 1900 ia mengajar sebagai profesor  di Collge de france. Ia mengajar Filsafat Yunani dan Filsafat Modern. Ia banyak menelorkan karya-karya filosofis. Ia menguasai sejarah filsafat.Â
Pemikirannya akrab dengan spiritualisme  Prancis. Ia banyak dipengaruhi oleh tokoh positivisme Inggris, seperti: Herbert Spencer yang menaruh perhatian khusus pada persoalan-persoalan yang menyangkut evolusi. Ia tertarik dengan ajaran Kristen Katolik tetapi tidak mengkhianati yudaisme. Ia bermimpi agar di hari pemakamannya didoakan oleh seorang pastor Katolik.
Buah Pemikiran Henri Bergson
Dure dan Kebebasan
Bergson mengkritik determinisme. Ia menelor konsep tentang Dure (Inggris: Duration) yang punya konsekuensi pada konsep tentang kebebasan. Dure dapat diterjemahkan dengan terminologi "lamanya".Â
Dalam perspektif obyektif-fisis, waktu dipahami berdasarkan pengertian atas ruang. Dengan demikian, waktu dapat diukur dan dibagi-bagi sebagaimana diajarkan ilmu pengetahuan.Â
Dalam Bergson, pengertian waktu paling fundamental  merujuk pada Dure, yaitu waktu yang kita alami secara langsung. Itulah waktu dalam persepktif subyektif-psikologis. Waktu dengan demikian tidak mungkin dapat dilukiskan secara kuantitatif.
Gagasan waktu mekanis mengabaikan waktu yang dialami dalam pengalaman konkret, yakni waktu melanjut atau durasi. Kesadaran melulu menangkap waktu sebagai durasi. Durasi dipahami sebagai saat "saya menghidupi kekinian dengan ingatan tentang keduluan dan mengantisipasi kenantian".Â
Waktu bukan mekanistis, melainkan merujuk pada waktu batiniah. Waktu batiniah tidak lain adalah sifat dasar kesadaran. Waktu mekanis dibedakan dari waktu batiniah sebagai hakikat kesadaran. Waktu mekanis adalah waktu yang meruang dan waktu batiniah merujuk pada waktu yang melanjut.
Kesadaran dalam hal ini tidak mungkin dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bila Dure adalah hakikat kesadaran, maka kebebasan hanya dapat dialami. Bergson menegaskan bahwa kita adalah bebas, jika perbuatan-perbuatan kita mengungkapkan keperibadian kita seluruhnya, jika perbuatan-perbuatan kita mengungkapkan kemiripan yang sukar ditentukan itu; kemiripan yang kadang tampak pada seniman dan karyanya.Â
Subjek identik dengan produknya. Saya adalah kesatuan dalam kekinian. Perbuatan individu keluar dari personalitasnya. Perbuatan dengan demikian selalu diasalkan pada subjek. Dunia kesadaran mustahil dipilah-pilah berdasarkan tingkat yang berbeda. Ketika tiada yang identik, mustahil prediksi. Durasi dalam hal ini dipandang sebagai dasar kebebasan.
Materi dan Ingatan
Bergson mempelajari hubungan antara jiwa dan tubuh, antara roh dan materi. Ia mempertahankan dualisme jiwa-badan dan roh-materi. Ia menolak pandangan yang mengatakan bahwa manusia diasalkan pada satu unsur saja. Bergson memecahkan problem ini melalui studi tentang ingatan. Ia membedakan dua macam ingatan. Ada ingatan yang berfungsi untuk menghafal dan ada ingatan murni yang bertugas untuk dapat mengingat deteil-deteil angan-angan kehidupan subjek.
Ingatan yang kedua bersifat rohani. Dalam hal ini, otak berfungsi sebagai agen selektif untuk menghadirkan ingatan masa lalu yang perlu dalam praksis masa kini. Melalui ingatan, subjek mampu belajar dari masa lalu untuk kepentingan masa kini dan nanti. Ingatan masa lalu diseleksi oleh tubuh dan otak untuk praksis masa kini melalui persepsi. Â Aksi dalam hal ini dimengerti sebagai penghubung memori dan persepsi, badan dan jiwa. Keduanya menjadi identik.
Bergson mengaitkan ingatan dengan Dure. Sebagaimana Dure tidak dapat diasalkan pada keluasan, demikianpun ingatan tidak dapat direduksi pada bagian tertentu otak. Bergson juga membedakan persepsi dengan ingatan. Meskipun demikian, keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam persepsi konkret, ingatan selalu memainkan peranan juga, seperti -- sebaliknya -- ingatan pula sering diaktifkan dalam suatu persepsi.
Evolusi Kreatif
Untuk mengerti evolusi, menurut Bergson, data biologi harus dilengkapi dengan hasil pemikiran metafisis. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan apa yang kita alami sebagai makhluk hidup.Â
Kita menyadari bahwa apa yang disingkapkan oleh intuisi bukan hanya Dure dan perkembangan terus-menerus, melainkan juga suatu lan vital, suatu energi hidup atau daya pendorong hidup. Dalam hal ini, subjek berhak mengandaikan bahwa lan vital ini meresapi seluruh proses evolusi dan menentukan semua cirinya yang penting.Â
Dengan demikian, subjek sanggup mengerti perkembangan kehidupan secara kreatif dan tidak lagi mekanistis. Energi kreatif dari lan vital memproduksi perkembangan baru. Evolusi kreatif merupakan aksi yang terus mencipta dan memperkaya.
Dalam teori evolusi, Darwin memahami manusia dalam tiga dimensi, yakni vegetatif, instingtual dan intelegensi. Dalam Bergson, di samping ketiga dimensi tersebut, manusia memiliki kemampuan intuitif. Bergson melukiskan intuisi sebagai insting yang menjadi sadar, yang mencapai taraf refleksi. Jika akal budi berkiblat pada materi mati, intuisi secara istimewa terarah pada kehidupan.Â
Jika akal budi merupakan sumber ilmu pengetahuan, maka intuisi menyediakan dasar bagi filsafat. Keduanya memiliki hubungan timbal balik. Akal budi tidak akan ada tanpa intuisi dan demikian sebaliknya. Intuisi merupakan visi roh dari pihak roh, pengetahuan yang bermaksud batasan semesta simbol yang dibangun nalar.
Bergson memperkenalkan konsep tentang etika tertutup dan etika terbuka, masyarakat tertutup dan masyarakat terbuka, agama statis dan agama dinamis. Bagaimana Bergson menjelaskan pembedaan-pembedaan ini?
Moral tertutup menandai masyarakat tertutup. Keterangan "tertutup" memaksudkan suatu masyarakat yang didasari oleh moral khusus dan eksklusif. Dengan kata lain, moral tersebut hanya bersangkutan dengan masyarakat tertentu saja dan tidak berkaitan dengan masyarakat luar.Â
Orientasinya ialah kebaikan bersama (Bonum Commune). Moral terbuka dan masyrakat terbuka menjelaskan hal yang sebaliknya. Moral terbuka berlaku secara universal. Moral jenis ini berciri dinamis lantaran perubahan peradaban masyarakat.Â
Moral terbuka tidak berdasarkan kewajiban, melainkan appl, himbauan dan aspirasi. Karena itu Bergson menegaskan bahwa moral jenis ini berciri supra-rasional. Norma moral semacam ini berasal dari suatu motion cratrice, suatu emosi kreatif yang mendorong tokoh-tokoh besar seperti para nabi Perjanjian Lama.
Rasionalitas menjadi pendamai kedua jenis moral di atas. Bagi Bergson, rasionalitas memungkinkan penemuan unsur universalitas dalam moral tertutup sekaligus unsur kewajiban dalam moral terbuka. Logika pembedaan ini juga dapat menjelaskan  distingsi agama statis dan agama dinamis yang diusung oleh Bergson. Bagi Bergson, agama dinamis mengandalkan kekuatan akal budi yang mengatasi kebinatangan. Namun rasionalitas cenderung individualistis dan merusak kebersamaan.
Atas dasar itu, Bergson mengusung la fonction fabulatrice; fungsi atau daya yang menghasilkan mitos-mitos dan boleh dianggap sebagai bagian dari fantasi. Hal ini memungkinkan pandangan yang mengatakan bahwa agama selalu mendahului norma moral. Norma moral melulu dikeluarkan oleh agama.Â
Moralitas tidak lain adalah produk agama. Ajaran tentang kehidupan setelah kematian dengan demikian membuat rasionalitas subjek bertekuk lutut. Manusia kemudian mampu memiliki kebajikan-kebajikan. Agama statis dengan demikian dapat dipandang sebagai reaksi atas tendensi buruk akal budi.
Mistik adalah agama dinamis. Dalam mistik, individu bersatu dengan Allah. Mistik Kristiani merupakan puncak peziarahan mistik paling lengkap, lantaran ada kreativitas dan aktivitas. Yang dipelajari oleh seorang filsuf dari mistik ialah prinsip kehidupan ini, yakni cinta. Energi kreatif tidak lain adalah cinta. Menurut Bergson, jika dalam filsafat, finalitas refleksi tertuju pada energi kreatif, dalam mistik, pencarian bermuara pada inti kehidupan, energi kreatif, yakni cinta.
Agama yang ideal adalah agama yang merupakan perpaduan dari agama statis dan agama dinamis. Yang paling ideal ialah bahwa ketika agama statis semakin dimurnikan menjadi agama dinamis.Â
Harus diakui bahwa dalam praksis, kedua bentuk agama ini tercampur dengan cara tak terpisahkan. Di atas semua itu, perlu ditegaskan bahwa semua norma moral bersumber pada tekanan sosial dan dorongan kasih. Sistem moral yang bersumber pada kasih menciptakan masyarakat terbuka, inovatif, kreatif dan dinamis.
Bahan Bacaan
Bartens, K. "Filsafat Barat Abad XX". Jakarta: Gramedia, 1984.
Saeng, Valentinus. "Diktat Filsafat Kontemporer". Malang: STFT Widya Sasana, 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H