Mohon tunggu...
Velicia
Velicia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswi Universitas Airlangga yang memiliki ketertarikan tinggi mengenai berbagai topik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tidak Sehatnya Standar Kecantikan di Media Sosial

23 Mei 2023   00:15 Diperbarui: 23 Mei 2023   00:16 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep dasar "kecantikan" atau standar kecantikan telah menjadi topik perdebatan selama berabad-abad dan selalu bersifat subjektif. Kecantikan sering dilihat sebagai cerminan dari norma budaya, nilai, dan pengalaman pribadi, yang telah berkembang dari waktu ke waktu untuk mencerminkan segala perubahan dalam masyarakat. Namun, dengan maraknya media sosial di zaman sekarang, standar kecantikan menjadi lebih marak dan intens daripada sebelumnya dan berdampak signifikan pada harga diri dan kesehatan mental individu.

Industri kecantikan telah memainkan peran penting dalam mempromosikan standar kecantikan yang tidak realistis dan berbahaya. Konten yang dibuat seringkali merepresentasikan standar fisik yang tidak dapat dicapai oleh kebanyakan orang. Banyak kampanye iklan dan gambar media yang justru lebih mempromosikan definisi kecantikan yang cenderung "sempit", menyebabkan kurangnya representasi bagi individu yang tidak sesuai dengan standar tersebut.

Kondisi ini kemudian menimbulkan perasaan tidak puas dan benci terhadap diri sendiri bagi masyarakat. Masyarakat, terutama kaum muda, terus-menerus dibombardir dengan gambaran tubuh dan kulit sempurna yang kemudian menyebabkan perasaan tidak berharga dan ketidakmampuan untuk percaya diri. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan, depresi, gangguan makan, serta gangguan mental lainnya.

Tidak hanya itu, maraknya media sosial telah menciptakan wadah bagi individu untuk memamerkan pribadi mereka masing-masing, tetapi juga menciptakan rasa persaingan dan perbandingan di antara mereka. Orang terus-menerus membandingkan diri mereka dengan orang lain, berusaha mencapai tingkat kecantikan yang sama dengan influencer atau selebritas favorit mereka.

Ditambah lagi, kebanyakan orang sering lupa bahwa konten yang diunggah di sosial media merupakan versi "sempurna" dari setiap orang. Beberapa bagian dari masyarakat punya tendensi untuk ingin tampil terbaik, mengungguh momen-momen spesial dan menyenangkan dari hidupnya, mengungguh foto diri mereka yang bahkan telah dimodifikasi sedemikian rupa untuk mendapatkan validasi dari orang lain.

Ini tentunya memiliki dampak yang besar pula terhadap kesejahteraan diri yang cenderung merasa bahwa dirinya "tidak pernah cukup". Bahkan di beberapa kasus, kecenderungan membandingkan diri menjadi salah satu kebiasaan yang paling sering muncul. Kebiasaan ini dapat menimbulkan kecenderungan beberapa pribadi untuk sepenuhnya menempatkan pencarian validasi orang lain sebagai prioritas kehidupan mereka.

Kembali lagi ke kontribusi industri kecantikan, mereka juga seharusnya memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan standar kecantikan yang lebih inklusif dan beragam. Demi meningkatkan inklusivitas itu, mereka dapat menampilkan model dari ras, tipe tubuh, dan usia yang berbeda-beda untuk menunjukkan bahwa kecantikan hadir dalam segala bentuk dan ukuran. Ini dapat membantu memecahkan tidak sehatnya standar kecantikan dalam masyarakat yang telah diabadikan terlalu lama.

Penting untuk disadari kita semua bahwa kecantikan bukanlah konsep satu ukuran untuk semua. Setiap orang memiliki fitur dan karakteristik unik yang membuatnya menarik. Daripada berusaha menyesuaikan diri dengan definisi kecantikan yang sempit, kita lebih baik merayakan keragaman dan merangkul individualitas kita.

Adanya perbedaan di setiap individu justru perlu kita manfaatkan dan maksimalkan sebaik mungkin. Karena individualitas merupakan aspek yang membuat kita semua unik di cara kita masing-masing. Ini berarti mengenali dan menghargai perbedaan warna kulit, tekstur rambut, bentuk tubuh, ukuran, dan aspek-aspek lainnya.

Karena itu, dapat disimpulkan bahwa standar kecantikan telah terdistorsi oleh cita-cita yang tidak realistis dan berbahaya untuk diabadikan oleh industri kecantikan. Inilah saatnya untuk mendefinisikan kembali keindahan dan merayakan keragaman dalam segala keunikan masing individu.

Kita perlu berusaha untuk menciptakan dunia di mana semua individu, terlepas dari ras, jenis kelamin, atau tipe tubuh mereka, merasa cantik dan percaya diri dengan kulit mereka sendiri. Dengan demikian, kita dapat menciptakan masyarakat yang menghargai keragaman dan mempromosikan pandangan kecantikan yang lebih sehat, inklusif, dan tentunya lebih unik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun